Ini adalah hari ketiga di rumah orang tua Charles, yang sekarang menjadi mertuanya. Meski agak kikuk Vanya berusaha untuk terus beradaptasi. Itu artinya dia sudah dua malam tidur satu kamar dengan Charles, yang tentunya juga tidur dengan Charlos, anak sambungnya.
Alarm tubuh membuatnya terbangun di jam setengah enam pagi. Tangannya meraba dan tidak merasakan keberadaan Charlos di sebelahnya. Reflek ia beranjak dan melihat, ternyata Charlos masih tertidur di box bayinya. Baru saja akan bangkit berdiri meninggalkan tempat tidur, tangannya diraih oleh Charles yang membuat Vanya tertahan di ujung tempat tidur. Padahal ia sudah berusaha untuk sepelan mungkin melakukan pergerakan agar tidak membangunkan Charles, tapi ternyata sia-sia. Charles berguling ke arah Vanya dan dengan santai melingkarkan pelukan di pinggang Vanya. "Kamu ngapain?" tanya Vanya sedikit gugup, takut Charles melancarkan aksinya. "Aku ngapain? Gak ngapa-ngapain," sahutnya santai sambil memposisikan diri senyaman mungkin di dekat Vanya. "Kamu kenapa mindahin Charlos ke boxnya?" tanya Vanya lagi. Semenjak masuk dan tidur bersama di kamar Charles, Vanya memang sengaja langsung meminta untuk di tempatkan sekamar dengan Charlos, anak sambungnya. Meskipun Erin di awal, sudah menawarkan agar Charlos tidur dengan Sandra, agar Vanya dan Charles lebih saling mengenal satu sama lain. Namun untung saja Vanya dapat menyakinkan Erin agar Charlos tetap satu kamar dengan Vanya juga papanya, Charles. Selain agar ia dapat lebih dekat dengan anak sambungnya itu, Vanya juga dapat meminimalisir keadaan, agar terhindar dari godaan-godaan nakal Charles. "Takut Charlos terganggu tidurnya. Aku perhatikan kamu tidur kayak orang lagi main k****u, ke sana ke mari," ujar Charles. "Enak aja ngomong!" seru Vanya sambil bangkit berdiri. Ia memandang Charles kemudian berlalu masuk ke kamar mandi. *** "Ma, Vanya rencananya mau keluar sebentar. Mau pulang ke rumah, ambil baju dan beberapa barang," ucap Vanya pada Erin. Mereka tengah berada di ruang makan, baru saja selesai memberi Charlos camilan. "Gak papa," jawab Erin. "Mama bangunin Charles dulu ya," ucap Erin lagi sambil berjalan meninggalkan Vanya dan Charlos. “Ampun deh, padahal tadi mau pergi sendiri aja” gumam Vanya dalam Hati sambil membereskan wadah makan Charlos tadi. Ia membawa Charlos ke ruang tengah, untuk mengajaknya bermain. "Vanya, Mama sudah bangunin Charles. Kamu siap-siap gih. Charlos tinggal aja sama Mama di rumah, sebentar lagi jam tidurnya dia." Erin duduk di samping Vanya duduk setelah keluar dari kamar Charles. "Padahal tadi Vanya pengennya jalan sendiri aja, Tante," ucap Vanya yang membuat kening Erin berkerut. "Eh, maksud Vanya Mama," sambungnya lagi saat menyadari kesalahannya menyebut status Erin sekarang. "Loh kenapa?" " … " Vanya terdiam. "Charles itu kalau lagi cuti kayak gini, kerjaannya itu cuman makan tidur makan tidur aja, gak produktif. Kan lebih baik dia berkegiatan sama kamu," terang Erin lagi. Vanya hanya bisa manggut-manggut mendengarkan ucapan Erin itu. "Udah kamu masuk gih, siap-siap," perintah Erin. Dengan sedikit berat hati, Vanya melangkahkan kakinya berjalan menuju kamar Charles. Begitu ia membuka