Badannya terasa diguncang serta sayup-sayup terdengar namanya dipanggil. Sambil mengucek mata, Vanya berusaha mengumpulkan kesadarannya. Rasanya baru sebentar ia memejamkan matanya, tapi sekarang harus dipaksa membuka mata lagi.
"Kak, udah jam setengah empat. MUA nya sudah datang," ucap Sandra. "Iya, San. Kakak ke kamar dulu ya." Dengan pelan Vanya turun dari tempat tidur, takut membuat Charlos terbangun. Ia berjalan sempoyongan menuju kamar Mama. Dari depan pintu kamar Mama yang terbuka lebar, nampak jelas MUA yang tengah mempersiapkan alat make up. "Ayo kamu mandi dulu sayang," ucap Mama saat melihat Vanya masuk ke dalam kamar. "Iya, Ma," sahut Vanya sambil menguap. Ia mengambil sebotol air minum di atas meja dan meminumnya, menyisakan setengah botol. Ia segera masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri. “Lancarkan hari ini ya Tuhan, amin” gumamnya sambil menatap diri di depan cermin. "Mbak Vanya sudah siap?" tanya seseorang dari luar sambil mengetuk pintu. Ia melangkahkan kaki dan membuka pintu kamar mandi, lantas menuju kursi yang telah disiapkan. Wanita berkacamata itu memperkenalkan diri sebelum mulai merias Vanya. Dengan cekatan dan penuh konsentrasi wanita itu memoles wajah Vanya. Entah berapa banyak make up telah menempel di wajahnya agar ia terlihat beda saat acara nanti. Hingga waktu menunjukkan pukul setengah tujuh pagi ia belum juga selesai. Pintu kamar diketuk pelan, saat Mama membuka pintu dan nampak dibaliknya Tante Ningsih yang membawa gaun pengantin dan petugas layanan kamar datang. "Vanya, kamu cantik banget." Puji Tante Ningsih saat melihat Vanya. Vanya hanya tersenyum mendengar pujian itu karena dari tadi ia menahan kantuk juga lapar. "Selamat ya, Bu. Di lancarkan semua acaranya," ucap Tante Ningsih lagi sambil menyalami Mama. Sambil membawakan sepiring omelet, potongan buah apel dan juga segelas air hangat, Mama menghampiri dan minta izin untuk menyuapi Vanya. "Ma, masih belum kenyang." Rengek Vanya. "Ada roti sih, tapi nanti kamu malah kekenyangan," "Daripada Vanya kelaparan," ucap Vanya lagi. Ia membenarkan posisi duduknya, bokongnya agak sedikit pegal dari tadi duduk. Mama mengambilkan roti coklat yang dari tadi berada di meja. Akhirnya, urusan wajah telah selesai hanya tinggal memoleskan lipstik saja di bibir Vanya. Kini berganti asistennya yang mulai mengeluarkan kemampuannya dalam menata rambut. Ia menyasak sedikit rambut bagian atas agar tampak bervolume, kemudian mengepang sebagian rambut Vanya dan membentuk bun. Sederhana namun tak mengurangi kecantikan Vanya hari ini. Dengan dibantu Mama dan Tante Ningsih, Vanya mengenakan baju pengantinnya. Dengan sedikit perjuangan, akhirnya baju pengantin itu dapat terkancing sempurna. Pengaruh Vanya sarapan terlalu banyak, perutnya jadi sedikit membuncit. "Ya ampun Kak Vanya cantik banget!" seru Sandra yang datang dengan membawa beberapa laki-laki yang memegang beberapa kamera di tangannya. Vanya sambil tersenyum malu. Sandra kemudian beberapa orang itu untuk mengambil video dokumentasi. "Pasti Bang Charles, langsung jatuh cinta nih sama Kak Vanya." Bisik Sandra selesai berswafoto. Vanya sambil nyengir mendengar ucapan Sandra barusan. “Vanya gak usah kebanyakan ngarep sama Papanya Charlos itu. Dia bersikap baik aja udah syukur” gumamnya dalam hati. Kamar Mama kemudian menjadi sangat penuh dengan kehadiran keluarga yang ingin berswafoto dengan