Sudah setengah jam Vanya menunggu Charles di coffee shop bandara, tapi belum ada tanda-tanda kemunculannya.
“Kemana ya dia” gumamnya dalam hati. Ia mengambil handphone dan membuka aplikasi whatsappnya. Terlihat di profil Charles, kalau status onlinenya itu sekitar tiga jam yang lalu. Vanya memutuskan untuk menelpon Erin, ingin memastikan Charles sudah jalan atau belum. "Pagi, Tante." Sapa Vanya saat sudah ada sahutan dari seberang. "Ada apa, Vanya sayang?" tanya Erin ramah. Tiba-tiba pundaknya terasa hangat, ada sesuatu yang menyentuhnya dengan lembut. Vanya menoleh, ternyata tangan Charles. "Gak jadi, Tante. Charlesnya sudah datang." Vanta kemudian mengakhiri panggilannya. Ia lalu mengikuti Charles yang telah lebih dulu berjalan sambil membawa kopernya. Baru saja keluar dari area bandara, terdengar bunyi dari perut Charles. "Kamu lapar?" tanya Vanya. "Iya. Ada yang dikerjain di kantor, jadi lembur sampai pagi. Terus langsung jemput kamu ke sini," ucap Charles. "Kenapa kamu gak mampir sarapan dulu tadi?" “Mana enak makan sendirian” gumam Charles dalam hati. "Baru telat sebentar aja, kamu sudah langsung telepon Omanya Charlos, gimana kalau aku mampir makan dulu tadi. Mungkin kamu bakal buat pengumuman di koran." "Ngasal," ucap Vanya kesal. Namun mendengar ucapan Charles barusan, membuat Vanya jadi merasa tidak enak. Seolah ia yang menyebabkan Charles kelaparan saat ini. Meskipun sebenarnya, Charles juga yang ngotot untuk menjemputnya di bandara. Vanya kemudian membuka tasnya dan mengeluarkan roti coklat. Membuka bungkus dan menyerahkannya pada Charles. "Bang Yuda kapan datang?" tanya Charles sambil menikmati roti coklat itu. "Sore ini dari Bandung," jawab Vanya. Charles mengarahkan mobilnya memasuki salah satu rumah makan yang menyediakan gudeg. Selesai memarkir mobilnya, mereka berjalan memasuki restoran yang dari jauh sudah terdengar alunan musik keroncong. Mereka memilih tempat duduk di sisi sebelah kiri yang menyajikan pemandangan kolam ikan. "Selamat pagi, silahkan mau pesan apa?" Tanya seorang pelayan wanita seraya meletakan dua buku menu di depan mereka. "Gudeg kering sama air mineral," ujar Vanya sambil mengembalikan buku menu tadi. "Sama aja, Mbak." Sambung Charles. Sebelum pergi, pelayan tadi mengulangi pesanan Charles dan Vanya. *** Baru saja bangun dari tidurnya, Vanya dikejutkan dengan kehadiran Mama yang masuk dengan mengenakan kebaya berwarna tosca lengkap dengan bawahannya. "Cantik banget, Mama." Puji Vanya masih dalam posisi berbaring di dalam selimutnya. "Makasih, Sayang," sahut Mama sambil tersenyum. "Oh iya, kemarin Omanya Charlos telepon Mama, dia udah booking kamar hotel untuk beberapa hari kedepan, jadi besok pagi kita sama Yuda check in aja. Kamu sambil siapin baju-baju kamu ya." "Hemmm ..." Vanya bangun dari tempat tidurnya dan masuk ke kamar mandi, mencuci mukanya. Ia kemudian mengambil kopernya dan memasukan beberapa pasang bajunya. “Akhirnya sebentar lagi aku bakal meninggalkan kamar ini. Gak tahu gimana nanti aku di rumah Tante Erin. Semoga semuanya baik-baik saja” gumam Vanya dalam hati. Ia mengunci kopernya dan meletakkannya di dekat pintu. Ia keluar dari kamar dan menghampiri Mama di kamar, yang ternyata sedang membereskan pakaiannya. "Ma, gimana rasanya ya nanti tinggal di rumah mertua?" tanya Vanya sembari duduk di atas tempat tidur Mama. "Kalau mertuanya seperti orang tua Charles, yang Mama liat sih kamu pasti betah aja. Kan terlihat jelas, ibunya Charlos sayang sama kamu." "Iya sih. Tapi kan siapa tahu itu cuma akting supaya Vanya luluh dan mau menikah sama anaknya dan jadi ibu sambung buat cucunya." "Lo, kamu kok ngomongnya gitu?" "Vanya tiba-tiba jadi ttakut, a," "Takut apa? Gak ada yang perlu ditakutkan, Sayang. Mama yakin kamu bisa melewati semuanya. Setelah menikah nanti, kamu harus anggap mertua kamu itu seperti orang tua kamu sendiri. Lihat aja nanti, kalau kamu bisa ambil hati orang tuanya Charles, mereka bisa aja lebih sayang sama kamu ketimbang anaknya," ujar Mama. Vanya melingkarkan kedua tangannya di perut Mama. "Vanya sayang, Mama." Vanya meraba rambutnya yang terasa basah. Ada