Setelah nyekar ke makam Papa, Yuda melajukan mobilnya menuju hotel tempat akad dan resepsi pernikahan Vanya dan Charles akan digelar. Begitu memasuki lobby hotel, tampak di depan Om Hendro dan istrinya melambaikan tangan.
"Sudah lama ya?" tanya Mama. "Baru sampai, Kak," jawab Om Hendro. Mama dan Vanya berjalan menuju meja resepsionis, sementara Yuda dan Nadia duduk menemani Om Hendro ngobrol. "Pagi Mbak, atas nama Erin ..." nada suara Vanya melemah. Nama belakang calon mertuanya pun Vanya tidak tahu. "Baik, atas nama Ibu Erin Kusuma ya. Beliau sudah reservasi beberapa room. Untuk saat ini berapa room yang ingin check in?" "Tiga room, Mbak." "Baik, kami siap dulu. Silahkan ditunggu ya," ucap petugas resepsionis ramah sambil membuka tangannya yang mengarah ke arah tempat Om Hendro duduk. "Nanti petugas kami akan mengantarkan." "Luar biasa banget keluarganya Charles ini ya? Baik banget, sampai bukain kamar segala disini," ucap Mama sambil memandang sekeliling hotel. Dekorasi yang klasik dan elegan di tambah dengan lantunan musik yang terdengar merdu menambah kesan mewah hotel ini. Vanya hanya tersenyum mendengar ucapan Mama. Bingung mau jawab apa. Tak berapa lama, seorang petugas hotel datang dan membawa kunci kamar. Ia juga dengan ramah membawakan koper serta mengantarkan Vanya sekeluarga menuju kamar hotel yang terletak di lantai sembilan "Kita istirahat aja dulu, nanti jam setengah satu kita makan siang di restoran bawah sambil ngecek bagian dekorasi dan pelaminan," ujar Mama saat sampai di depan pintu kamar. "Baik, Kak," sahut Om Hendro yang kemudian masuk ke kamar bersama istrinya. Begitu juga dengan Yuda dan Nadia. Vanya meletakkan kopernya di dekat tempat tidur. Ia berjalan menuju balkon kamar dan melihat pemandangan keluar. Suasana jalan yang padat merayap, gedung-gedung pencakar langit sangat jelas terlihat dari kamarnya. "Aduh repot-repot, Bu Besan. Sebentar ya kita turun ke lobby," ucap Mama yang kemudian meletakkan handphonenya di atas meja. Vanya menghampiri Mama. "Kenapa, Ma?" "Ayuk, kita ke bawah. Omanya Charlos ngajakin kita ke salon dan spa," ujar Mama. Ia kemudian menghubungi Nadia dan istri Om Hendro untuk bergabung. "Sayang, ini di ajakan Mama ke spa, kamu jagain si kembar dulu ya," ucap Nadia sembari menghampiri Yuda yang tengah santai berbaring sambil menikmati siaran tivi. "Oke deh, yang cantik ya." Goda Yuda yang dengan cepat mendekat dan mendaratkan satu ciuman manis di leher Nadia. Sayang ciuman itu malah dibalas dengan cubitan kecil di perut Yuda yang sedikit buncit. "Sayang, Mama sebentar ya. Baik-baik sama Papa ya." Nadia mencium kening kedua anaknya secara bergantian. Vanya menggandeng tangan Mama yang berniat mengetuk pintu kamar sebelah yang dihuni oleh Yuda. "Eh, ayo," ucap Mama saat pintu kamar dibuka oleh Nadia. Di kamar sebelahnya lagi, Tante Ira, istri Om Hendro juga baru keluar dari kamarnya. Mereka berempat menuju lift dan menekan tombol angka satu. Erin dan Sandra langsung menghampiri saat melihat Vanya dan yang lain keluar dari lift. Wanita berseragam merah maroon, yang merupakan pegawai salon dan spa berjalan paling depan, menunjukkan jalan yang akan membawa Vanya dan rombongan ke surganya wanita. Begitu sampai di depan salon dan spa, mereka langsung disambut dengan 6 pegawai yang akan mentreatment