pintu kamar, ia disajikan pemandangan Charles yang tengah memasang bajunya. "Kamu dari mana sih? Sampai Mama yang harus bangunin aku!" "Sama Charlos di depan, baru selesai ngasih camilan." sahut Vanya singkat. Ia merapikan rambut dan meraih tasnya. "Lagian ngapain sih? Emang pakaian kamu sudah habis?" tanya Charles dengan nada sewot sambil merapikan rambutnya. "Kamu kalau gak ikhlas anterin aku, gak usah marah-marah! Aku bisa pergi sendiri kok," tandasnya sambil mengambil jaket dari gantungan baju dan keluar dari kamar dengan sedikit keras menutup pintu. "Sudah mau pergi?" tanya Erin saat melihat Vanya keluar. "Vanya jalan sendiri aja ya, Ma. Papanya Charlos lagi sakit perut kayaknya, marah-marah dia," ucap Vanya seraya berjalan ke arah Erin. "Sakit perut?" ucap Charles yang tiba-tiba sudah ada di depan Vanya dan mendahuluinya. "Ish, kalian kenapa sih." Mama menatap Charles dan Vanya bergantian "Gak ada apa-apa kok, Ma," sahut Charles sambil mencium Charlos. "Oh iya, Mama titip ambilin perhiasan Mama ya. Charles tahu kok tempatnya di mana," ucap Mama sambil memberikan selembar kertas pada Vanya. "Iya, Ma," jawab Vanya seraya menerima kertas dari Erin dan menyimpannya di dalam tas.Vanya mendekati Charlos seraya pamit padanya. Seolah mengerti, Charlos tertawa kecil menatap Vanya. Di awal, setelah resmi menikah dengan Charles, Vanya sempat bingung akan memanggil dirinya dengan sebutan apa di depan Charlos dan yang lain. Ia merasa tak pantas dengan sebutan mama apalagi ibu. Namun tak mungkin juga ia menyebut dirinya sebagai tante dihadapan Charlos. Hingga akhirnya Erin memberikan masukan pada Vanya, untuk menyebut dirinya sebagai Ami, yang di plesetkan dari kata mami. Setelah mengambil perhiasan titipan Erin, Charlos melajukan mobilnya menuju rumah Vanya. Begitu tiba di depan rumah, Vanya lebih dulu turun untuk membukakan pagar, agar mobil Charles dapat parkir di halaman. Baru saja akan membuka gagang pintu, Charles menahan tangan Vanya. "Biar aku yang buka duluan," ucapnya sambil membuka pintu dan mengamati keadaan di dalam rumah. Charles kemudian masuk, di ikuti Vanya di belakangnya. Hampir satu minggu rumah dalam keadaan kosong karena mama masih berada di Bandung. Vanya lantas membuka gorden dan jendela agar cahaya dan udara dapat masuk. Sementara Charles duduk di ruang tamu, Vanya melangkah menuju kamarnya. Ia menarik tas jinjing dari samping lemari dan memasukkan beberapa baju rumah dan beberapa baju kerjanya. Ia juga membawa beberapa peralatan make up dan skincare yang masih tertinggal. Merasa bosan menunggu Vanya yang masih asyik di kamar, Charles bangkit berdiri dan menjelajah isi rumah Vanya lebih dalam. Selama ini, dia hanya sebatas teras dan ruang tamu saja bila bertamu. Ia makin masuk ke dalam setelah melewati kamar Vanya yang pintunya terbuka. Sesampainya di dapur, ia membuka kulkas dan mengambil sebotol minuman ringan. Ia kemudian keluar dari dapur dan menuju kamar Vanya. "Iseng banget kamu sampai buka kulkas segala," ucap Vanya saat melihat Charles datang sambil memegang botol minuman yang telah berkurang isinya. "Masih belum selesai?" tanya Charles. "Iya sebentar lagi," jawab Vanya sambil terus mengawasi Charles