Vanya. Sandra yang memang ditugaskan untuk mendampingi keluarga Vanya, ikut merasakan atmosfir kebahagian di sini. Diam-diam dia memotret Vanya yang tengah tersenyum dan mengirimkan foto itu pada Abangnya. Charles yang sudah berada di ballroom dan duduk di depan penghulu, tersenyum melihat foto yang dikirimkan Sandra. “Lancarkan lah hari ini ya Tuhan dan jangan biarkan sikapku membuat Vanya jadi marah” gumamnya dalam hati. Ia memasukan ponselnya ke dalam saku seraya menarik nafas dalam-dalam. Ruangan yang begitu luas tiba-tiba dirasanya menjadi sempit saat Om Hendro selaku wali untuk Vanya dan Yuda datang menghampirinya. Padahal ini bukan yang pertama kali baginya, namun entah mengapa hati dan perasaannya sangat tak karuan. Gugup, takut, cemas bercampur jadi satu. Sejuknya ac pun tak dirasakannya. Keringat mulai membasahi punggung dan muncul di keningnya. Tepat pukul setengah sembilan pagi, semua orang yang berada di ruangan itu mengatakan kalimat pamungkas yang mengakhiri semua rasa gundah yang dirasakan Charles. Satu kalimat yang terdiri dari tiga huruf itu. Ya kalimat itu terdengar lantang dari setiap mulut orang yang berada di sana, disambung dengan riuhnya ucapan syukur dan tepuk tangan. SAH Charles menarik nafas lega. Iya mengambil sapu tangan dari sakunya dan mengelap peluh di keningnya. Dari ujung pintu, tampak Vanya berjalan anggun diiringi oleh sepupu dan teman-temannya, berjalan ke tengah-tengah ruangan menghampiri Charles yang berdiri gagah dengan mengenakan setelan jas hitam. Vanya dan Charles, masing-masing dari mereka sama-sama belum percaya dengan hari ini. Hari pernikahan antara mereka berdua ternyata benar-benar terjadi. Di dalam hati, mereka sama-sama saling memuji penampilan satu sama lain. Wadah bulat berwarna merah yang berisi sepasang cincin, terpajang manis di meja berdampingan dengan buku nikah. Vanya dan Charles kemudian duduk berdampingan dan menandatangani buku nikah masing-masing. Setelah mengambil foto dengan saling menunjukkan buku nikah, kini mereka dipandu oleh MC untuk berdiri dan saling berhadapan untuk saling memasangkan cincin kawin. Sandra memegangi wadah bulat tempat cincin itu. Ia mesem-mesem sendiri melihat Abangnya yang tampak gugup saat memasangkan cincin di jari yang konon katanya pembuluh darahnya langsung menuju jantung. Riuh suara tepuk tangan memenuhi ruangan yang cukup menampung kurang lebih seribu orang itu. "Selamat untuk kedua mempelai. Ya, ini yang sudah kita tunggu-tunggu, silahkan untuk kedua mempelai saling memberikan kecupan sayang," ucap MC yang membuat Vanya dan Charles jadi bingung. “Kecupan sayang? Apa-apa ini? Harusnya kemarin ini di briefing dulu” gumam Vanya dalam hati. Charles mengangkat tangannya dan menyodorkannya pada Vanya. "Oke, tahan sebentar," ucap fotografer itu saat Vanya telah mendaratkan bibirnya di punggung tangan Charles. Sejurus kemudian, Charles mencium kening Vanya. "Sangat serasi sekali ya," ucap MC itu lagi sambil bertepuk tangan. "Sekarang untuk kedua mempelai dipersilahkan sungkem dan meminta restu kepada orang tua." Dengan dituntun Charles, mereka berdua berjalan pelan menuju ke depan pelaminan, di mana kedua orang tua mereka telah duduk di sana. Banyak doa dan ucapan syukur mengalir dari mulut kedua orang tua mereka saat prosesi sungkeman. Di dalam hati, Vanya terus mengamini ucapan dan doa-doa baik itu. Selesai berfoto dengan semua