tetesan air yang jatuh tepat di atas kepalanya. Vanya melepas pelukannya dan mendongakkan kepala. Tampak wajah Mama sendu dan linangan air mata mengalir di pipi tirusnya. Seketika Vanya pun meneteskan air matanya. Di pandangnya lekat-lekat wajah Vanya. Anak perempuan satu-satunya, yang proses kelahirannya sangat penuh drama. Tak hanya proses kelahirannya, namun selama kehamilan pun juga tak luput dari drama. "Selalu bahagia ya, Sayang," ucap Mama sambil mencium kening Vanya. Tangan Vanya dengan lembut mengusap air mata di kedua mata Mama. *** Sekitar jam tujuh malam, Yuda dan yang lain tiba di rumah. "Gimana tadi di jalan?" "Lancar, Ma," jawab Nadia. Ia beranjak dari tempat duduk, menghampiri Yuda di ambang pintu dan mengambil bungkusan yang berisi martabak dan terang bulan. "Wah, ada martabak, terang bulan." Vanya langsung mencomot camilan manis dengan toping coklat dan keju yang melimpah ruah itu. "Ih, calon manten, nanti bajunya gak muat lho," Goda Nadia Vanya mengambil potongan kedua. "Biarin aja deh. Soalnya ini enak banget, Kak." "Oh ya, sebelum kita check in ..." "Check in?" tanya Yuda. "Keluarganya Charles udah booking kamar buat keluarga kita. Mama juga ngajak Om Hendro sekeluarga buat nginep di sana. Nah, jadi sebelum ke hotel, kita ke makam Papa dulu," ujar Mama menerangkan rencana kegiatan besok. Yuda yang tadinya duduk di samping Nadia, berpindah ke sebelah Vanya. "Bang Yuda, mau ngapain?" selidik Vanya sambil memicingkan matanya. "Curigaan aja nih. Abang mau kasih ini," ucap Yuda sambil mengeluarkan dua buah buku bacaan yang membahas parenting dan tata cara kelola emosi. "Makasih ya, Bang. Tahu aja Vanya suka baca." Vanya memeluk pundak Yuda “Tahu aja nih Bang Yuda kalau aku masih perlu ilmu supaya tambah sabar. Sabar ngadepin sikap Charles nanti, sabar sama Charlos juga” gumam Vanya sambil mengambil dua buku itu dan membaca tulisan pendek di sampul belakang buku. "Vanya jangan sungkan sama Kakak ya, kalau nanti mau ada yang ditanyakan seputar masalah rumah tangga, nanti Kak Nadia kasih tahu tips and triknya," ujar Nadia sambil mengedipkan mata nakal. "Wah, beres Kak. Kak Nadia mah sudah terbukti ilmunya top banget. Bang Yuda aja sampai gak berkutik, soulmate banget deh kalian berdua." Goda Vanya sembari mencubit pinggang Yuda Vanya memandangi satu persatu wajah Mama, Yuda, Nadia, dan juga si kembar yang tengah bermain secara bergantian. Ia sangat bersyukur bisa terlahir di tengah keluarga ini. Keluarga yang saling peduli dan menghargai satu sama lain."Maaf Pak, Bapak silahkan duduk dulu." Vanya tetap berusaha tenang menghadapi nasabah yang datang dan langsung marah-marah padahal ini masih pagi. Saat Vanya mulai bicara hendak memberikan pilihan, nasabah itu bangkit berdiri dan mengambil pistolnya yang sedari tadi ia letakkan di atas meja. Tak perlu waktu lama petugas keamanan dan beberapa orang langsung mengamankan nasabah itu."Bapak silahkan ke sebelah sini," ucap satpam yang berjaga di sana dengan dibantu dua orang nasabah yang kebetulan berprofesi sebagai polisi, mengarahkan ke ruangan Pak Tri."Sakit tuh nasabah," komentar Tyas. "Kamu gak apa-apa kan?" tanya Tyas lagi."Gapapa," sahut Vanya. Ia meninggalkan mejanya sebentar, menuju toilet.Dari dalam ruangan Pak Tri, dua polisi yang ikut mengamankan nasabah tadi memperhatikan Vanya.Setelah dijelaskan oleh Pak Tri, nasabah yang mengamuk tadi akhirnya paham dan meminta maaf karena telah membuat kegaduhan di kantor ini. Ia meninggalkan tempat itu dengan di
Ia tak bicara sama sekali saat Charles mengantarnya kerja. Memandangnya saja pun tidak. Rasa kesal dan sakit di hatinya teramat menumpuk. Ia turun dari mobil dan menutup pintu dengan sedikit kencang. Charles hanya bisa menghela nafas melihat hal itu. Selesai morning briefing, Vanya dan yang lain kembali ke unit masing-masing. Ia duduk di kursinya dan mengambil handphonenya.'Pesan apa ini' tanyanya dalam hati melihat pesan yang dikirimkan Charles kemarin malam.'Besok, upacara kenaikan pangkat' gumamnya. Matanya membaca dengan teliti, mencari nama Charles diantara sekian nama yang ada di sana. Ia berdecak kagum melihat pangkat dan jabatan baru yang akan diemban Charles sekarang. Masih muda dan sangat berprestasi di pekerjaannya. ***Sebelum pulang, Vanya menemui Priska untuk minta izin masuk kerja agak siangan."Kenapa gak sekalian satu hari aja izinnya?""Gapapa, Mbak?” Vanya tak enak.“Gapapa, santai aja.”Di pos satpam, tampak Charles telah m
