"Kinara?" Pekik Malik kaget saat dia tak sengaja membuka mata sewaktu berciuman dengan Isna.
Reflek Malik menjauhi Isna. Wajah lelaki itu memucat.Hal itu jelas membuat Isna terheran-heran."Ke-kenapa Om?" Tanya Isna saat itu ketika Malik menatapnya dengan sorot wajah ketakutan.Malik masih berada pada fase peralihan dalam alam bawah sadarnya. Seketika siluet kejadian belasan tahun silam kembali merasuk dalam ingatannya. Detik-detik di mana dirinya melihat sebuah pemandangan yang begitu mengerikan di depan matanya.Tatapan sendu Kinara saat wanita itu meregang nyawa.Darah yang mengalir deras dari kepala Kinara berlumuran di kedua tangan Malik.Dan... Satu kalimat terakhir yang berhasil diucapkan Kinara sebelum menjemput ajal justru semakin membuat Malik terpukul.*"Aku mencintaimu Mas... Aku sudah memenuhi janjiku untuk selalu mencintaimu, bahkan sampai aku mati...""KINARAAAA... JANGAN PERGISeharian ini Malik benar-benar membuktikan kata-katanya dengan mengajak Isna jalan-jalan.Awalnya Malik mengajak Isna jalan-jalan ke Dufan.Mereka berdua layaknya ABG yang baru melihat dunia luar. Semua wahana permainan dicoba terkecuali yang memang dilarang untuk ibu hamil. Meski Isna mengatakan dirinya berani, tapi Malik melarang karena tak mau mengambil resiko.Siang hari mereka membeli makanan di restoran cepat saji. Malik sengaja mencari lokasi sepi untuk mereka makan karena tak mungkin Malik membuka masker wajah yang dia gunakan di tempat umum, bisa bahaya jika sampai ada wartawan infotainment yang memergoki mereka.Setelah mendapat tempat yang aman dan nyaman untuk makan, Malik menyuapi Isna seperti biasa agar Isna makan banyak."Berasa jadi seleb, mau makan aja harus ngumpet-ngumpet," celetuk Isna sambil cekikikan."Ya beginilah nasib orang terkenal," Malik jadi terkekeh."Ihhh sombong! Hahaah..."Mereka
Malik baru saja kembali dari kantor polisi setelah pihak kepolisian memberi kabar bahwa pelaku atas pelecehan seksual terhadap Hasna berhasil ditangkap.Lelaki itu berjalan linglung ke arah mobil. Menghempaskan tubuhnya di jok mobil seraya menghembuskan napas berat melalui mulut.Dia memijit pangkal hidungnya saat rasa nyeri perlahan merambat di area kepalanya.Pertemuannya dengan lelaki bernama Julian yang merupakan tersangka atas kasus pelecehan seksual terhadap Hasna tadi membuat Malik merasakan kecemasan berlebih di benaknya.Meski saat ini pihak kepolisian berjanji untuk segera menindak tegas Julian dengan memberinya hukuman sesuai dengan kejahatan dan undang-undang yang berlaku, tapi tetap saja hal itu tak mampu membuat Malik tenang*"Jadi, anda bukan anggota kepolisian? Cih! Sialan!" Maki Julian saat dirinya diberi kesempatan bertatap muka dengan Malik di dalam ruang interogasi tadi.Julian yang memang baru kemba
"Apa?" Pekik Emir kaget saat Lani memberitahunya bahwa kini Isna sudah mengetahui penyebab sebenarnya Kinara meninggal."Maaf Mas, habis Isna terus-terusan mencecar aku," balas Lani membela diri. Dari ekspresi kaget yang ditunjukkan Emir padanya, Lani sudah bisa menebak dia pasti akan terkena marah oleh suaminya tersebut."Ya tapikan kamu nggak harusnya kasih tau Isna juga, Lani! Terus selain itu kamu bilang apalagi ke Isna tentang Kinara?" Emir memang kelihatan emosi, tapi sebenarnya dia lebih khawatir akan keadaan Malik jika Isna sampai mengungkapkan apa yang diketahuinya tersebut ke Malik."Udah sih Mas itu doang. Tadi pas Isna tanya ke aku siapa yang sebenarnya membunuh Kinara, aku bilang aja kalau aku nggak tau,""Terus Isna percaya?""Kayaknya sih iya," jawab Lani yakin tak yakin.Emir mengesah berat. "Lain kali jangan ceroboh Lani! Kamukan tahu, seluruh keluarga Malik termasuk kita yang mengetahui tentang kejadian kematian
Selesai dengan kegiatannya di kamar mandi, Malik keluar dengan tubuh yang lebih segar.Lelaki itu melirik sekilas ke arah tempat tidur tapi tidak menemukan keberadaan Isna di sana.Dan pintu kamar yang terbuka membuat Malik tahu bahwa Isna mungkin sedang keluar.Usai berpakaian, Malik kembali sibuk dengan laptopnya, namun belum sempat dia melanjutkan pekerjaan, suara dering telepon dari ponsel Isna mengalihkan perhatiannya lebih dulu.Diambilnya ponsel yang tergeletak di nakas itu untuk melihat siapa orang yang baru saja melakukan misscall di ponsel istrinya.Kening Malik berkerut samar ketika mendapati sebuah nomor tak dikenal yang tertera di sana.Hingga setelahnya, sebuah pesan gambar masuk di ponsel itu.Saat Malik membukanya, ternyata itu adalah beberapa foto yang memperlihatkan kemesraan Wildan dengan seorang wanita. Di salah satu foto itu terdapat posisi Wildan yang membelakangi kamera terlihat seolah-olah Wildan