keluarga, tinggallah Vanya dan Charles di atas pelaminan. Anggota keluarga yang lain, mulai sibuk menyambut tamu yang sudah mulai berdatangan. "Kita foto-foto dulu ya, Pak." izin fotografer itu. Vanya memandang Charles dengan kening berkerut. "Ikutin aja lah," bisiknya pelan. Turut berdiri di atas pelaminan asisten fotografer yang dengan sabar mengarahkan gaya. Vanya memang tak begitu suka di foto, gayanya sedikit kaku dan tak natural. “Pose macam apa ini” batinnya saat pengarah gaya, memperagakan pose adu kepala banteng. Tak ada jarak antara tubuh mereka, mereka dapat saling mendengar detak jantung satu sama lain saking dekatnya posisi mereka. "Silahkan saling berpandangan," Perintah fotografer itu. "Satu, dua, tiga. Oke, perfect," ucapnya sambil mengacungkan jempol tanda sesi foto berdua ini telah selesai. Vanya menarik nafas lega. "Seru banget yang dari tadi foto," goda Sandra yang naik ke atas pelaminan membawakan air mineral. "Makasih ya, San." Vanya mengambil botol minum serta sedotan dari tangan Sandra, kemudian meminumnya. "Yang akur ya, Bang." Bisik Sandra di telinga Charles. Memasuki pukul sebelas siang, ruangan tempat resepsi terlihat mulai penuh. Tak hanya teman serta keluarga Charles dan Vanya saja yang datang. Kolega bisnis orang tua Charles pun turut datang. Juga beberapa teman sosialita Erin pun turut hadir. Tampak heboh saat mereka naik ke atas pelaminan dan berfoto. "Meski acara hari ini gak bisa pake prosesi pedang pora, kayaknya pernikahan kedua anaknya Jeng Erin ini lebih mewah ya. Trus Jeng Erin bilang guest star nya Kahitna lo," "Iya, Jeng." "Wah yang bener, Jeng? Kalau gitu, kita di sini aja dulu, tunggu Kahitna nya datang." Meski sayup-sayup, Vanya dengan jelas mendengar perbincangan segerombolan ibu-ibu sosialita itu. Menurut Vanya pribadi, acara pernikahan ini sangat jauh dari ekspektasinya. Sesuai pembicaraan waktu itu, sepakat pernikahan akan dilakukan secara sederhana. Tapi pada kenyataannya, ini tidak bisa di bilang sederhana, apalagi bila benar sampai mengundang Kahitna. Mungkin standar sederhana di benak Vanya berbeda dengan standar di keluarga Charles. Bila ini dibilang sederhana, bagaimana mewahnya. “Kahitna? Beneran nih Kahitna? Tante Erin tahu dari mana kalau aku suka sama Kahitna” gumamnya. Dan benar saja, lantunan merdu nan romantis suara vokalis Kahitna menyanyikan lagu Menikahimu langsung menciptakan suara riuh memenuhi ballroom. Semua tamu ikut menyanyi bersama, tak ketinggalan Vanya. Walau suaranya tak semerdu vokalisnya, namun masih layak untuk didengar. "Selamat ya," Reni dan rombongan teman kantor naik ke atas panggung dan bergantian memberikan ucapan selamat kemudian berswafoto. "Sekali lagi selamat ya, Van. Keren banget sih sampe ada Kahitna," ucap Weni sambil memeluk Vanya sebelum turun dari panggung. "Makasih ya, Wen." Vanya tersenyum. Tiga vokalis Kahitna berjalan membaur ke arah tamu-tamu dan salah satu vokalis naik ke atas panggung lalu bernyanyi di depan pasangan pengantin baru itu. "Selamat ya," ucap Wisnu sambil menjabat tangan Charles. "Selamat ya, Dek." Vanya menyambut uluran tangan Wisnu seraya tersenyum. "Foto dulu, Nu." kata Yuda seraya memberi kode pada fotografer. Dengan cepat, Charles menarik tangan Vanya sehingga yang tadinya posisi Vanya bersebelahan dengan Wisnu, berganti menjadi Charles yang berdiri di samping Wisnu. Vanya tertawa dalam hati melihat perilaku