Share

Nikah Ini

Penulis: Lystania
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-16 19:49:06

Mama masuk ke kamar Vanya dan melihat anak gadisnya itu meringkuk di dalam selimut. Ia lantas berjalan mendekat dan mengecek keadaan Vanya karena waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.

"Kamu demam, Sayang?" Mama meletakkan telapak tangannya di kening Vanya.

Vanya mengangguk pelan sambil memijat pelan keningnya.

Satu jam kemudian Mama kembali mengecek keadaan Vanya, tapi masih sama. Anak gadisnya itu masih demam. Membiarkan pintu kamar Vanya tetap terbuka, ia kemudian membawa semangkuk bubur.

Meraih handphonenya, Mama menghubungi Erin untuk memberitahu bahwa Vanya sedang sakit. Tak tinggal diam, begitu selesai menerima telepon, Erin mengajak Sandra juga Charlos menuju rumah Vanya.

"Habiskan buburnya dong, Van!" seru Mama saat melihat semangkuk bubur yang dibawanya tadi masih bersisa setengah.

"Pahit, Ma. Gak enak."

"Biasanya kalau Mama masak bubur, kamu pasti minta tambah." Mama menyuapkan bubur itu dengan paksa. "Sudah mau berumah tangga, mau ngurus anak juga, makan aja masih disuapin kayak gini? Nanti kalau kamu sudah jadi istri dan ibu, kamu itu dilarang sakit."

"Gimana ceritanya dilarang sakit? Kan manusia bukan robot," ucap Vanya dengan mulut penuh bubur. Mau tak mau ia membuka mulutnya, menerima suapan paksa dari Mama.

"Ma, rasanya pengen berhenti di sini." Lirih Vanya menghela nafas.

"Kamu ngomong apa sih, Van?" Kening Mama berkerut. Mama menangkap ada sesuatu yang dipendam anaknya itu. "Jangan berpikir yang aneh-aneh."

"Emangnya Vanya matre ya, Ma?"

"Maksudnya apa?"

Vanya kemudian menceritakan isu yang beredar di kantor setelah tahu ia akan menikah dengan Charles yang notabenenya adalah anak dari nasabah prioritas kantornya.

"Jadi kamu sakit sampai demam kayak gini, gara-gara mikirin omongan orang itu?"

Vanya terdiam.

"Kan yang kaya orang tuanya. Lagian Charles juga kerja, bukannya minta uang sama orang tuanya. Kamu gak usah dengerin kata orang ah. Apa pun keadaan calon pasangan kamu, kamu harus terima dan harus siap, karena itu pilihan kamu." Vanya tersenyum tipis mendengar semua omongan Mama.

Tak jauh dari pintu kamar Vanya, Erin yang tengah berdiri, mendengar jelas semua percakapan Vanya dan Mama. Ia kemudian mundur perlahan sebelum ketahuan.

"Kenapa, Ma?" tanya Sandra sambil menggendong Charlos. "Gak ada orang? Tapi pintu rumahnya terbuka?"

"Kayaknya sih ada," jawab Mama sambil mengetuk pintu rumah. Mama kemudian keluar menemui Erin. Vanya yang tengah santai menonton film melalui gawainya, terkejut melihat Mama datang bersama Erin, Sandra, juga Charlos. Ia meraih kain bali yang berada di kursi meja rias dan memakaikannya di kedua bahu menutupi tubuh atasnya yang hanya menggunakan tanktop.

"Kamu sakit apa? Ayok ke dokter," ajak Erin. Vanya melirik Mama yang tersenyum nakal.

"Gak sakit kok, Tante. Istirahat sebentar juga udah enakan."

"Tapi, Tante sudah bilang Charles supaya nanti sore temenin kamu ke dokter," ucap Erin.

"Hah ...."

"Ayo kita di ruang tamu aja, biar enak ngobrolnya, biar Charlos bisa bebas main." Mereka keluar kamar, meninggalkan Vanya yang tengah berganti pakaian. Vanya merutuki kelakuan Mama yang tak terduga.

***

Usahanya agar Charles batal menemaninya ke dokter sia-sia. Pria itu sudah tiba di depan rumah Vanya saat pesan yang dikirimnya menjadi centang biru. Panggilan Mama membuat gadis itu keluar dari kamar sambil menenteng tas dengan malas.

"Padahal udah sehat gini, Ma," rengek Vanya pada Mama seraya mencium tangan Mama dan pamit.

"Udah lah, sekalian di cek aja. Lagian Charles juga udah datang." Mama melirik Charles. "Hati-hati ya." Mama melambaikan tangan pada mereka yang kemudian hilang dari padangan Mama berbelok menuju jalan raya.