yang mulai masuk ke dalam kamar Vanya. Ia berjalan perlahan mengamati setiap sudut kamar Vanya. “Udah kaya detektif aja gayanya” batin Vanya saat melihat sikap Charles. Jiwa penyelidiknya mulai terlihat. Vanya kemudian menutup rapat tasnya dan mengangkat tasnya saat melihat Charles mulai mendekatinya. Di dalam kamar berdua seperti, Vanya jadi parno. Masih terbayang kejadian di hotel waktu itu. Baru saja akan meninggalkan kamar, tiba-tiba listrik padam. Gelap langsung menyelimuti ruangan kamar. "Aduh ini kenapa?" Vanya langsung keluar kamar dan melihat meteran listrik yang berada di depan rumah, dekat pintu. Sekringnya baik-baik saja, tidak ada tanda kerusakan. "Vanya!!!" Buru-buru Vanya menuju kamarnya. Teriakan Charles yang sangat nyaring tadi membuat Vanya sedikit cemas, takut Charles kenapa-napa. "Kamu kenapa?" tanya Vanya sambil memegangi badan Charles yang berdiri mematung. Tak ada jawaban dari Charles. Vanya kemudian membuka jendela kamarnya, agar ada cahaya masuk. Dalam keadaan mati listrik seperti ini, kamar Vanya memang menjadi lebih gelap, tak ada cahaya masuk bila tak membuka jendela. "Kamu baik-baik aja kan?" tanya Vanya lagi. Terlihat wajah Charles yang memucat. Nafasnya yang tak memburu, sekarang nampak teratur saat cahaya telah masuk ke dalam kamar. Charles meminum habis minuman di tangannya. "Aku tunggu kamu di luar," ucapnya datar seraya meninggalkan Vanya di kamar yang bertepatan dengan menyalanya listrik. Vanya mengerutkan kening melihat tingkah Charles. "Dia kenapa ya?" tanya Vanya pada angin sambil menutup jendela kamar dan membawa tasnya menyusul Charles. Vanya meletakkan tasnya tak jauh dari tempat Charles duduk. Charles bangkit berdiri dan mengambil tas Vanya. "Aku tunggu kamu di mobil." Vanya hanya berdehem dan kembali masuk ke dalan rumah untuk menutup pintu kamarnya dan jendela ruang tamu yang tadi di bukanya. *** Sepanjang perjalan pulang hingga tiba di rumah, Charles hanya diam. Ia masuk ke dalam rumah dan membawa tas Vanya masuk ke dalam kamar. "Ma," sapa Vanya pada Erin yang tengah menonton sambil mengawasi Charlos yang tertidur. Erin tersenyum pada Vanya yang telah duduk di sampingnya. "Ini gelang Mama." Vanya mengeluarkan kotak berwarna merah dari tasnya. "Makasih ya," ucap Erin sambil membuka kotak perhiasaan itu dan memandangnya puas. "Kamu mau pakai?" "Hah? Itu kan punya Mama, masa Vanya yang pakai," ucap Vanya sedikit tersenyum. "Gak papa. Kalau kamu mau pakai, Mama bakal kasih. Perhisaan Mama juga nanti ke kamu juga," “Ampun, mertua aku baik banget sih” gumam Vanya. "Nanti kalau Mama udah bosan pakai, baru kasih ke Vanya," ucapnya basa basi. Erin mengangguk. "Ma, tadi Papanya Charlos aneh," "Aneh gimana?" tanya Erin bingung. Ia mengubah posisinya jadi menghadap Vanya. "Tadi, di rumah kan listrik padam, terus dia teriak manggil Vanya. Mukanya pucat tapi gak mau bilang apa-apa, waktu Vanya tanya." Erin tersenyum. "Oh, dia takut gelap." "Hah gimana ceritanya, Ma? Dia bisa takut gelap?" "Dulu waktu kecil, dia pernah terkunci di gudang kantor. Jadi, dia itu ikut masuk ke dalam waktu petugas kantor lagi ngecek stok. Nah, pas udah selesai, pintu gudang langsung di tutup karena ngira Papanya