بيت / Mafia / Dalam Rengkuhan Tuan Mafia / Bab 06. Luka di Balik Dinding Megah

مشاركة

Bab 06. Luka di Balik Dinding Megah

مؤلف: Mami
last update آخر تحديث: 2025-12-23 10:41:25

"Kenyang?"

Liv memandang bingung Kepala Pelayan yang dimaksud Dante. Tidak ada rasa hormat kepadanya yang merupakan Nyonya Rumah di mansion ini. Tatapannya lebih merujuk pada kebencian. Bahkan sapaan hangat pun tidak Liv terima. Suaranya terdengar ketus, caranya menatap seolah ingin mengintimidasi Liv.

Liv hanya terdiam, pertanyakan tindakan tidak sopan Kepala Pelayan tersebut.

Tangan Kepala Pelayan dengan name tag Allison Kennedy itu mengulur, lekas jemarinya mencengkram surai Liv.

"Walaupun di sini kau Tuan anggap Nyonya rumah, tapi statusmu hanyalah pelacur Tuan." Matanya melotot, berikan penekanan di setiap suku kata yang ia lontarkan.

Liv pegangi cengkraman Allison, bibirnya merintih sakit. "Akh. Sa-sakit."

"Ya. Memang itu yang seharusnya kau dapatkan. Bukan kekuasaan yang kau harapkan." Cengkraman Allison semakin kuat, tatapannya kian memberang.

"Kau itu gundik di atas kertas! Bersikaplah sebagaimana mestinya!" Saat tangan kanan Allison gunakan mencengkram rambut Liv, tangan kirinya mencengkram dagu Liv.

"Sekarang. Bawa dan cuci piring bekas makanmu. Cuci juga semua peralatan dapur! Kami sudah repot membuatkanmu sarapan dan melewatkan waktu sarapan kami. Sekarang saatnya kau membayar itu semua!" Tepat kata terakhir Allison layangkan, tangannya melempar tubuh Liv hingga kepala Liv terbentur di kepala ranjang.

"Gundik!" Allison menghardik seraya menunjuk Liv.

Kedua telinga, Liv tutup. Rungunya telah muak mendengar hardikan semua orang yang menyebutnya pelacur, jalang, dan sekarang gundik. Padahal di hadapan Tuhan, dia dan Dante telah bersumpah, bahwa hubungan mereka legal.

Legal di mata hukum, apalagi agama.

Hanya karena kasta, Liv disamakan dengan pelacur.

Kedua mata Liv terpejam. Kata-kata Allison berputar di dalam kepala, terus mengulang di telinga, bagai bayangan-bayangan hitam yang menghantui.

"Ini kehidupan nyata! Kau tidak sedang berperan sebagai Cinderella!" Allison menarik tangan Liv yang menutupi wajahnya, menyeret Liv agar turun dari ranjang.

Prang!

Piring yang ada di pangkuan Liv akhirnya terjatuh tepat ketika Allison memaksanya beranjak. Pecahannya berserakan di bawah kaki, seolah menggambarkan betapa hancurnya hidup Liv Florence Bailey Cruz saat ini.

Plak!

Kepala Liv tertoleh. Sisa tamparan Allison terasa pedih di pipinya. Terlukis rona merah sebagai jejak tamparan Allison di pipi, buat air mata Liv akhirnya terjun berdesakan dari pelupuk mata.

"Kau benar-benar tidak berguna!" Allison memekik marah. "Seharusnya kau menjadi pelacur jalanan saja! Bukan pelacurnya Tuan! Atau lebih baik mati saja!"

Bibir Liv bergetar, menahan luka yang kembali digoreskan begitu lebar. Dadanya terasa diremat kuat oleh kata-kata Allison, yang mencuatkan sebuah trauma yang selama ini tumbuh dalam diam pada dirinya.

**

Semua insan telah terlelap dalam dunia mimpi begitu malam bertandang menyapa dunia. Seluruh pencahayaan buatan di dalam mansion tergantikan oleh suasana gelap gulita.

Tujuannya jelas bukan untuk menghemat listrik, melainkan memberi ketenangan untuk para insan menjemput mimpi indahnya. Menyisakan seorang perempuan di sisi mansion yang ditempati air mancur.

Hanya dengan selimut tipis mendekap diri, dia berdiri perhatikan setiap tetesan air yang dihancurkan mesin air mancur.