"Saya nggak marah kok Om, kali ini saya akan memaafkan Om, asal Om berjanji untuk nggak membohongi saya lagi," kata Isna sepenuh hati.Malik memberanikan diri menatap Isna. Kelopak mata lelaki itu berkaca-kaca.Setelah bergulat hebat dengan batinnya sendiri, Malik yang memang dasarnya pengecut tetap tak memiliki keberanian untuk bicara jujur tentang kejadian pemerkosaan itu pada Isna.Bukankah kini dia sudah mempertanggung jawabkan kesalahannya pada Isna dengan menikahi Isna, dan membiayai seluruh kehidupan Isna serta sang calon anak mereka nanti?Malik merasa dirinya sudah melakukan hal paling benar, hingga memilih untuk tetap merahasiakan siapa dirinya yang sebenarnya pada Isna."Ya, saya berjanji, saya nggak akan merahasiakan hal apapun lagi dalam kehidupan rumah tangga kita, Isna. Terima kasih atas pengertian kamu," jawab Malik pada akhirnya.Kedua tangan mereka masih saling menggenggam dengan tatapan yang juga masih terpaut.
Seperti janjinya kemarin, sore ini selepas syuting, Malik berencana untuk mengantar Isna memeriksakan kandungan sang istri ke Dokter.Sayangnya, hal itu terkendala karena jadwal syuting yang selesai tidak tepat waktu alias ngaret, ditambah kondisi jalanan ibukota yang padat di waktu sore."Halo, Isna? Kamu sudah siap?" Tanya Malik di telepon saat lelaki itu hendak pulang menjemput sang istri di rumah. Malik tau Isna pasti sudah menunggunya sejak tadi."Sudah, Om. Eh, Mas...""Apa?" Pekik Malik sedikit kaget."Mas Malik, Aku udah siap,"Ucapan Isna diseberang sukses membuat Malik tersenyum. Lelah yang dia rasakan usai bekerja sedikit terobati setelah mendengar suara Isna."Mas? Aku?" Goda Malik menahan tawa.Wajah Isna memanas. "Yaudah kalau nggak mau dipanggil Mas juga nggak apa-apa, aku panggil Om lagi," ancamnya yang jadi ikutan senyum-senyum sendiri."Oke-oke, jangan ngambek dong, nanti manisnya hila
Setelah mendapat penanganan dari pihak medis, kini kondisi Wildan sudah lebih baik. Pemuda itu tersadar setelah dua jam lebih dia kehilangan kesadaran karena terlalu syok mendengar berita duka atas kematian sang Ayah tercinta.Jenazah Tuan Haidar Kusuma yang merupakan Ayah Wildan sudah selesai dimandikan dan siap dibawa pulang ke rumah duka.Isna terus mendampingi di sisi Wildan.Dia duduk di dalam ambulance bersama Wildan tepat di sisi Jenazah ayah Wildan terbaring.Perjalanan menuju rumah duka berjalan lancar tanpa hambatan apapun.Sesampainya jenazah di rumah duka, kedatangan Jenazah disambut dengan tangis pilu dari pihak keluarga Wildan yang lain.Para kerabat dan tetangga terdekat tampak memberikan semangat pada Wildan.Sebagai salah satu orang terdekat Wildan yang juga menjalin hubungan baik dengan Almarhum semasa hidup, Malik terlihat wara-wiri di rumah duka. Membantu pihak keluarga mempermudah terlaksananya prose
"Kamu habis beli cincin?" Tanya Wildan saat itu.Isna berpikir keras untuk jawaban yang harus dia kemukakan pada Wildan. Sayangnya, otaknya benar-benar tak bisa diajak berkompromi. Lamaran dadakan ini membuat Isna tak bisa berpikir lebih jauh. Terlebih dengan keberadaan Aryan dan Sonya saat ini, jika pun dia harus berkata jujur, Isna justru takut salah bicara. Malik bilang, Aryan itu tipikal orang yang sangat sensitif, egois dan temperamen, itulah mengapa, akan menjadi hal yang sangat sulit bagi Malik dan Isna untuk mengungkap rahasia hubungan mereka saat ini.Dan kehadiran Malik di tengah-tengah mereka membuat Isna akhirnya bisa bernapas lega.Lelaki berkemeja hitam itu baru saja selesai mengucapkan salam dan kini melangkah santai memasuki ruang keluarga.Bagi Isna, kehadiran Malik merupakan penyelamatnya, sementara Aryan justru terlihat tidak suka dengan keberadaan Malik di tengah-tengah mereka. Isna bisa merasakan adanya aura negatif yang begit