Charles. Begitu mereka turun, Vanya meraih handphonenya dan mengajak salah satu vokalis untuk berswafoto. "Yuk," ajak Vanya pada Charles. Memasuki pukul tiga sore, tamu sudah mulai berkurang hingga Vanya dan Charles bisa beristirahat sejenak. “Akhirnya makan juga” gumamnya sambil menyantap makanan yang tersaji. Saat tengah asyik makan, Erin datang bersama dengan Ibunya Kirana. "Santai saja," ucapnya saat melihat Vanya menyudahi makannya. Ia kemudian memberi selamat kepada Vanya dan Charles. "Makasih ya, Ma," ujar Charles. "Maaf ya saya datangnya sangat terlambat, tiba-tiba ada saudara yang bertamu ke rumah. Gak enak kalau ditinggal," terangnya. Ia tersenyum ke arah Sandra yang datang dengan menggendong Charlos. "Halo sayang Oma, sekarang ada Mama Vanya yang sayangnya pasti sama dengan mama Kirana, selalu bahagia ya." Sebuah ciuman manis mendarat di kening Charlos. *** Niat Vanya yang ingin berganti baju di kamar Mama, tak berjalan mulus pasalnya koper dan barang-barang yang dia bawa telah dipindahkan ke kamar Charles. Masih mengenakan gaunnya, Vanya masuk ke kamar mengikuti Charles yang telah masuk terlebih dulu. "Kamu tunggu di sini aja, jangan masuk ke kamar, aku mau mandi," perintah Vanya. Tanpa menunggu jawaban dari Charles, ia langsung masuk ke kamar dan mengunci pintunya. Namun saat ia berusaha membuka gaun, ternyata tangannya tak sampai meraih resleting bajunya. “Aduh ini gimana mau buka bajunya” gumamnya sambil terus berusaha menggapai resleting bajunya. “Masa iya minta bukain sama Charles” Vanya mulai gusar. Ia membuka kopernya dan mengeluarkan baju gantinya. Sambil terus memutar otak mencari solusi agar bisa membuka gaunnya tanpa bantuan orang, Vanya mengambil membersih make upnya dan mulai mengusap pelan wajahnya yang di rasanya sangat tebal akibat make up yang berlapis-lapis. "Astaga, dari tadi kamu ngapain aja?" Charles masuk dan kaget Vanya masih lengkap mengenakan gaun pengantinnya. Vanya menoleh sambil mengelus-elus dada, terkejut. "Gaunnya gak bisa di buka!" serunya. Charles berjalan mendekati Vanya. "Ngapain?" "Mau bukain baju kamu," ucapnya santai. Reflek Vanya membalikkan badannya. Terlihat jelas wajahnya menyiratkan ketakutan dan kegugupan. Charles memegang bahu Vanya dan memutar badannya, dengan pelan ia menarik resleting gaun Vanya. Pemandangan indah tersaji di depan mata Charles saat ini. Matanya seolah enggan berkedip menatap indah lekuk badan Vanya. Merasakan ada gejolak di dalam dirinya, Charles segera mengalihkan pandangannya dan masuk ke dalam kamar mandi. “Ya Tuhan” Vanya merasakan detak jantungnya berpacu dengan cepat. Ia meraih kimono yang berada di atas tempat tidur dan segera memakainya sebelum Charles keluar dari kamar mandi. Tak sampai sepuluh menit, Charles sudah keluar dari kamar mandi. Dengan hanya mengenakan handuk yang melilit bagian bawahnya, ia berjalan santai menuju kopernya yang berada tak jauh dari tempat Vanya berdiri. "Kamu mau ngapain?" tanya Vanya gugup saat Charles mulai mendekat. "Mau ngambil baju." Tangannya meraih koper di samping Vanya. "Emang mau ngapain?" tanya Charles balik. “Astaga Vanya, otak kamu kenapa” gumamnya sambil berlalu meninggalkan Charles. Di dalam kamar mandi, ia menikmati berendam di dalam bath up. Menyalakan lilin aroma terapi membuatnya rileks setelah seharian berdiri menghadapi tamu di acara tadi. Sengaja ia berlama-lama di kamar mandi, karena hanya di sini