Greyson's mansion, semula Liv menganggap neraka yang akan memberinya lebih banyak luka, rupanya dapat menjadi tempat untuk Liv mencari tenang, seperti di taman tanpa bunga ini.

"Sepertinya kau senang sekali dengan suhu dingin." Liv menoleh mendengar suara Dante.

Kemeja putih dihiasi galter belt di lengan atas Dante menambah karisma lelaki itu. Sorot cahaya amber menerpa tubuh Dante, melukiskan siluet yang menambah detail proporsi tubuh tegap lelaki itu.

"Tuan?" Liv melirih, menyebut panggilan suaminya.

Untuk seorang istri, panggilan Liv terdengar tak wajar. Namun, jika ditilik lagi, Liv merasa tak ada yang salah karena dari dulu panggilan 'Tusn' atau 'Signore' telah melekat pada Dante.

Dante berdecak, lekas membawa tungkai mengarah pada Liv. Kedua tangannya berada di dalam saku, selagi tungkai melangkah, kepalanya berposisi miring, hanya untuk menelisik rupa indah sang istri.

"Sebenarnya aku risi setiap kau memanggilku Tuan." Tanpa menunjukkan tanda, lelaki itu mengaitkan tangan di pinggang Liv, menarik Liv menempel di tubuhnya.

Sebagai penjagaan diri, Liv tempatkan kedua lengan di dada, menjadikan lengan pembatas walau sia-sia.

"Bukankah kau istriku? Hmm?" Begitu nada rendah dari Dante mengudara, aliran napas Liv terhenti, ditahan oleh degupan gila di dadanya.

Apa lagi yang mau dia lakukan? Kala benak merusuh protes pada tindak-tanduk Dante yang mengakibatkan kericuhan jantung, hingga Liv merasa organ tubuhnya akan mencuat keluar bila terus dibiarkan berdegup kencang.

"La-lalu?" Ujung lidah Liv digigit, meringis sebab selalu kehilangan fungsi bicara jika sudah dihadapkan Dante.

"Berhenti memanggilku Tuan." Lelaki itu kian arahkan wajahnya, nyaris hidungnya menyentuh pipi halus Liv.

"Aku bukan majikanmu." Hidung Dante semakin dekat, deruan napasnya membelai pipi Liv, mendatangkan gelombang emosi yang tidak pernah Liv rasakan.

Seperti ribuan kupu-kupu bertebaran di dalam perut, kemudian bermigrasi ke dalam dadanya, menggelayuti jantung yang sedari tadi tiada henti mengetuk keras dadanya.

"Aku suamimu," imbuh Dante, akhir dari kalimatnya sebelum menempelkan bibir di bibir Liv.

Telaga biru Dante memandang turun pada bibir basah Liv, basah sebab lidah sempat mencecap di sana, mengundang ibu jarinya menyentuh, memberi tekanan samar.

Intensitas pandangannya menurun, dialihkan oleh keinginan yang didesak oleh gairah. Lekas Dante naikkan kembali pandangan, berporos pada empu bibir ranum.

Liv, di bawah sorot telaga biru Dante yang seakan ingin menenggelamkannya, dia menegang, dirasa seluruh saraf dalam otak berhenti berfungsi, buat akal sehat pergi berkelana.

"Boleh aku ... menciummu?" Tonjolan di perbatangan leher Dante bergerak naik dan turun, dia seperti tengah menelan api gairah yang telah dibakar oleh diamnya Liv.

Segala kata tak mampu Liv utarakan, lidahnya kelu oleh takut, panik, serta resah. Ketiga emosi tersebut berputar menyerupai topan di dalam dirinya, mengacaukan isi kepala begitu Dante kian tekan bibirnya.

"Kenapa Tuan—"

"Dante." Dante menyela, sebutkan namanya. "Panggil aku Dante. Karena aku suamimu."

Bibir Liv melipat ke dalam, mengunci mulut sejenak. Dalam diamnya dia menyimpan gusar begitu sangat, kakinya terasa amat lemas, bagai jelly tanpa penopang.

Seandainya dia tak memiliki ketahanan tubuh, Liv yakin saat ini dia telah jatuh ke bawah, atau bahkan ... jatuh ke dalam pesona pria yang katanya kejam, tapi mampu memporak-porandakan isi kepala Liv.

"Dante ... Dante boleh menci—"

Ungkapan Liv terhenti, bibir Dante segera menyerang bibir Liv, memerosokkan lidahnya ke dalam mulut Liv, menjelajahi rasa manis di sana, sementara bibir menyesap lembut bibir Liv.