Sesampainya di salah satu praktek dokter, mereka langsung masuk ke ruangan dokter yang tak lain adalah teman sekolah Charles.

"Kenapa nih?"

"Sakit." Charles menoleh pada Vanya yang baru saja mendaratkan bokongnya pada kursi empuk tempat duduk pasien.

"Semoga lancar sampe hari H," ucap Andre, dokter temen Charles itu.

"Makasih, Ndre."

"Yuk, kita periksa dulu." Andre bangkit berdiri dan menyuruh Vanya berbaring di tempat tidur. Ia mengarahkan stetoskop ke perut Vanya kemudian mengetuknya.

"Cuma telat makan aja ini." Andre beralih kemudian duduk di kursinya. "Ini saya kasih vitamin." Ia menulis resep dan memberikannya kepada Charles.

"Sekalian surat sakit deh, Dok."

"Mau berapa hari?"

"2 hari aja lah," timpal Charles. Selesai menebus resep, mereka meninggalkan tempat itu.

Charles memberikan plastik yang berisikan vitamin tadi pada Vanya tepat sebelum Vanya keluar dari mobil Charles.

"Besok aku jemput jam 9," ucap Charles.

"Iya," sahut Vanya kemudian berjalan gontai meninggalkan mobil Charles.

Ia menghampiri Mama yang tengah menonton tivi dan langsung berbaring di pangkuan Mama. Entah kenapa semakin dekat harinya, ada-ada saja hal yang membuat hatinya menjadi berpikir dua kali melanjutkan hubungan ini. Hubungan yang sebenarnya belum bisa dibilang hubungan seutuhnya, karena hanya satu hati saja yang memiliki rasa, sedangkan hati yang lain belum tahu kapan akan muncul rasa.

"Ma, Vanya tidur dulu ya. Besok jam 9 Charles bakal jemput."

"Iya, jangan lupa obatnya di minum." Mama mengingatkan Vanya sambil memberi plastik yang diletakkannya di meja.

***

Dengan mengenakan atasan kebaya kutu baru berwarna navy dan bawahan rok span selutut berwarna hitam, Vanya terlihat manis dan sukses membuat Charles tak berkedip beberapa detik sampai ia tak melihat pot bunga besar dan hampir menabraknya.

"Kamu belum makan?" tanya Vanya sambil meletakkan sepatu berwarna hitam dengan tumit tiga centi. Mama yang melihat kejadian itu tersenyum menahan tawa. Tampak Charles seperti salah tingkah.

"Kita sudah siap."

"Iya, tante," jawab Charles seraya berjalan menuju mobilnya yang terparkir di depan, diikuti oleh Vanya dan Mama.

Erin dan Frans lebih dulu sampai di kantor Charles dan menunggu di depan ruang aula tempat nikah kantor akan dilaksanakan. Mereka keluar dari mobil dan menghampiri Erin juga Frans. Mereka semua memasuki aula bersama pasangan lainnya.

Duduk bersebelahan mereka mulai mengikuti setiap proses yang ada. Tak bisa dipungkiri rasa gugup menyelimuti perasaannya.

"Santai saja," bisik Charles pada Vanya karena setelah ini, giliran mereka yang akan memperkenalkan diri. Vanya menyikut pelan perut Charles tepat saat ketua acara mempersilahkan mereka untuk memperkenalkan diri.

"Aduh, keromantisannya disimpan dulu ya, Pak Charles. Nanti saya bisa izin pulang cepet nih," ledeknya yang membuat seisi ruangan tertawa. Mendengar itu wajah Vanya jadi bersemu merah, menambah kegugupan dirinya.

"Silahkan calonnya Pak Charles memperkenal diri."

Vanya berdiri dan mulai memperkenalkan dirinya, mulai dari nama, tanggal lahir, sampai nama mantan Vanya juga dipertanyakan oleh ketua acara. Baru saja Vanya membuka mulutnya ingin menjawab pertanyaan itu, ketua acara langsung menyambung dengan pertanyaan lain. Dengan senyum ia menyebutkan salah satu sikap Charles yang tak disukainya.

"Ya, tapi karena saya sudah memilih dia, apapun kurang maupun lebihnya, saya akan terima dia ada apanya, Pak," jawab Vanya yang kemudian menyadari bahwa ia salah ngomong. "Maksud saya apa adanya, Pak." Ralatnya.

"Wah, saya sempat kaget tadi, Mbak Vanya bilang ada apanya, kira-tapi Charles ada apa nih jadi Mbak Vanya mau sama dia?" Goda ketua acara itu lagi. Vanya terdiam, dalam hatinya mengomel kenapa tadi bisa salah ngomong.

"Ada apa ya, Pak, saya juga bingung?" Ucap Vanya cengengesan.