ia bisa berada sendirian. Ia masih merasa canggung berada di satu ruangan dengan lawan jenis yang sekarang menjadi suaminya. Ia merasa malu sendiri saat melihat Charles seperti tadi. Itu pertama kalinya ia melihat setengah badan Charles. Dan tak menutup kemungkinan ia akan lebih sering melihat Charles seperti itu bila mereka sudah berada di rumah. Meski ia memiliki rasa cinta pada lelaki itu, tapi bila menghadapi kenyataan bahwa ia sendiri pun tak tahu bagaimana perasaan Charles, membuatnya bingung menempatkan posisi. *** Setelah selesai makan malam bersama keluarga besar, mereka berdua didesak untuk meninggalkan ruangan. "Pengantin baru istirahat saja sana," ucap Erin. “Kenapa jadi diusir secara halus sih? Gak boleh apa masih pengen disini” gumam Vanya. "Iya kalian istirahat aja. Sudah capek seharian," timpal Mama. "Charlos ayo sini," ucap Vanya hendak menggendong Charlos yang duduk di baby chair tepat di sampingnya. "Malam ini Charlos sama Sandra aja dulu, Kak. Kasian nanti ganggu Kakak istirahat," ucap Sandra. Perasaan Vanya makin tidak karuan. Tampak kehadiran mereka seolah tidak diharapkan. "Eh eh ... Kamu mau kemana?" Charles menghalangi pintu lift yang akan tertutup dengan kakinya. Ia kemudian masuk lagi ke dalam lift dan menekan tombol yang akan membawa mereka ke lantai dasar. "Masih jam segini, ngapain juga di kamar." Sembari Charles menuju resepsionis untuk meminta petugas membawakan mobilnya ke depan lobby, Vanya duduk di sofa lobby seraya memainkan handphonenya. "Hai.." seseorang memanggilnya dan duduk di sampingnya. "Ngapain di sini?" " ....." "Dion, temen SD kamu," ucap lelaki yang tampak parlente itu. Otaknya sudah berusaha mengingat namun ia tak menemukan sama sekali nama Dion di memori otaknya. Lelaki itu kemudian berpindah, duduk lebih dekat dengan Vanya. "Ada apa ini?" suara Charles mengagetkan. Vanya langsung beranjak dan berdiri di samping Charles. Lelaki itu kemudian tersenyum kemudian berlalu pergi. Charles memandangi Vanya dari atas sampai bawah. "Kenapa? Masih sopan kan?" tanya Vanya sambil melihat baju yang dikenakannya. "Dia aja yang otaknya kotor," sahut Charles. Mereka memasuki mobil dan berlalu pergi. *** Vanya melirik jam di tangan kanannya yang menunjukkan ke angka sebelas. Ia mencoba bersikap biasa saja saat berada di kamar. "Kamu ngapain?" tanya Vanya saat melihat Charles mengikutinya masuk ke dalam kamar mandi. "Mau buang air. Kenapa mau ikut?" “Kan aku yang duluan masuk? Harusnya kamu tunggu sampai aku selesai," Tak menghiraukan Vanya, Charles dengan santainya buang air tepat di depan Vanya "Charles!" serunya seraya memutar badan membelakangi Charles. "Kamu sendiri yang bilang, kita mulai sebagai teman. Seharusnya kamu tahu batasan teman itu seperti apa. Memangnya ada, teman lawan jenis seperti kita berada satu ruangan kaya gini?" "Sudah selesai," katanya sambil berlalu meninggalkan Vanya. Dengan ragu dia keluar dari kamar mandi dan langsung menuju tempat tidur, sementara Charles masih duduk menikmati siaran tivi. Ia menarik selimut dan menutup matanya, berusaha untuk tidur. Namun saat ranjang dirasakannya bergoyang, Vanya melonjak dan membuka selimut. "Kamu ngapain?" "Tidur lah. Emang mau ngapain?" Ia naik ke atas tempat tidur dan menarik selimut. Bulu kuduknya berdiri saat kakinya tak sengaja bersentuhan dengan kaki Charles. "Kamu mau ngapain!" "Kamu ini kenapa sih? Dari tadi ngomongnya, kamu