Hari ini Vanya mengajukan ijin satu hari untuk mengurus syarat-syarat dan kelengkapan berkas pernikahannya. Setelah mendapatkan surat kesehatan, mereka lanjut ke studio foto. Iseng sang fotografer menanyakan soal foto prewedding yang ditanggapi dingin oleh Charles. Melihat sikap Charles, gadis itu hanya bisa menghela nafas pelan, walau sebenarnya ia sangat ingin memiliki foto prewedding seperti orang kebanyakan. Namun keinginannya itu ia simpan sendiri saja karena tidak ingin menimbulkan harapan palsu.
Akhirnya semua berkas-berkas yang diperlukan untuk dokumen kantor Charles sudah selesai. "Mama, ke belakang sebentar ya," pamit Mama meninggalkan mereka berdua di ruang tamu. Rasa ingin tahu membawa Vanya melihat beberapa video nikah kantor di dunia maya. "Emang kaya gini ya?" Vanya menunjukkan layar handphonenya pada Charles. "Kurang lebih kaya gitu." Vanya kemudian terlihat serius menonton video itu sampai selesai. Ia mulai mempersiapkan jawaban yang mungkin akan ditanyakan nanti. "Kalau nanti kalau ditanya, ya kamu tinggal jawab aja. Itu gak semengerikan apa yang kamu lihat kok.” Charles memasukkan handphonenya ke dalam saku celana, saat melihat Mama datang. Pria itu lantas bangkit berdiri dan pamit pulang. *** Menepikan mobilnya, Vanya mampir ke butik untuk fitting terakhir. Ia disambut hangat oleh Ningsih begitu masuk ke dalam butik yang tengah ramai. "Yuk langsung aja." Ningsih menggandeng tangan Vanya menuju ruang ganti. Senyum mengambang di bibirnya saat melihat gaun di depannya telah sesuai dengan keinginannya. Vanya meletakkan tasnya di kursi, kemudian mencoba gaun pengantin berwarna putih dengan sebagai bahan brukat itu. "Cantik bangey kamu, Sayang. Cocok.” Ningsih tersenyum sumringah melihat Vanya. “Erin pasti senang banget. Oh iya, kamu sendirian? Charles mana?” tanya Ningsih. "Saya sendiri aja, Tante. Charles masih di kantor mungkin.” "Gimana? Gaunnya sudah sesuai apa masih ada yang harus Tante perbaiki?” "Sudah, Tante. Ini sudah sangat bagus." Vanya memandangi pantulan dirinya di cermin. Meski pernikahan ini jauh dari impiannya, tapi setidaknya masih ada bagian-bagian dari pernikahannya yang bisa membuatnya bahagia, salah satunya gaun pengantin ini. Ia kembali masuk ke salah satu bilik dan mengganti bajunya. "Jaga kesehatan ya. Jangan terlalu capek ngurusin persiapan pernikahannya." "Iya, Tante. Vanya pulang dulu ya, makasih Tante," pamit Vanya. Dengan ditemani sealbum lagu Sheila On Seven, Vanya mengingat kembali cerita Tante Ningsih tadi mengenai pernikahan Charles yang pertama. Yang menurut Tante Ningsih, sangat berbeda dengan pernikahan Charles yang pertama. Dulu Charles menyerahkan semuanya pada Kirana tanpa terlibat langsung mengurusi pernikahannya. Tak ada acara pilih-pilih souvenir, undangan, maupun menu makanan, ia hanya terima beres. Berbeda dengan sekarang, di mana Charles sendiri yang ikut memilihkan gaun pengantin, juga souvenir pernikahan. "Mungkin dia sudah jatuh cinta." Vanya mengulangi ucapan Tante Ningsih tadi. "Ah, cinta datang dari mana? Vanya, jangan bohongi diri kamu sendiri." Vanya mencubit pelan tangannya sendiri. Mencoba berpikir realistis dan menganggap omongan Tante Ningsih tadi hanya basa basi saja. Meski jauh di dalam hati kecilnya mengharapkan hal itu terjadi. *** "Iya?" sahut Vanya pada telepon dari nomor yang tak dikenalnya. "Jam berapa nanti Ibu mau ke sini untuk tester makanan buat acara pernikahan Ibu?" "Hah!" seru Vanya bingung. "Ini dari mana ya?" "Kami dari hotel tempat Ibu akan melangsungkan pernikahan, tadi Bapak Charles, calon suami Ibu, ngasih nomor handphone Ibu, dan kami disuruh untuk menghubungi Ibu." Vanya mendengus kesal karena Charles memberikan nomor handphonenya tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. "Sekitar pukul setengah enam saya sampai di sana mungkin Pak." Sahut Vanya