"Apapun itu, kamu tenang saja, Charles orangnya bertanggung jawab kok."

"Walau agak bucin sedikit," timpal laki-laki di samping Pak ketua acara. Charles mengepalkan tangannya sambil tertawa.

"Eh, tapi kayaknya Mbak Vanya ini yang sering datang ke kantor kita kan?" tanyanya lagi sambil membaca berkas di depannya. "Oh, iya nih, Mbak Vanya yang tiap bulan datang kan ya."

"Iya, Pak." Vanya mengangguk sambil tersenyum.

"Wah bisa aja nih Pak Charles nyari pasangan."

"Kalau ngebahas Pak Charles kayaknya satu hari gak selesai, kita lanjut ke calon pasangan selanjutnya saja ya." Ketua acara tadi menyudahi wawancaranya dan beralih pada pasangan yang duduk di samping Charles.

Vanya akhirnya dapat menarik nafas lega. Ternyata apa yang dialaminya hari ini jauh berbeda dengan apa yang ditontonnya di aplikasi pemutar video di handphonenya. Selesai ke delapan pasangan melakukan perkenalan dan wawancara, beralih ke acara pemberian nasihat oleh bagian kerohanian, kemudian dilanjutkan dengan pengenalan bhayangkari oleh ibu ketuanya. Kemudian acara ditutup dengan doa dan sesi foto. Satu per satu pasangan juga keluarganya, meninggalkan aula tempat acara berlangsung.

"Kita makan siang dulu ya," ucap Erin. Frans melirik jam yang melingkar di tangan kirinya yang telah menenjukkan pukul setengah dua belas siang.

"Iya, Ma," sahut Charles.

"Yuk, Bu Besan. Biar mereka satu mobil," ajak Erin sambil menggandeng tangan Mama.

Dengan mengendarai mobil terpisah, mereka menuju rumah makan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • DUDA POLISI BUCIN   Terluka

    Pagi ini Vanya dan Charles dengan membawa Charlos, mereka pergi nyekar ke makam Kirana. Ini adalah kali pertama bagi Charlos pergi bersama Vanya dan papanya, dan juga kali pertama buat Charlos ke makam ibunya. Dengan mengenakan kaos biru dan celana jeans hitam, Charlos tampak serasi dengan Vanya dan juga Charles yang sama-sama mengenakan baju berwarna biru. Walau ini hanya kebetulan. "Ayuk kita turun. Charlos Tante gendong ya." Vanya keluar dari mobil yang pintunya telah di bukakan oleh Charles terlebih dulu. Cuaca sangat cerah saat ini. Sinar matahari mengintip dari balik daun-daun di pohon yang berbaris di sepanjang jalan makam. Charles langsung meletakkan seikat bunga di atas makam Kirana. Seperti biasa, ia berjongkok dan mengelus-elus nisan Kirana. "Charlos, ini makam ibunya Charlos ya. Sekarang ibunya Charlos sudah ada di surga. Walau Charlos gak pernah ketemu, tapi ibunya Charlos itu sayang banget sama Charlos." Vanya setengah berbisik di telinga Charlos. Vanya kemudian me

  • DUDA POLISI BUCIN   Salah Sebut

    Sabtu yang bertepatan dengan akhir bulan, seperti biasa, Vanya pasti lembur di kantor. Sebenarnya, kalau pagi ini Vanya gak ada kegiatan di kantor, Charles ingin mengajaknya mencarinya cincin pernikahan. Selesai membalas pesan dari Charles, Vanya kemudian asyik dengan komputer, tangannya lincah memainkan mouse berwarna hitam, mencari lalu membaca beberapa artikel parenting sebagai tambahan ilmu untuk diterapkannya saat mengasuh Charlos nanti. Walau pasti nantinya, Erin akan tetap lebih dominan dalam mengasuh Charlos. Tapi paling sedikit banyak ia sudah memiliki ilmu parenting. "Mbak, ini ada yang nungguin di pos satpam. Tinggi gagah, Mbak," ucap pak satpam saat Vanya mengangkat gagang telepon. "Siapa ya? Wisnu?" Gumam Vanya. Di ujung telpon terdengar pak satpam menanyakan pada orang tersebut. Sayup-sayup Vanya mendengar orang tersebut menyebutkan namanya dengan nada sedikit keras. Buru-buru Vanya menutup telpon, mematikan komputernya, dan pamit pulang duluan dengan Pak Irwan. "A