mau ngapain terus." Charles menyibakkan selimut dan menatap Vanya. Vanya menarik nafas mencoba menenangkan hati dan perasaannya. "Aku ini lagi belajar menerima kenyataan." "Kenyataan apa?" "Kenyataan kalau aku sudah hidup dengan kamu." "Terus kamu ada masalah?" Charles membenarkan posisi tidurnya. Vanya hanya terdiam. Ia menarik selimut sedikit lebih kencang sehingga menyebabkan tubuh Charles berguling ke arahnya. "Kamu ngapain!" teriak Vanya. Saking kesalnya Charles dengan sikap Vanya yang terus-terusan membuatnya jadi salah dalam bertingkah. Ia mendekap Vanya dengan erat. Membuat Vanya susah bernafas. Jantungnya berdegup kencang. Sebenarnya begitu juga yang dirasakan oleh Charles, namun di beranikannya untuk melakukan hal itu agar Vanya berhenti membuatnya salah tingkah. "Diem ya. Sekarang tidur!" perintah Charles yang beberapa detik kemudian melepas dekapannya. ''Ya Tuhan” gumam Vanya. Ia membenamkan dirinya di dalam selimut. Meraba jantungnya yang masih berdegup kencang.Vanya mengirim screenshot percakapan grup kepada Charles. Percakapan grup istri-istri polisi yang tengah berencana untuk membentuk arisan di luar arisan yang setiap bulan rutin dilakukan, meskipun Vanya belum pernah sekalipun bergabung.Ikut aja, nanti tiap bulan aku yang transfer uang arisannya."Baik bener suami," bisiknya sambil membalas pesan Charles.Uang arisan sebanyak lima ratus ribu itu lumayan untuk Vanya, walau gajinya masih bisa menutupi tapi rasanya sedikit berat. Tapi kalau Charles sudah bilang bahwa dia yang akan membayarkannya, dengan senang hati diterimanya. Selama ini untuk masalah gaji Charles, Vanya tidak pernah mencampurinya. Ia juga tidak pernah meminta jatah pada Charles karena merasa gajinya lebih dari cukup. Sebagian gaji yang diterimanya, Vanya beri untuk Mama karena ia tahu, gaji pensiunan almarhum ayahnya hanya cukup untuk keperluan setiap bulan saja. Dan itu sudah jadi komitmennya dengan Yuda juga.***Sebelum pulang ke rum
Dengan sigap Charles menarik Vanya sebelum Vanya benar-benar terjatuh dari tempat tidur."Kamu tidur kayak main kungfu aja. Kalau gak cepet aku tarik, pasti sudah jatuh kamu," ucap Charles."Untung cuma mimpi." Vanya mengatur nafasnya. "Mimpi apa?" tanya Charles."Gak mimpi apa-apa kok.""Kalau gak mimpi apa-apa kenapa sampai mau jatuh dari tempat tidur?" Charles tetap ngotot bertanya. Penasaran."Bukan apa-apa," jawabnya sambil berbalik membelakangi Charles. Mencoba untuk tidur lagi, karena jam baru menunjukkan pukul setengah dua belas malam."Atau jangan-jangan kamu mimpiin aku ya," goda Charles sambil mencolek telinga Vanya."Enggak. Pede banget sih kamu," ucap Vanya seraya memuk pelan tangan Charles."Terus mimpi apa? Mimpi hamil ya?" tebak Charles."Enggak, enggak, enggak." Dengan cepat Vanya membantah."Jadiin kenyataan aja mimpi kamu yuk." Perkataan Charles membuat Vanya bergid
Setelah penantian dan perjuangan yang cukup lama, hari ini akhirnya Sandra diwisuda juga. Bertempat di salah satu ballroom hotel di Jakarta, wisuda akan dilakukan mulai jam sepuluh pagi.Dari pagi Sandra sudah sibuk di make up oleh MUA yang dipanggil ke rumah. Sementara menunggu giliran make up, Vanya membenahi Charlos, mengganti bajunya dan menyiapkan beberapa cemilan untuk Charlos nanti selama di sana."Kamu ikut kan?" tanya Charles pada Vanya yang belum berganti pakaian."Kalau gak ikut kenapa emangnya?" tanya Vanya sambil membuka lemari pakaian, memilihkan pakaian yang akan dikenakan Charles."Kalau kamu gak ikut nanti aku dikira masih single lagi," ucapnya santai sambil bermain handphone dengan Charlos di atas tempat tidur."Iya tahu, yang punya sejuta pesona. Aku mah apa atuh," ucap Vanya."Charlos, coba kita lihat dulu muka Aminya," ucap Charles mendekati Vanya seraya menggendong Charlos."Apaan sih," ucap Vanya saat Charles mencoba menggodany