sambil menutup telponnya. Ia mengambil tasnya dan pamit pulang pada Pak Irwan. Ia berbelok ke ruang personalia dan menemui Weni untuk meminta format surat pengajuan menikah sebagai syarat mengambil jatah cuti menikahnya. "Sudah aku kirim di email ya," jawab Weni. "Kamu ya, diam-diam taunya udah mau nikah aja. Siapa sih calonnya, kok Reni cerita kesana kemari tentang kamu?" "Cerita apa dia, Wen?" tanya Vanya bingung. Segitu trending topic banget kisah asmaranya. "Aku sih kurang jelas juga, tapi kalau gak salah denger dari yang lain, si Reni itu ngincer calon suami kamu." "Calon suami aku itu anak nasabah prioritas dia, Wen." "Tajir dong." Spontan ucap Weni. Raut wajah Vanya langsung berubah. "Bukan tajirnya yang bikin aku mau nikah sama dia, Wen. Emang aku keliatan matre ya?" "Eh, bukan gitu maksud aku, Van," ucap Reni dengan raut wajah tak enak. Sejenak suasana hening. Kikuk melanda mereka berdua karena pernyataan Reni tadi. Vanya bangkit berdiri dan berlalu pergi dari hadapan Reni dan menuju parkiran. Tak tahu mengapa hatinya terasa sedih mendengar ucapan Weni barusan.. Setibanya di hotel, Vanya dipersilahkan duduk di lobi hotel sambil menunggu pengelola restoran datang. "Vanya?" "Eh, Bang Wisnu, ngapain di sini?" tanya Vanya sembari berdiri. "Lagi ada acara kantor. Kamu sendiri ngapain?" "Mau ketemu sama pengelola restoran," jawab Vanya yang bertepatan dengan datangnya manager hotel yang langsung mengajaknya ke ruang restoran. "Duluan ya, Bang," pamit Vanya. Ia celingukan melihat sekeliling lobby hotel takut tiba-tiba ada paparazi yang memotretnya sembunyi-bunyi. Sejauh yang dilihatnya, aman, namun tanpa disadarinya wanita berseragam coklat itu kembali membuat ulah.Hari ini Vanya mengajukan ijin satu hari untuk mengurus syarat-syarat dan kelengkapan berkas pernikahannya. Setelah mendapatkan surat kesehatan, mereka lanjut ke studio foto. Iseng sang fotografer menanyakan soal foto prewedding yang ditanggapi dingin oleh Charles. Melihat sikap Charles, gadis itu hanya bisa menghela nafas pelan, walau sebenarnya ia sangat ingin memiliki foto prewedding seperti orang kebanyakan. Namun keinginannya itu ia simpan sendiri saja karena tidak ingin menimbulkan harapan palsu.Akhirnya semua berkas-berkas yang diperlukan untuk dokumen kantor Charles sudah selesai."Mama, ke belakang sebentar ya," pamit Mama meninggalkan mereka berdua di ruang tamu. Rasa ingin tahu membawa Vanya melihat beberapa video nikah kantor di dunia maya."Emang kaya gini ya?" Vanya menunjukkan layar handphonenya pada Charles."Kurang lebih kaya gitu."Vanya kemudian terlihat serius menonton video itu sampai selesai. Ia mulai mempersiapkan jawaban yang mungkin akan ditanyakan nanti."Ka
Vanya akhirnya berkata jujur saat Reni terus bertanya mengenai hubungan dengan Charles. Tidak mungkin ia terus menutupi hal ini karena lambat laun Reni juga pasti tahu. Raut wajahnya langsung berubah mendengar jawab Vanya. Sepanjang penerbangan mereka juga tidak saling bicara hingga tiba di hotel tempat mereka menginap. Entah siapa yang sudah mengatur, Vanya malah satu kamar dengan Reni. Meletakkan kopernya di dekat kasur, Vanya lantas masuk ke dalam kamar mandi setelah Reni keluar.“Aku mau keluar, kamu mau nitip makan?” tanya Reni pada Vanya yang masih berada di kamar mandi."Nggak, Ren," jawab Vanya keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan wajahnya.Vanya kemudian mengecek handphonenya yang sedari tadi masih dalam mode pesawat. Terlihat di layar handphonenya banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari Charles. Gadis itu hanya bisa menghela nafas membaca satu per satu pesan yang Charles kirimkan. "Ya ampun!" seru Charles di ujung telepon begitu ia berhasil menghubungi Vanya. "
