Share

Bab 8

Author: Phoenixclaa
last update Last Updated: 2025-05-15 00:01:36

Fajar baru menyingsing ketika derap langkah pengawal dan suara dayang-dayang terdengar di lorong istana timur. Pintu kamar Elina diketuk keras.

Sekar buru-buru membukakan pintu. Seorang dayang utama membungkuk sopan. “Perintah Pangeran. Tuan Putri Elina harus bersiap sekarang. Raja mengundang untuk sarapan istana pagi ini.”

Sekar mengerutkan kening. “Untuk sarapan, ohh hari purnama agung?”

Dayang itu mengangguk. “Dan untuk menyapa Raja dan Ratu sebagai selir utama Pangeran Raeshan.”

Elina yang duduk di ranjang, hanya menatap datar.

“Aku tidak akan pergi,” ucapnya.

Dayang itu ragu. “Maaf, Tuan Putri. Ini perintah istana…”

Tak sempat mereka berdiskusi lebih lama, pintu didorong keras dari luar.

Pangeran Raeshan masuk dengan langkah panjang dan wajah gelap. Matanya langsung mengunci pandang dengan Elina.

“Aku dengar kau menolak.”

Elina mendengus. “Kau dengar dengan benar.”

Raeshan melipat tangan. “Kau akan pergi. Sekarang.”

“Aku tidak mau terlihat seperti boneka yang bisa kau pamerkan ke orang tuamu setelah menyiksaku dengan kejam.”

“Kau itu keras kepala atau hanya butuh perhatian, hah?” Raeshan mendekat.

Elina bangkit berdiri, tubuhnya masih goyah, tapi tatapannya membara di ikuti senyum meremehkan. “Aku butuh perhatian? Aku bahkan bisa bertahan hidup tanpa rasa pedulimu setelah disika terus menerus.”

Raeshan memajukan wajahnya, hanya beberapa inci dari wajah Elina. “Kau ini benar-benar menyebalkan.”

Elina balik menatapnya, tanpa gentar. “Dan kau benar-benar tidak tahu bagaimana memperlakukan perempuan dengan baik.”

Mereka saling menatap, lama. Tegang. Dada naik turun. Tapi ada sesuatu yang berbeda. Bukan hanya marah ada ketegangan yang nyaris seperti... kedekatan yang belum sempat diakui.

Raeshan mendesah tajam dan berbalik. “dua puluh menit. Kalau kau tidak siap, aku akan kembali. Dan aku akan memandika, dan memakaikan gaun sendiri untukmu.”

Elina mendelik. “Kau tidak akan berani.”

Raeshan menoleh dengan senyum miring. “Coba saja membantah.”

Ia pun pergi, meninggalkan Elina yang entah kenapa tidak bisa menahan senyum kecil di sudut bibirnya meski masih kesal setengah mati.

Sekar mendekat pelan. “Tuan Putri, Anda... tersenyum?”

Elina buru-buru menepis. “Tidak. Aku cuma... ya, aku tetap kesal. Tapi aku akan ikut.”

Sementara di kediaman selatan istana, Permaisuri Liora sudah bangun sejak fajar, duduk anggun di depan cermin berhias emas.

Rambutnya ditata tinggi dengan sisir berhiaskan permata safir. Gaun biru keperakan membalut tubuhnya, dipilih khusus untuk hari yang sangat penting ini.

Hari ini adalah Hari Purnama Agung, sebuah perayaan bulanan di Kerajaan Azmeria, di mana keluarga kerajaan, bangsawan dari dalam negara maupun negara lain, dan pejabat penting menghadap Raja dan Ratu untuk sarapan bersama menandai awal siklus baru dalam kalender istana.

Tradisi ini sudah turun-temurun, dan bagi Liora, hari ini adalah panggung tempat ia menegaskan posisinya sebagai wanita sang Dewa Perang.

“Apakah kereta telah disiapkan?” tanyanya sembari memeriksa kuku jari yang dipoles warna mutiara.

“Sudah, Permaisuri,” jawab dayangnya. “Dan Raja serta Ratu akan menerima tamu istana pada jam delapan. Seperti biasa.”

Liora tersenyum puas. “Bagus. Aku ingin tempat dudukku tepat disamping suamiku dengan bantalan sutera yang empuk.”

Dayang itu menunduk. “Tentu, Permaisuri.”

Liora berdiri, menyemprotkan wewangian mawar putih ke leher dan pergelangan tangan.

Ia tersenyum puas menatap bayangannya di cermin. Namun, senyum itu sedikit memudar ketika Kasim Zahar datang menyampaikan pesan.

“Yang Mulia Pangeran Raeshan menyampaikan, mohon Permaisuri berangkat lebih dulu ke istana utama. Beliau akan menyusul,” ujar Zahar sambil menunduk sopan.

Liora tersentak, tapi segera menyembunyikannya di balik senyum diplomatis. “Baiklah. Sampaikan pada Pangeran, saya akan menyampaikan salam hangatnya pada Raja dan Ratu.”