mereka satu persatu. Erin sengaja memilihkan perawatan khusus bagi calon pengantin untuk Vanya. Setelah selesai pijat seluruh badan, Vanya diajak ke sebuah ruangan untuk melakukan perawatan kewanitaan. Awalnya ia menolak, toh ia juga tak berharap akan malam pertama dengan Charles, namun karena terapisnya berkeras hanya menjalankan sesuai perintah Erin, pada akhirnya Vanya manut-manut saja. Sekitar tiga puluh menit Vanya berada di ruangan dengan suhu yang lumayan panas. Bengong sendirian. Pintu ruangan diketuk dan dibuka oleh terapisnya. “Ya ampun, panas banget” gumamnya. Keringat tak berhenti mengucur membasahi badannya. "Ditunggu sebentar ya, Mbak. Saya siapkan air dan essensial oilnya." "Oke," jawab Vanya sambil duduk di bangku anyaman dan menikmati segelas jus jeruk yang tersedia. *** Di restoran hotel, keluarga Vanya dan Charles baru saja selesai makan siang. Mereka kemudian langsung menuju ballroom untuk mengecek proses dekorasi pelaminan juga check sound untuk wedding singer nanti. Dalam hati Mama, terus menerus mengucap syukur karena Vanya akan menjadi bagian keluarga dari Charles, yang sangat terlihat sayang padanya. Meskipun, status Charles yang duda seorang anak, tidak membuat nilainya menjadi kurang di mata Mama. "Oh ya, Bu Besan, MUA nya saya suruh stand by mulai dari jam setengah empat pagi, nanti Bu Besan kasih tahu sama Vanya, dia yang pertama kali di make up ya. Soalnya make up in pengantin kan lama," ucap Erin. "Iya, Bu Besan," sahut Mama sambil tersenyum. "Semoga besok, acara kita ini berjalan lancar ya." "Amin." Ucap yang lain bersamaan. Dari kejauhan tampak Vanya datang. Berjalan perlahan dengan rambut terurai, menghampiri Mama dan juga Erin di tengah ruangan. "Wah, calon manten, sudah kinclong aja nih," ucap Erin sambil tersenyum. “Tante bisa aja,” kata Vanya malu. Charles yang berada agak jauh di depan, menengok ke belakang dan melihat Vanya. Matanya seolah enggan berkedip. Lehernya pun seolah terpaku, menatap hanya ke arah Vanya. Walau hanya melihat Vanya dari jauh, ia dapat melihat wajah Vanya yang tampak manis dengan senyum mengambang di bibirnya. Rambut coklatnya yang dibuat ikal membuat Vanya tampak sangat menggemaskan, membuat hatinya tiba-tiba bergejolak. "Maaf Pak ... Pak," panggil laki-laki yang berdiri di sampingnya yang bertugas sebagai penanggung jawab ruangan. "Charles," sergah Papa. "Kamu ini, diajak ngomong malah liatin calon istri aja dari tadi," ucapan Frans membuat beberapa orang di sekitar mereka tersenyum menahan tawa. Charles memalingkan wajahnya dan mulai berdiskusi lagi mengenai dekorasi ruangan. Saat ia memalingkan wajah lagi ke belakang, tidak ada siapa-siapa, Vanya dan yang lainnya telah meninggalkan ballroom. “Astaga, semakin hari kenapa dia tampak jadi begitu sulit untuk dilewatkan” gumam Charles. Begitu selesai mengurusi masalah dekorasi, Charles pamit pergi sebentar dengan Frans. *** Selesai makan malam, mereka berkumpul di kamar Mama, membicarakan mengenai persiapan besok. Om Hendro juga sudah menginstruksi di grup WA keluarga, agar seluruh keluarga sudah harus berada di tempat acara setengah jam sebelum acara dimulai. Merasa semuanya yang perlu dibicarakan sudah selesai, Om Hendro dan Tante Ira pamit untuk istirahat duluan. "Ma, keluar sebentar ya," ucap Vanya. "Nggak boleh. Udah