Dalam ciuman yang semakin dalam intensitasnya, meningkatkan feromon dari setiap cecapan lidah dari dua insan, Liv mengerang, benaknya terasa digerayangi gelenyar itu lagi.

Jemari Dante menyusuri perbatasan leher dan telinga Liv. Setiap surai Liv, dia masukkan jemari, menahan kepala Liv agar tetap ada di dalam radarnya selama bibir mereka saling bertaut.

استمر في قراءة هذا الكتاب مجانا
امسح الكود لتنزيل التطبيق

أحدث فصل

  • Dalam Rengkuhan Tuan Mafia   Bab 09. Bayaran

    Telah terpasang sempurna setelan formal di tubuh Dante, membentuk siluet anggun nan gagah yang membungkus tonjolan ototnya.Begitu cermin dia lihat guna pindai diri, ada satu kecacatan di lehernya—dasi—benda itu belum Dante pasang. Telaga birunya dilempar pada insan yang membantunya bersiap pagi ini—sang istri—dia menatap kagum sosoknya yang berwibawa dalam bungkusan setelan formal."Did I look handsome, My Lady?" Dia membalikkan badan, perlihatkan betapa menawannya dirinya.Labium Lib mengukir senyum kagum. Tertera di telaga almondnya binar kagum untuk sang pria. "Everytime," sahut Liv. Dari ujung kepala hingga ujung kaki, adalah kesempurnaan dari Dante Greyson. Pria itu diciptakan tanpa sedikitpun celah, seolah dewa dari Yunani.Dalam wajah datar kendati telah diberi pujian, Dante berkata, "Kau tidak merasa ada yang kurang?"Bibir Liv mengkerut, perhatikan lagi penampilan Dante—cari celah dari kesempurnaan yang telah tercipta. Lekas tatapannya mengacu pada leher yang kosong."Ah,

  • Dalam Rengkuhan Tuan Mafia   Bab 08. Martabat Nyonya Greyson

    Di ujung ranjang, sosoknya duduk diam dengan kepala menunduk. Bola matanya terus bergulir ke kanan dan kiri, selama tidak berpusat pada seseorang yang baru membuka setelan kerjanya. Acap kali hidungnya mengembus aroma black opium dari pria ini, ingatan akan malam panas penuh gairah kemarin menyelinap. Memorinya masih menyimpan bagaimana perlakuan pria itu. Sentuhan-sentuhan lembutnya membekas begitu lekat. Terkadang, Liv merasa malu dalam diamnya. Selama dirinya hidup, tidak ada satupun pria menyentuhnya.Ujung sepatu Dante mengetuk. Alas sepatu warna merah sebagai simbol kekuasaannya membunyikan ketukan intimidatif.Lama waktu berselang, buat hening meraja di dalam kamar, Dante baru bersuara, "Aku lihat-lihat kau sering sekali melamun."Ujung telunjuk pria itu menggerakkan dagu Liv, agar kepala wanitanya tidak selalu menunduk."Aku mengerti." Kala bibirnya mengetukkan kata, aroma mint dari mulutnya terembus begitu segar di wajah Liv. "Sulit bagimu beradaptasi di duniaku. Tapi ada s

  • Dalam Rengkuhan Tuan Mafia   Bab 07. Sentuhan Hangat Malam Bersalju

    Bola mata Liv membeliak, mulutnya ternganga lebar selagi desahan-desahan menggelikan, dia nyanyikan. Sentuhan-sentuhan kecil nan panas dari tangan Dante di setiap jengkal sensitifnya mengundang adrenalin Liv, yang terkadang membuat Liv melepaskan erangannya. "Dante, nghh." Sebutan dari Liv sebagaimana bensin untuk Dante yang begitu sibuk memacu diri ke dalam Liv. Ciuman di taman atas izin dari Liv, berlanjut hingga ranjang, membunyikan harmoni romansa di tengah senyap malam, saling bertukar keringat berikut percikan api gairah tanpa ada pemaksaan dari sebelah pihak. "Ukh, Liv. Bagaimana bisa milikmu sangat kecil?" Bunyi peraduan milik mereka tercipta syahdu. Pinggul Dante bergerak berulang maju dan mundur, mendatangkan api gairah. "Kau menjepitku, My Lady. Ukh." Kening Dante mengkerut, rasakan gerakan maju-mundur dari pinggulnya, membuat miliknya terasa sempit di dalam mulut rahim Liv. Jemari Liv menekan kuat pundak Dante, salurkan desiran kuat dari feromonnya. Alis menukik taja