Beberapa saat kemudian, Liora tiba di aula utama istana. Suasana di dalam sudah ramai. Para pejabat tinggi kerajaan, bangsawan, dan tamu kehormatan dari kerajaan tetangga telah hadir.

Di sisi kanan aula, duduk Pangeran Kedua, Aldrik dikenal karena ketegasannya dan pengaruhnya dalam bidang pengetahuan dan inovasi pengetahuan. Di sampingnya duduk anggun permaisuri Mireya, wanita elegan dengan mata tajam untuk masalah pendidikan dan budaya.

Tak jauh dari mereka, Pangeran Ketiga, Kael, sedang berbincang santai sambil tersenyum menawan. Kael terkenal dengan karisma diplomatiknya dan kedekatannya dengan para bangsawan muda dari kerajaan tetangga. Di sisi kirinya duduk Permaisuri Casia, seorang wanita berdarah campuran dari Utara.

Sementara itu, Pangeran Keempat, Arven, tampak tenang dan waspada. Ia lebih pendiam dibanding saudara-saudaranya, namun pengaruhnya di bidang politik sangat kuat. Permaisurinya Riselda, duduk tenang di sampingnya wanita tangguh yang sering membantu Arven dalam perundingan dan urusan kerajaan.

Liora duduk di tempat yang telah disiapkan, jantungnya mulai berdebar saat ia melirik pintu utama. Raeshan belum juga muncul. Para tamu mulai saling berbisik, dan para pengawal tampak gelisah di posisi masing-masing.

Lalu suara lembut tapi berwibawa terdengar:

Raja Varyen memasuki aula, disusul Ratu Amaris. Semua orang berdiri dan membungkuk hormat. Musik lembut mengiringi langkah mereka menuju singgasana.

Liora berdiri kaku, lalu dengan canggung menunduk, matanya terus melirik ke arah pintu.

Dalam hatinya, ia berdoa agar Raeshan segera datang sebelum...

“Ke mana Pangeran Raeshan?” suara Raja terdengar dari singgasananya, nadanya tenang tapi jelas membawa teguran.

Liora membuka mulut, hendak menjawab, saat tiba-tiba…

Pintu utama aula terbuka lebar.

Dan dari balik cahaya pagi, Pangeran Raeshan muncul menggandeng Elina.

Suasana aula sontak hening.

Langkah mereka mantap, dan setiap pasang mata tertuju pada Elina yang berjalan anggun dalam balutan gaun merah lembut dengan detail perak, rambutnya ditata setengah terikat, mahkota kecil di atas kepala menunjukkan statusnya sebagai Selir Utama.

Raeshan tak berkata sepatah kata pun, hanya menuntunnya ke depan aula, lalu berhenti tepat di hadapan Raja dan Ratu.

Elina menunduk anggun. “Paduka Raja, Paduka Ratu. Terima kasih atas undangan yang mulia ini.”

Raja Varyen menatapnya dengan tajam, lalu bertanya,

“Kau Elina? yang menyelamatkan Panglima Dasman itu?”

Raeshan menjawab mantap tanpa ragu, “Benar, Ayahanda. Dia Elina dan dia adalah selirku.”

Liora tercekat. Wajahnya menegang, sementara para pangeran lain saling melirik dengan ekspresi sulit ditebak.

Raja Varyen mengangguk perlahan. Sorot matanya menyapu Elina dari ujung kaki hingga kepala, namun nadanya terdengar netral, hampir hangat:

“Azmeria tak melupakan jasa. Selamat datang, Elina.”

Elina menunduk rendah. “Itu adalah tugas saya Yang Mulia.”

Namun sebelum suasana jadi terlalu tenang, Ratu Amaris melangkah satu tapak ke depan. Senyumnya tampak indah namun menusuk.

“Putri dari negeri yang telah rata dengan tanah, kini berdiri di aula utama Azmeria sebagai selir utama?” katanya pelan, tapi tajam. “Mainan perang Raeshan rupanya tahu cara bertahan hidup.”

Kesunyian menyergap ruangan. Elina tak menjawab. Ia hanya menunduk lebih dalam, menyembunyikan api yang perlahan menyala dalam dadanya.

Raeshan melirik ibunya dengan tajam, tapi menahan diri untuk tidak membalas.

Raja Varyen menghela napas. “Hari ini adalah hari berkah. Jangan kita kotori dengan masa lalu.”