malam gini mau keluar kemana? Besok itu hari pernikahan kamu, mbok ya kamu istirahat siapin fisik juga mental," ucap Mama. Vanya memandang Yuda dengan tatapan memelas. "Biar Yuda temenin, Ma." "Kalian jangan lama-lama di luar." Pesan Mama. "Sebentar ya, Sayang," pamit Yuda pada Nadia. Mobil Yuda keluar dari parkiran hotel, melaju di atas jalan raya yang sudah mulai kehilangan kuasanya oleh deretan mobil yang dengan rapinya berbaris menunggu giliran bisa keluar dari jalur kemacetan. "Emang kamu mau kemana sih? Malam minggu kaya gini jalanan kan macet," ucap Yuda sambil menyetel radio mobilnya. "Pengen muter-muter aja, Bang. Nanti kan kalau sudah merid mana bisa bebas lagi jalan-jalan kaya gini. Nongkrong di cafe sampe malam. Pulang kerja sudah ada tanggung jawab yang harus dikerjakan di rumah," ujar Vanya. Ia meminta Yuda menepi, memarkirkan mobilnya di depan kedai gelato. "Yakin mau makan es krim?" "Gelato, Bang. Ini gak sama kaya es krim," ujar Vanya. Selesai membayar pesanan gelato, mereka duduk di bangku yang tersedia di depan gerai. Tak sampai lima menit gelato pesanan mereka datang. "Abang ke toilet sebentar ya," pamit Yuda dengan terburu-buru. Sedang asyik menikmati gelato vanila dengan toping potongan kiwi, seorang laki-laki mengenakan celana pendek, kaos hitam, dan topi datang mendekat. "Calon pengantin makan es krim sampe dua porsi, entar baju pengantinnya gak muat lho," goda orang itu sambil membuka topinya dan duduk di samping Vanya. "Ih, Bang Wisnu. Ini punya Yuda, dia lagi ke toilet," ucap Vanya sambil menggeser badan sedikit menjauh dari Wisnu. "Oh, ada Yuda juga. Gak di pingit kamu?" "Gak ada pingit-pingit, Bang." Vanya tertawa kemudian menyendok gelatonya. Tanpa disadarinya, Charles yang tengah mengendarai mobil dengan kecepatan sedang tak sengaja melintas di depan kedai gelato itu, melihat ia dan Wisnu tampak asyik mengobrol. Setelah mendapatkan tempat parkir, Charles turun dari dalam mobil dan berjalan dengan langkah lebar menuju kedai itu. “OMG, kenapa dia bisa ada di sini? Semoga dia gak marah-marah” gumam Vanya dalam hati. Untunglah, Yuda datang terlebih dahulu sebelum Charles sampai. "My bro ..." Yuda langsung memeluk Wisnu. "Charles," ucap Yuda lagi saat melihat calon adik ipar itu sudah ada di depannya. "Lagi pada seru ngumpul nih," ucap Charles basa basi. "Eh, kamu pulang sekarang aja sama Charles. Sudah jam setengah sepuluh ini, Abang mau ngobrol dulu sama Wisnu." Perintah Yuda. "Iya, iya," jawab Vanya. Ia membawa serta gelatonya yang masih lumayan banyak itu. Vanya membiarkan Charles berjalan lebih dulu. Ia sudah bisa menduga, pasti Charles bakal mencak-mencak di dalam mobil, jadi ia mendinginkan hatinya dulu dengan memakan gelato vanilanya tadi. Baru saja mobil berjalan sebentar, Charles sudah menghujani Vanya dengan pertanyaan dan pernyataan yang membuat darah Vanya mendidih. Ia menarik nafas dalam-dalam dan membiarkan Charles menyelesaikan amarahnya. Daripada meladeni emosi Charles yang masih membara, ia lebih memilih menikmati sisa gelatonya yang makin terasa enaknya di suapan terakhir. "Nih, kamu kayaknya perlu makan ini supaya otak kamu dingin!" Vanya menyuapkan sendok berisi gelato ke dalam mulut Charles. Ia tak berkutik dan menikmati saja gelato yang memenuhi ruang mulutnya. Gelatonya memang terasa