  • Dalam Rengkuhan Tuan Mafia   Bab 06. Luka di Balik Dinding Megah

    "Kenyang?" Liv memandang bingung Kepala Pelayan yang dimaksud Dante. Tidak ada rasa hormat kepadanya yang merupakan Nyonya Rumah di mansion ini. Tatapannya lebih merujuk pada kebencian. Bahkan sapaan hangat pun tidak Liv terima. Suaranya terdengar ketus, caranya menatap seolah ingin mengintimidasi Liv. Liv hanya terdiam, pertanyakan tindakan tidak sopan Kepala Pelayan tersebut. Tangan Kepala Pelayan dengan name tag Allison Kennedy itu mengulur, lekas jemarinya mencengkram surai Liv. "Walaupun di sini kau Tuan anggap Nyonya rumah, tapi statusmu hanyalah pelacur Tuan." Matanya melotot, berikan penekanan di setiap suku kata yang ia lontarkan. Liv pegangi cengkraman Allison, bibirnya merintih sakit. "Akh. Sa-sakit." "Ya. Memang itu yang seharusnya kau dapatkan. Bukan kekuasaan yang kau harapkan." Cengkraman Allison semakin kuat, tatapannya kian memberang. "Kau itu gundik di atas kertas! Bersikaplah sebagaimana mestinya!" Saat tangan kanan Allison gunakan mencengkram rambut Liv, ta

  • Dalam Rengkuhan Tuan Mafia   Bab 05. Nyonya Rumah Alias Pelacur

    Mentari tak lagi menempati singgasana, cahaya keemasan di cakrawala telah turun, berganti dengan kegelapan ditaburi bintang. Semilir angin malam terasa begitu dingin malam itu, menembus kehangatan yang Liv harapkan dari sehelai selimut. Di balkon kamar, sosoknya nikmati kesejukan malam. Berhubung ini musim dingin, entah mengapa, melihat salju turun dari langit, selalu membuat benak Liv terasa hangat. Hangat oleh memori yang dulu selalu menghiburnya. "Aku kangen Mama." Dia membisik, bisikannya dibawa angin malam yang telah menurunkan salju. Senyap bagi sebagian orang adalah suasana yang membosankan, lain halnya dengan Liv, dia sangat mendambakan keheningan. Baginya, hening adalah ketenangan yang membuat jiwanya merasa pulang. Drrt drrrt. Getaran dari benda pipih di dalam saku piyama menyentak Liv. Gadis itu melepaskan pandangan dari salju yang turun lambat, lekas lihat ponsel dengan layar mempersembahkan nama Hailey sebagai ID caller. Liv menarik napas, rasanya enggan menerima tel

  • Dalam Rengkuhan Tuan Mafia   Bab 04. Kesempatan Dalam Kesempitan

    Segala kata telah hanyut di kepala. Ancaman halus Dante bukan malah membuat Liv mampu mengeluarkan suara, justru ia merasakan adanya kelu di lidah. "A-aku ...." Liv ingin mendorong tenggorokannya untuk menjawab Dante. Namun, dia merasa kehadiran batu di sana, buatnya sulit untuk bicara. Pria yang Liv kenal tidak memiliki kesabaran ini, menunggu penuh kesabaran jawabannya. Dia hanya menaikkan alis, selagi Liv utarakan isi kepalanya. "Hmm?" Dante seolah bukan Dante. Dante yang berhadapan dengannya, bagai malaikat yang datang untuk menyelamatkan Liv dari neraka yang merupakan keluarganya. Sangat jauh dengan ekspektasi Liv yang awalnya mengira Liv akan diperlakukan kasar. Atas keberanian yang dipaksa, Liv menjawab dengan suara tersendat-sendat. "Aku ... aku tidak tahu harus berbicara apa." Saat sang dara tengah bingung terhadap situasi yang jauh dari ekspektasi, Dante hanya menatap lamat. Tidak ada secercah pun emosi dari pendaran matanya, membuat Liv sulit menebak isi kepala Dante

فصول أخرى
استكشاف وقراءة روايات جيدة مجانية
الوصول المجاني إلى عدد كبير من الروايات الجيدة على تطبيق GoodNovel. تنزيل الكتب التي تحبها وقراءتها كلما وأينما أردت
اقرأ الكتب مجانا في التطبيق
امسح الكود للقراءة على التطبيق
DMCA.com Protection Status