  • DUDA POLISI BUCIN   Rapat Keluarga

    Di kantor, Vanya baru saja selesai menghadap pimpinan kantor cabangnya, perihal pengajuan cuti nikahnya. Begitu ia membuka pintu, di depan sudah berdiri Bu Nita."Eh, Pagi Bu," sapa Vanya."Pagi," sahut Bu Nita sambil melirik kertas yang dipegang Vanya di tangan kirinya. "Mau cuti ya.""Iya, Bu," jawab Vanya lagi dengan senyum ditahan lantas berlalu dari hadapan Bu Nita dan menuju ruangan Weni untuk memberikan pengajuan cutinya yang sudah disetujui oleh atasan."Semoga lancar sampai hari H ya," ucap Weni sambil menerima kertas dari Vanya."Amin. Makasih ya, Wen. Aku ke atas dulu ya." Vanya beranjak dari ruangan Weni dan menuju lantai tiga.***Di ruang prioritas, Erin dan Frans datang dan dilayani oleh Reni. Tampak wajah Erin menunjukkan ketidaksukaan pada Reni mengingat cerita yang didengarnya dari Vanya tempo lalu."Diminum, Om, Tante," ucap Reni saat seorang laki-laki berseragam biru meletakkan dua cangkir teh."Iya. Makasih," jawab Erin datar.

  • DUDA POLISI BUCIN   Nikah Ini

    Mama masuk ke kamar Vanya dan melihat anak gadisnya itu meringkuk di dalam selimut. Ia lantas berjalan mendekat dan mengecek keadaan Vanya karena waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi."Kamu demam, Sayang?" Mama meletakkan telapak tangannya di kening Vanya.Vanya mengangguk pelan sambil memijat pelan keningnya.Satu jam kemudian Mama kembali mengecek keadaan Vanya, tapi masih sama. Anak gadisnya itu masih demam. Membiarkan pintu kamar Vanya tetap terbuka, ia kemudian membawa semangkuk bubur. Meraih handphonenya, Mama menghubungi Erin untuk memberitahu bahwa Vanya sedang sakit. Tak tinggal diam, begitu selesai menerima telepon, Erin mengajak Sandra juga Charlos menuju rumah Vanya. "Habiskan buburnya dong, Van!" seru Mama saat melihat semangkuk bubur yang dibawanya tadi masih bersisa setengah."Pahit, Ma. Gak enak.""Biasanya kalau Mama masak bubur, kamu pasti minta tambah." Mama menyuapkan bubur itu dengan paksa. "Sudah mau berumah tangga, mau ngurus anak juga, makan aja masih

  • DUDA POLISI BUCIN   Bete

    Hari ini Vanya mengajukan ijin satu hari untuk mengurus syarat-syarat dan kelengkapan berkas pernikahannya. Setelah mendapatkan surat kesehatan, mereka lanjut ke studio foto. Iseng sang fotografer menanyakan soal foto prewedding yang ditanggapi dingin oleh Charles. Melihat sikap Charles, gadis itu hanya bisa menghela nafas pelan, walau sebenarnya ia sangat ingin memiliki foto prewedding seperti orang kebanyakan. Namun keinginannya itu ia simpan sendiri saja karena tidak ingin menimbulkan harapan palsu.Akhirnya semua berkas-berkas yang diperlukan untuk dokumen kantor Charles sudah selesai."Mama, ke belakang sebentar ya," pamit Mama meninggalkan mereka berdua di ruang tamu. Rasa ingin tahu membawa Vanya melihat beberapa video nikah kantor di dunia maya."Emang kaya gini ya?" Vanya menunjukkan layar handphonenya pada Charles."Kurang lebih kaya gitu."Vanya kemudian terlihat serius menonton video itu sampai selesai. Ia mulai mempersiapkan jawaban yang mungkin akan ditanyakan nanti."Ka

  • DUDA POLISI BUCIN   Dinas

    Vanya akhirnya berkata jujur saat Reni terus bertanya mengenai hubungan dengan Charles. Tidak mungkin ia terus menutupi hal ini karena lambat laun Reni juga pasti tahu. Raut wajahnya langsung berubah mendengar jawab Vanya. Sepanjang penerbangan mereka juga tidak saling bicara hingga tiba di hotel tempat mereka menginap. Entah siapa yang sudah mengatur, Vanya malah satu kamar dengan Reni. Meletakkan kopernya di dekat kasur, Vanya lantas masuk ke dalam kamar mandi setelah Reni keluar.“Aku mau keluar, kamu mau nitip makan?” tanya Reni pada Vanya yang masih berada di kamar mandi."Nggak, Ren," jawab Vanya keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan wajahnya.Vanya kemudian mengecek handphonenya yang sedari tadi masih dalam mode pesawat. Terlihat di layar handphonenya banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari Charles. Gadis itu hanya bisa menghela nafas membaca satu per satu pesan yang Charles kirimkan. "Ya ampun!" seru Charles di ujung telepon begitu ia berhasil menghubungi Vanya. "

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status