Setelah memilih souvenir pernikahan, mereka lantas meninggalkan tempat itu untuk mengantarkan Mama ke rumah temannya. Mereka kemudian menuju salah satu rumah makan karena waktu makan siang telah tiba. Suasana cukup ramai, namun tidak membuat mereka lama dilayani. "Iga penyet." Kompak mereka menyebutkan pesanan sesaat membolak balik buku menu. "Iga penyet dua, minumnya?""Air mineral." Lagi-lagi mereka kompak bersuara. Pelayan tadi meninggalkan mereka setelah mengkonfirmasi ulang pesanan."Berapa lama nanti kamu di Makasar?" tanya Charles yang sedari tadi sudah menahan diri. Rasanya kesal tahu kalau Vanya akan pergi keluar kota."Satu minggu.""Lama banget,” protes Charles. "Ya memang kaya gitu. Aku pelatihan satu minggu atau satu bulan emang ada pengaruhnya sama kamu?”Charles tak bersuara. Pria itu kemudian fokus dengan makanan mereka yang telah datang. Selesai makan, Charles meminta izin untuk nyekar ke makam ibunya Charlos."Ia," jawab Vanya singkat. Minta izin atau tidak, seben
Seperti biasa, awal bulan selalu datang dengan membawa kejutannya. Siang ini Vanya menerima pemberitahuan untuk mengikuti pelatihan di Makassar selama lima hari. "Aduh. Males banget," umpatnya saat melihat daftar nama peserta yang tertulis nama Reni. Ia yakin kalau Reni akan kepo mengenai hubungannya dengan Charles.Sudah lama gadis itu tidak mendapatkan pelatihan keluar kota. Ada rasa excited tapi juga ada rasa malas karena harus pergi bareng dengan Reni. Sebelum pulang ia mampir sebentar ke ruang personalia untuk menanyakan perihal keberangkatannya."Wen, aku sesuai jadwal aja ya, perginya Minggu sore pulangnya Sabtu pagi," ucapnya pada Weni yang sedang riweuh sama peserta yang lain. Weni hanya menjawab dengan anggukan kepala.Setibanya di rumah, tampak mobil Charles terparkir cantik di halaman. Mama spontan memanggilnya saat melihat Vanya berdiri di ambang pintu."Ini, Charles mau ngajak kamu keluar, katanya mau lihat gaun pengantin.""Harus hari ini?" tanya Vanya."Iya, jadi mau
Vanya baru saja menyelesaikan sarapan kemudian pamit pada Mama. Menentang kunci mobilnya, Vanya kaget melihat mobil Charles sudah terparkir di depan rumahnya."Kamu ngapain?” tanya Vanya kala Charles mendekat. Pria itu pagi ini terlihat tampan dan gagah dengan seragam kerjanya. "Mau ngantar kamu kerja,” jawab Charles kemudian menghampiri Mama dan memberikan salam. Vanya terperangah melihat sikap yang Charles tunjukkan.“Kalian hati-hati ya,” pesan Mama saat Vanya memberikan kunci mobilnya pada Mama.Aroma parfum Charles yang maskulin langsung tercium di indra penciuman Vanya, ruangan mobil. Wangi yang membuat candu bagi Vanya."Sebentar lagi tugasku di Bandung bakal selesai, kapan kamu siap?”"Siap apa?" tanya Vanya dengan polosnya."Menikahlah, apalagi?" tandas Charles. Tenggorokan Vanya serasa terkecat tak dapat menjawab perkataan Charles. Mobil berhenti di depan kantornya. Vanya bersiap turun namun tangannya ditahan oleh Charles."Sudah pernah kub
Tok tok tokDengan malas Vanya membuka pintu."Kamu!" seru Charles saat melihat tampang Vanya yang kucel, rambut berantakan dengan menggunakan baju tidur pendek."Pagi-pagi ngapain sih ke sini?" tanya Vanya sambil mengikat rambut berantakannya. Entah kenapa gaya Vanya yang seperti itu membuat Charles menjadi tersipu malu. Wajahnya memerah saat melihat sebagian perut rata milik Vanya."Kamu sendiri di rumah?" Pertanyaan Charles membuat nyawa Vanya tersadar. Buru-buru ia merapikan pakaiannya. Bagaimanapun juga pria di depannya itu adalah pria normal yang sudah lama tidak menerima kasih sayang."Kamu ngapain kesini?" tanyanya balik."Aku mau ngajak kamu nyari kue ulang tahun buat Charlos.""Kemarin di telepon, kata Tante Erin semua sudah beres, jadi ngapain kamu nyari kue ulang tahun lagi?""Cepatlah kamu siap-siap," perintah Charles yang langsung masuk ke dalam dan duduk di ruang tamu. Tak dapat berbuat apa-apa, Vanya mengambil langkah seribu masuk ke kamarnya dan bersiap-siap. Tak samp