Charlos udah keluar. Ternyata dia masih di dalam. Udah gak jelas tuh penampilan dia waktu ketemu, keringatan, kotor, mata bengkak habis nangis." "Kasian banget," ucap Vanya. "Jadi semenjak kejadian itu dia gak bisa berada di tempat gelap. Trauma," ucap Erin. Terjawab sudah kebingungan Vanya selama beberapa hari berada di rumah ini. Kenapa lampu ruang depan, dapur, kamar mandi belakang, dan lampu kamar Charles selalu menyala meskipun siang hari bahkan saat dalam keadaan kosong.Setelah penantian dan perjuangan yang cukup lama, hari ini akhirnya Sandra diwisuda juga. Bertempat di salah satu ballroom hotel di Jakarta, wisuda akan dilakukan mulai jam sepuluh pagi.Dari pagi Sandra sudah sibuk di make up oleh MUA yang dipanggil ke rumah. Sementara menunggu giliran make up, Vanya membenahi Charlos, mengganti bajunya dan menyiapkan beberapa cemilan untuk Charlos nanti selama di sana."Kamu ikut kan?" tanya Charles pada Vanya yang belum berganti pakaian."Kalau gak ikut kenapa emangnya?" tanya Vanya sambil membuka lemari pakaian, memilihkan pakaian yang akan dikenakan Charles."Kalau kamu gak ikut nanti aku dikira masih single lagi," ucapnya santai sambil bermain handphone dengan Charlos di atas tempat tidur."Iya tahu, yang punya sejuta pesona. Aku mah apa atuh," ucap Vanya."Charlos, coba kita lihat dulu muka Aminya," ucap Charles mendekati Vanya seraya menggendong Charlos."Apaan sih," ucap Vanya saat Charles mencoba menggodany
Dari sekian kali acara arisan keluarga yang dihadiri oleh Vanya dan mertuanya tanpa kehadiran Charles, baru kali ini ada kejadian yang tak mengenakkan di hatinya. Pertanyaan tantenya Charles membuatnya merasa kecil tak berarti. "Kenapa, Sayang?" tanya Erin mendekati Vanya. Meski selama acara Erin tak selalu berada di dekat Vanya dan Charlos, ia tetap mengawasi menantunya itu dari jauh. "Gapapa, Ma." Vanya memasang senyum palsu. “Perasaan kemarin dia fine-fine aja. Kenapa tiba-tiba dia nanyain soal anak sih? Pakai bilang gak subur lagi” gerutu Vanya dalam hati. Ia mengatur nafasnya yang sedikut menggebu menahan amarah. "Yakin gapapa?" Erin memastikan lagi. "Iya, Ma." Kembali Vanya menampilkan senyum palsu. Rasanya pengen cepet-cepet pulang aja dari sini. Ia mengajak Charlos ke halaman depan bermain bersama sepupu-sepupunya yang lain. "Hai, Kak," sapa salah seorang sepupu Charles yang usianya tak beda jauh dengannya. "Hai," sahut Vanya sambil tersenyum. "Sandra gak ikut y
Sedikit kesal sih karena pagi-pagi Charles sudah pamit pergi kerja duluan, dan menyuruh Vanya untuk ikut dengan Sandra. Tak ada kata-kata yang berarti keluar dari mulut Charles pagi ini, pada hal hari ini adalah tepat satu tahun mereka menikah. Entah lupa atau sengaja, Vanya tak tahu. Ia memutuskan untuk tidak ambil pusing dengan sikap Charles dan menyimpannya dalam hati saja. Setelah siap dengan pakaian kerjanya, ia mengajak Charlos keluar dari kamar. Semenjak Vanya resmi menjadi Aminya Charlos, yang biasanya Charlos jarang bangun pagi, kini berubah. Ia selalu bangun pagi seolah ingin selalu mengantarkan Vanya pergi bekerja."Happy Anniversary yang pertama ya Aminya Charlos. Semoga kalian selalu bahagia, Amin," ucap Erin saat Vanya tiba di ruang makan."Amin." Frans pun turut mengamini ucapan Erin."Makasih ya, Mama, Papa. Semoga kita semua selalu bahagia, Amin," ucap Vanya. Ia menarik kursi dan duduk di samping Charlos yang telah anteng di atas kursi bayinya."Tadinya sih mau ajak d