enak. Namun secara tiba-tiba, Charles menatap Vanya tajam. "Sepertinya kamu memang ada hati sama Wisnu ya? Sampai kamu diam-diam ketemu dia di belakang aku! Kan aku sudah pernah bilang sama kamu, kalau kamu ketemu sama laki-laki lain, kamu harus izin sama aku!" "Kamu gak usah berlebihan ya, Charles! Yang kamu bilang ke aku itu, kalau aku pulang dengan laki-laki lain, baru aku harus izin sama kamu. Ini aku hanya ketemu dengan Wisnu, dan itu pun gak sengaja. Apa aku harus minta izin juga sama kamu?!" Vanya menggelengkan kepala tak habis pikir. "Pokoknya aku gak suka!" serunya sambil memacu sedikit lebih kencang laju mobilnya. "Dengar ya, aku memang ada perasaan sama kamu sejak lama sampai saat ini, tapi melihat sikap dan perangai kamu kaya ini, aku jadi berpikir dua kali untuk menikah sama kamu besok!" teriak Vanya penuh emosi. Mobil Charles memasuki area parkir hotel. Dengan cepat Vanya keluar dari mobil dan berjalan menuju lift. Di belakangnya tampak Charles berlari mengejar Vanya yang bersiap hendak menekan tombol angka sembilan di dinding lift. Namun pintu lift tak jadi menutup karena dihalangi oleh sepatu Charles. Baru naik dua lantai, pintu lift terbuka dan masuk sekitar enam orang entah dari mana memenuhi ruangan lift, spontan Charles menarik tangan Vanya dan memposisikan Vanya di depannya. Tinggi badan Vanya yang kalah jauh dengan Charles, dan posisi berdirinya yang membelakangi Charles, membuat posisi lehernya tepat berada di depan wajah Charles. Rambut-rambut halus di sekitar lehernya tertiup kecil oleh hembusan nafas Charles yang besar, membuat Vanya merinding sekaligus geli. Charles memiringkan kepalanya sedikit dan mendaratkan bibir tipisnya tepat di leher Vanya. Mengecupnya pelan selama beberapa detik. Merasakan sesuatu yang hangat dan lembut menyentuh lehernya, Vanya tak kuasa menolak, karena hati dan perasaannya pun menerima semua perlakuan manis Charles. Charles melepaskan kecupannya beberapa detik sebelum pintu lift terbuka. Gadis itu melangkahkan kaki berusaha meninggalkan Charles, tapi ia malah terhenti oleh panggilan masuk dari Erin. Charlos dari tadi tak berhenti menangis, terang Erin di sambungan telepon. "Ma, Vanya di kamar Sandra ya malam ini, Charlos lagi rewel, gak mau tidur," ucap Vanya di ujung telpon. "Iya, tadi Omanya Charlos sudah telepon Mama. Kalau Charlos sudah tidur, kamu juga langsung tidur ya. Supaya besok keliatan fresh." "Oke, Ma," jawab Vanya. Ia memasukan handphonenya dan berbalik. "Kamu mau kemana?" selidik Charles. "Ke kamar Sandra, dari tadi Charlos gak berenti nangis." Tangannya diraih cepat oleh Charles, membuat langkah Vanya terhenti. "Kamu masih berpikir dua kali untuk acara besok?" tanya Charles. "Gak tahu," ucapnya ketus meninggalkan Charles. Begitu memasuki kamar, tampak Sandra tengah menggendong Charlos yang masih menangis sesenggukan. "Udah dari tadi dia nangis, San?" tanya Vanya sambil mengelus-elus rambut Charlos. "Iya, Kak. Tiba-tiba aja, padahal tadi dia sudah tidur." "Mimpi buruk kali, coba Kakak gendong," ucap Vanya. Ia mengambil Charlos dengan lembut dari gendongan Sandra. Ia menimang-nimang Charlos. “Ayo anak baik, aunty gendong tapi harus bobo ya." Erin datang membawakan sebotol sufor. Tangis Charlos mulai mereda berganti dengan mulutnya yang menguap lebar. Dengan telaten ia