Sebelum akhir pekan benar-benar berakhir, hari Minggu ini Charles mengajak jalan-jalan keluarganya. Mereka telah siap di dalam mobil, hanya tinggal menunggu Charles yang katanya sakit perut."Vanya lihat dulu ke dalam ya Ma," ucap Vanya tak telah melihat yang lain telah menunggu. Vanya keluar dari dalam mobil dan masuk ke dalam kamar mandi yang ada di kamar. Berkali-kali diketuk tak ada sahutan dari dalam. Vanya memberanikan diri membuka pintu kamar mandi yang ternyata tak di kunci."Loh, kosong? Dia dimana?" Vanya bingung mendapati kamar mandi yang kosong. Ia keluar kamar dan melihat Charles berjalan dari arah dapur."Kamu ngapain dari kamar?""Kamu yang ngapain dari dapur?" tanya Vanya sambil menutup pintu kamar."Dari kamar mandi belakang, sakit perut.""Kirain kamu di kamar. Ayo cepet, sudah ditunggu," ajak Vanya.Alhasil jam setengah sembilan pagi mereka baru mulai jalan. Berharap jalanan menuju kesana tidak macet dan antrian masuk ke Kebun Ray
Vanya mengirim screenshot percakapan grup kepada Charles. Percakapan grup istri-istri polisi yang tengah berencana untuk membentuk arisan di luar arisan yang setiap bulan rutin dilakukan, meskipun Vanya belum pernah sekalipun bergabung.Ikut aja, nanti tiap bulan aku yang transfer uang arisannya."Baik bener suami," bisiknya sambil membalas pesan Charles.Uang arisan sebanyak lima ratus ribu itu lumayan untuk Vanya, walau gajinya masih bisa menutupi tapi rasanya sedikit berat. Tapi kalau Charles sudah bilang bahwa dia yang akan membayarkannya, dengan senang hati diterimanya. Selama ini untuk masalah gaji Charles, Vanya tidak pernah mencampurinya. Ia juga tidak pernah meminta jatah pada Charles karena merasa gajinya lebih dari cukup. Sebagian gaji yang diterimanya, Vanya beri untuk Mama karena ia tahu, gaji pensiunan almarhum ayahnya hanya cukup untuk keperluan setiap bulan saja. Dan itu sudah jadi komitmennya dengan Yuda juga.***Sebelum pulang ke rum
Dengan sigap Charles menarik Vanya sebelum Vanya benar-benar terjatuh dari tempat tidur."Kamu tidur kayak main kungfu aja. Kalau gak cepet aku tarik, pasti sudah jatuh kamu," ucap Charles."Untung cuma mimpi." Vanya mengatur nafasnya. "Mimpi apa?" tanya Charles."Gak mimpi apa-apa kok.""Kalau gak mimpi apa-apa kenapa sampai mau jatuh dari tempat tidur?" Charles tetap ngotot bertanya. Penasaran."Bukan apa-apa," jawabnya sambil berbalik membelakangi Charles. Mencoba untuk tidur lagi, karena jam baru menunjukkan pukul setengah dua belas malam."Atau jangan-jangan kamu mimpiin aku ya," goda Charles sambil mencolek telinga Vanya."Enggak. Pede banget sih kamu," ucap Vanya seraya memuk pelan tangan Charles."Terus mimpi apa? Mimpi hamil ya?" tebak Charles."Enggak, enggak, enggak." Dengan cepat Vanya membantah."Jadiin kenyataan aja mimpi kamu yuk." Perkataan Charles membuat Vanya bergid
Setelah penantian dan perjuangan yang cukup lama, hari ini akhirnya Sandra diwisuda juga. Bertempat di salah satu ballroom hotel di Jakarta, wisuda akan dilakukan mulai jam sepuluh pagi.Dari pagi Sandra sudah sibuk di make up oleh MUA yang dipanggil ke rumah. Sementara menunggu giliran make up, Vanya membenahi Charlos, mengganti bajunya dan menyiapkan beberapa cemilan untuk Charlos nanti selama di sana."Kamu ikut kan?" tanya Charles pada Vanya yang belum berganti pakaian."Kalau gak ikut kenapa emangnya?" tanya Vanya sambil membuka lemari pakaian, memilihkan pakaian yang akan dikenakan Charles."Kalau kamu gak ikut nanti aku dikira masih single lagi," ucapnya santai sambil bermain handphone dengan Charlos di atas tempat tidur."Iya tahu, yang punya sejuta pesona. Aku mah apa atuh," ucap Vanya."Charlos, coba kita lihat dulu muka Aminya," ucap Charles mendekati Vanya seraya menggendong Charlos."Apaan sih," ucap Vanya saat Charles mencoba menggodany