Vanya memandangi kalender yang ada di atas meja dan membolak tiap lembar. Ia tampak memikirkan sesuatu. Kalau dihitung-hitung, ini sudah hampir satu tahun mereka menikah. Tepatnya, tiga hari lagi, genap satu tahun usia pernikahan mereka. Sebenarnya ia tak berekspektasi yang berlebihan di hari jadi mereka ini. Charles ingat saja, itu sudah hal yang luar biasa. Syukur.Belakangan ini, Vanya merasa kalau hubungannya dengan Charles jauh lebih baik dari sebelumnya. Walau kadang masih sering berdebat kecil.“Kamu mau cuti? Dari tadi liatin kalender terus," ucap Tyas."Gak sih, belum ada rencana," jawab Vanya cengengesan."Terus?""Liatin kapan gajian, udah menipis soalnya, hahahaha …." ucap Vanya."Ah, kayaknya kamu termasuk golongan orang yang uangnya gak berseri deh.""Amin Ya Allah," sahut Vanya seraya menengadahkan tangannya. Vanya mengamini saja ucapan Tyas, meski tahu yang dimaksud Tyas adalah mertuanya.Setelah membereskan meja, Vanya, Tyas, dan yang lain menuju aula kantor untuk me
Pencarian hari ketiga, akhirnya membuahkan hasil. Setelah sebelumnya, Charles menyerahkan foto diri orang yang menipu keluarganya, Charles mendapatkan kabar, bahwa orang yang diduga mirip dengan ciri-ciri yang dicari, terlihat di salah satu rumah makan di daerah Bandung siang ini. Setelah mendapatkan izin dari atasannya. Charles dan seorang temannya meluncur ke sana.Aku ke Bandung dulu. Ada yang diurus. Nanti Sandra yang jemput, karena aku mungkin pulang tengah malam.Isi pesan yang dikirim Charles pada Vanya. Sepertinya semesta mendukung rencana Charles untuk memburu tukang tipu itu. Setibanya di Bandung, Charles langsung menuju ke sebuah rumah kontrakan tempat orang itu berada, sebelumnya Charles telah minta tolong pada temannya di salah satu polsek di daerah Bandung untuk mengikuti kemana orang itu pergi. Charles memarkir jauh mobilnya, kemudian berjalan menuju rumah yang dimakasud."Mana?" tanya Charles pada temannya yang telah lebih dulu menunggu tak jauh
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Vanya hanya diam. Sedari tadi ia terus memegang perutnya dengan posisi sedikit membungkuk. Ini dilakukannya agar sakit datang bulannya sedikit berkurang. Sudah lama ia tidak merasakan sakit yang lumayan menyiksa seperti ini."Kamu sakit? Wajah kamu pucat? Sudah makan?" tanya Charles bertubi-tubi. Vanya mengangkat wajahnya dan tersenyum kecut. "Aku baik-baik aja," ucapnya dengan nada tertahan."Kalau baik-baik aja, kenapa sampai pucat kayak gitu?""Sakitnya udah biasa. Setiap bulan pasti kaya gini. Masalah wanita.""Tapi selama kita sama-sama, baru kali ini aku lihat kamu sakit sampai pucat kayak gini," ucap Charles lagi. Vanya tak menjawab, berharap Charles berhenti menanyainya. Karena gerakan bibir saat menjawab setiap pertanyaan dari Charles, menambah rasa nyeri di perutnya."Kalau gitu, sekarang kita ke dokter. Kita periksa. Supaya jelas kamu ada riwayat sakit apa. Aku gak mau kamu kaya Kirana dulu yang punya kista di