menimang Charlos sambil memberikan susu. Charles yang berada di depan connecting door tampak tersenyum. Setelah setengah jam menimang-nimang, Charlos akhirnya dia tertidur juga. Namun saat Vanya menjauh Charlos langsung menangis nyaring. "Udah, Kak Vanya tidur di sini aja. Di samping Charlos." saran Sandra. Vanya pun naik ke atas tempat tidur dan tidur di samping Charlos. Pelan-pelan Charles melangkahkan kakinya, mengagetkan Sandra. "Abang ngapain sih? Bikin kaget Sandra aja, udah jam dua belas belum tidur juga," "Anu ... Ada nyamuk di kamar," ucap Charles. Mata melirik ke arah Vanya dan Charlos. "Alasan aja Bang Charles nih, mana ada nyamuk di sini. Mereka udah tidur, sana gih Abang juga tidur. Belum halal Abang tidur di sini," ucap Sandra sambil menarik selimut. Charles berbalik dan masuk ke kamar.Vanya mengirim screenshot percakapan grup kepada Charles. Percakapan grup istri-istri polisi yang tengah berencana untuk membentuk arisan di luar arisan yang setiap bulan rutin dilakukan, meskipun Vanya belum pernah sekalipun bergabung.Ikut aja, nanti tiap bulan aku yang transfer uang arisannya."Baik bener suami," bisiknya sambil membalas pesan Charles.Uang arisan sebanyak lima ratus ribu itu lumayan untuk Vanya, walau gajinya masih bisa menutupi tapi rasanya sedikit berat. Tapi kalau Charles sudah bilang bahwa dia yang akan membayarkannya, dengan senang hati diterimanya. Selama ini untuk masalah gaji Charles, Vanya tidak pernah mencampurinya. Ia juga tidak pernah meminta jatah pada Charles karena merasa gajinya lebih dari cukup. Sebagian gaji yang diterimanya, Vanya beri untuk Mama karena ia tahu, gaji pensiunan almarhum ayahnya hanya cukup untuk keperluan setiap bulan saja. Dan itu sudah jadi komitmennya dengan Yuda juga.***Sebelum pulang ke rum
Dengan sigap Charles menarik Vanya sebelum Vanya benar-benar terjatuh dari tempat tidur."Kamu tidur kayak main kungfu aja. Kalau gak cepet aku tarik, pasti sudah jatuh kamu," ucap Charles."Untung cuma mimpi." Vanya mengatur nafasnya. "Mimpi apa?" tanya Charles."Gak mimpi apa-apa kok.""Kalau gak mimpi apa-apa kenapa sampai mau jatuh dari tempat tidur?" Charles tetap ngotot bertanya. Penasaran."Bukan apa-apa," jawabnya sambil berbalik membelakangi Charles. Mencoba untuk tidur lagi, karena jam baru menunjukkan pukul setengah dua belas malam."Atau jangan-jangan kamu mimpiin aku ya," goda Charles sambil mencolek telinga Vanya."Enggak. Pede banget sih kamu," ucap Vanya seraya memuk pelan tangan Charles."Terus mimpi apa? Mimpi hamil ya?" tebak Charles."Enggak, enggak, enggak." Dengan cepat Vanya membantah."Jadiin kenyataan aja mimpi kamu yuk." Perkataan Charles membuat Vanya bergid
Setelah penantian dan perjuangan yang cukup lama, hari ini akhirnya Sandra diwisuda juga. Bertempat di salah satu ballroom hotel di Jakarta, wisuda akan dilakukan mulai jam sepuluh pagi.Dari pagi Sandra sudah sibuk di make up oleh MUA yang dipanggil ke rumah. Sementara menunggu giliran make up, Vanya membenahi Charlos, mengganti bajunya dan menyiapkan beberapa cemilan untuk Charlos nanti selama di sana."Kamu ikut kan?" tanya Charles pada Vanya yang belum berganti pakaian."Kalau gak ikut kenapa emangnya?" tanya Vanya sambil membuka lemari pakaian, memilihkan pakaian yang akan dikenakan Charles."Kalau kamu gak ikut nanti aku dikira masih single lagi," ucapnya santai sambil bermain handphone dengan Charlos di atas tempat tidur."Iya tahu, yang punya sejuta pesona. Aku mah apa atuh," ucap Vanya."Charlos, coba kita lihat dulu muka Aminya," ucap Charles mendekati Vanya seraya menggendong Charlos."Apaan sih," ucap Vanya saat Charles mencoba menggodany