Dari sekian kali acara arisan keluarga yang dihadiri oleh Vanya dan mertuanya tanpa kehadiran Charles, baru kali ini ada kejadian yang tak mengenakkan di hatinya. Pertanyaan tantenya Charles membuatnya merasa kecil tak berarti. "Kenapa, Sayang?" tanya Erin mendekati Vanya. Meski selama acara Erin tak selalu berada di dekat Vanya dan Charlos, ia tetap mengawasi menantunya itu dari jauh. "Gapapa, Ma." Vanya memasang senyum palsu. “Perasaan kemarin dia fine-fine aja. Kenapa tiba-tiba dia nanyain soal anak sih? Pakai bilang gak subur lagi” gerutu Vanya dalam hati. Ia mengatur nafasnya yang sedikut menggebu menahan amarah. "Yakin gapapa?" Erin memastikan lagi. "Iya, Ma." Kembali Vanya menampilkan senyum palsu. Rasanya pengen cepet-cepet pulang aja dari sini. Ia mengajak Charlos ke halaman depan bermain bersama sepupu-sepupunya yang lain. "Hai, Kak," sapa salah seorang sepupu Charles yang usianya tak beda jauh dengannya. "Hai," sahut Vanya sambil tersenyum. "Sandra gak ikut y
Sedikit kesal sih karena pagi-pagi Charles sudah pamit pergi kerja duluan, dan menyuruh Vanya untuk ikut dengan Sandra. Tak ada kata-kata yang berarti keluar dari mulut Charles pagi ini, pada hal hari ini adalah tepat satu tahun mereka menikah. Entah lupa atau sengaja, Vanya tak tahu. Ia memutuskan untuk tidak ambil pusing dengan sikap Charles dan menyimpannya dalam hati saja. Setelah siap dengan pakaian kerjanya, ia mengajak Charlos keluar dari kamar. Semenjak Vanya resmi menjadi Aminya Charlos, yang biasanya Charlos jarang bangun pagi, kini berubah. Ia selalu bangun pagi seolah ingin selalu mengantarkan Vanya pergi bekerja."Happy Anniversary yang pertama ya Aminya Charlos. Semoga kalian selalu bahagia, Amin," ucap Erin saat Vanya tiba di ruang makan."Amin." Frans pun turut mengamini ucapan Erin."Makasih ya, Mama, Papa. Semoga kita semua selalu bahagia, Amin," ucap Vanya. Ia menarik kursi dan duduk di samping Charlos yang telah anteng di atas kursi bayinya."Tadinya sih mau ajak d
Vanya memandangi kalender yang ada di atas meja dan membolak tiap lembar. Ia tampak memikirkan sesuatu. Kalau dihitung-hitung, ini sudah hampir satu tahun mereka menikah. Tepatnya, tiga hari lagi, genap satu tahun usia pernikahan mereka. Sebenarnya ia tak berekspektasi yang berlebihan di hari jadi mereka ini. Charles ingat saja, itu sudah hal yang luar biasa. Syukur.Belakangan ini, Vanya merasa kalau hubungannya dengan Charles jauh lebih baik dari sebelumnya. Walau kadang masih sering berdebat kecil.“Kamu mau cuti? Dari tadi liatin kalender terus," ucap Tyas."Gak sih, belum ada rencana," jawab Vanya cengengesan."Terus?""Liatin kapan gajian, udah menipis soalnya, hahahaha …." ucap Vanya."Ah, kayaknya kamu termasuk golongan orang yang uangnya gak berseri deh.""Amin Ya Allah," sahut Vanya seraya menengadahkan tangannya. Vanya mengamini saja ucapan Tyas, meski tahu yang dimaksud Tyas adalah mertuanya.Setelah membereskan meja, Vanya, Tyas, dan yang lain menuju aula kantor untuk me