Dari sekian kali acara arisan keluarga yang dihadiri oleh Vanya dan mertuanya tanpa kehadiran Charles, baru kali ini ada kejadian yang tak mengenakkan di hatinya. Pertanyaan tantenya Charles membuatnya merasa kecil tak berarti. "Kenapa, Sayang?" tanya Erin mendekati Vanya. Meski selama acara Erin tak selalu berada di dekat Vanya dan Charlos, ia tetap mengawasi menantunya itu dari jauh. "Gapapa, Ma." Vanya memasang senyum palsu. “Perasaan kemarin dia fine-fine aja. Kenapa tiba-tiba dia nanyain soal anak sih? Pakai bilang gak subur lagi” gerutu Vanya dalam hati. Ia mengatur nafasnya yang sedikut menggebu menahan amarah. "Yakin gapapa?" Erin memastikan lagi. "Iya, Ma." Kembali Vanya menampilkan senyum palsu. Rasanya pengen cepet-cepet pulang aja dari sini. Ia mengajak Charlos ke halaman depan bermain bersama sepupu-sepupunya yang lain. "Hai, Kak," sapa salah seorang sepupu Charles yang usianya tak beda jauh dengannya. "Hai," sahut Vanya sambil tersenyum. "Sandra gak ikut y
Sedikit kesal sih karena pagi-pagi Charles sudah pamit pergi kerja duluan, dan menyuruh Vanya untuk ikut dengan Sandra. Tak ada kata-kata yang berarti keluar dari mulut Charles pagi ini, pada hal hari ini adalah tepat satu tahun mereka menikah. Entah lupa atau sengaja, Vanya tak tahu. Ia memutuskan untuk tidak ambil pusing dengan sikap Charles dan menyimpannya dalam hati saja. Setelah siap dengan pakaian kerjanya, ia mengajak Charlos keluar dari kamar. Semenjak Vanya resmi menjadi Aminya Charlos, yang biasanya Charlos jarang bangun pagi, kini berubah. Ia selalu bangun pagi seolah ingin selalu mengantarkan Vanya pergi bekerja."Happy Anniversary yang pertama ya Aminya Charlos. Semoga kalian selalu bahagia, Amin," ucap Erin saat Vanya tiba di ruang makan."Amin." Frans pun turut mengamini ucapan Erin."Makasih ya, Mama, Papa. Semoga kita semua selalu bahagia, Amin," ucap Vanya. Ia menarik kursi dan duduk di samping Charlos yang telah anteng di atas kursi bayinya."Tadinya sih mau ajak d
Vanya memandangi kalender yang ada di atas meja dan membolak tiap lembar. Ia tampak memikirkan sesuatu. Kalau dihitung-hitung, ini sudah hampir satu tahun mereka menikah. Tepatnya, tiga hari lagi, genap satu tahun usia pernikahan mereka. Sebenarnya ia tak berekspektasi yang berlebihan di hari jadi mereka ini. Charles ingat saja, itu sudah hal yang luar biasa. Syukur.Belakangan ini, Vanya merasa kalau hubungannya dengan Charles jauh lebih baik dari sebelumnya. Walau kadang masih sering berdebat kecil.“Kamu mau cuti? Dari tadi liatin kalender terus," ucap Tyas."Gak sih, belum ada rencana," jawab Vanya cengengesan."Terus?""Liatin kapan gajian, udah menipis soalnya, hahahaha …." ucap Vanya."Ah, kayaknya kamu termasuk golongan orang yang uangnya gak berseri deh.""Amin Ya Allah," sahut Vanya seraya menengadahkan tangannya. Vanya mengamini saja ucapan Tyas, meski tahu yang dimaksud Tyas adalah mertuanya.Setelah membereskan meja, Vanya, Tyas, dan yang lain menuju aula kantor untuk me