Ratu Amaris tetap tersenyum, dingin. “Tentu saja, Yang Mulia. Aku hanya menyapa. Silahkan nikmati jamuan ini Selir Elina.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
ruangtunggu273
mana kelanjutannya nih..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dari Dokter Ahli Berubah Menjadi Selir Tawanan Dewa Perang   Bab 146

    Musik merdu dari orkestra mulai mengalun lembut ketika MC mempersilakan pasangan yang berbahagia maju ke panggung utama.Zahira lalu menerima kotak kecil yang disodorkan Raka. Senyum hangat pria itu berusaha menenangkan degup jantungnya yang kacau. Perlahan, cincin indah itu melingkar di jemari Zahira. Lalu giliran Raka yang menerima cincin darinya. Tepuk tangan meriah pun menggema, menandai resminya pertunangan mereka.Zahira sempat melirik ke arah Raeshan yang berdiri bersama Kania. Tatapan pria itu begitu sulit dibaca, yang pasti Zahira sangat kecewa padanya.Di sisi lain, Febri yang baru saja dari toilet tiba-tiba merasa ada tarikan kuat di lengannya. Belum sempat ia berteriak, seseorang membekap mulutnya dan menyeretnya keluar lewat lorong servis hotel. Dalam kepanikan, ia melihat yang membekapnya adalah Zidan.Sementara itu, Raeshan beranjak mendekati Zahira dan Raka untuk memberi selamat. Ketika ia berjalan pergi dan melewati Zahira, ujung koreknya dengan lembut menyapu punggun

  • Dari Dokter Ahli Berubah Menjadi Selir Tawanan Dewa Perang   Bab 145

    Melihat Zahira tak ingin menjawab, Raeshan kembali melajukan mobil kali ini lebih kencang.Tapi Raka malah terus mengomel, suaranya serak mabuk tapi menusuk telinga. Raeshan yang sejak tadi menahan diri akhirnya kembali menghentikan mobilnya.Zahira spontan ingin menolong saat Raeshan membuka pintu mobil dan mendorong tubuh Raka keluar begitu saja. Namun, ketika tangannya hendak menyentuh pintu, Raeshan segera menahan pergelangan Zahira.“Biarkan dia,” suaranya datar tapi penuh kuasa. Klik! Pintu segera terkunci.Zahira terpaku, jantungnya berdegup liar. Mobil kembali melaju. Ia melirik cemas ketika mobil berhenti di sebuah hotel tak jauh dari rumah Raka. Raeshan keluar tanpa berkata apa-apa, lalu membuka pintu. Ia membungkuk, mengangkat Zahira ke punggungnya meski wanita itu meronta lemah.Begitu sudah dikamar, tubuh Zahira dilempar ringan ke atas kasur kamar hotel. Nafas Zahira tercekat, sementara Raeshan menindih tubuhnya dan langsung merebut bibirnya dalam ciuman panas penuh gaira

  • Dari Dokter Ahli Berubah Menjadi Selir Tawanan Dewa Perang   Bab 144

    Sore itu, di restoran barat privat yang terletak di lantai atas sebuah gedung megah.Raka duduk di ruangan VIP, ditemani asistennya, Sinta, yang setia menyiapkan dokumen.Ia sudah menunggu lebih dari lima belas menit. Tatapannya sesekali melirik jam tangan mewah di pergelangan tangan. “Klien macam apa ini, beraninya membuatku menunggu?” gumamnya kesal.Tapi begitu pintu terbuka, langkah kaki dua orang pria terdengar memasuki ruangan. Raka sontak berdiri. Wajahnya langsung memucat lalu berubah menjadi merah padam begitu sosok yang muncul jelas terlihat.“Kenapa kau di sini?!” suara Raka membentak, telunjuknya lurus menunjuk ke arah Raeshan.Raeshan hanya tersenyum miring. Lalu dengan santai ia menarik kursi tepat di hadapan Raka. Zidan berdiri di sampingnya, menunduk hormat sambil menyalakan tablet.“Duduklah, Raka. Jangan terlalu kaku,” ujar Raeshan, nada suaranya ringan namun penuh tekanan. Ia lalu meraih tablet di tangan Zidan, dan tanpa basa-basi melemparkan perangkat itu ke atas m

  • Dari Dokter Ahli Berubah Menjadi Selir Tawanan Dewa Perang   Bab 143

    Meski suasana hatinya sangat buruk, tapi Raeshan harus tetap bekerja. Dedikasinya di Azmeria juga di masa modern sama saja yaitu ulet dan sangat totalitas.Malam itu, di sebuah restoran mewah, Raeshan duduk di meja sudut bersama Zidan dan seorang klien dari luar negeri. Meski ia berusaha fokus pada pembicaraan bisnis, matanya tanpa sengaja menangkap sosok yang membuat jantungnya berhenti berdetak sejenak.Zahira.Ia duduk anggun di meja lain, tepat di seberang ruangan, ditemani Raka yang tampak begitu percaya diri.Sesaat dunia Raeshan terasa berputar. Tatapan matanya tak bisa lepas dari sosok wanita itu. Zahira tersenyum tipis, sesekali menunduk, sementara Raka terlihat terus berusaha memonopoli perhatiannya. Raeshan mengepalkan tangan di bawah meja, menahan gejolak emosi.Ketika Zahira berdiri menuju toilet, Raeshan segera meminta izin pada kliennya, berdiri, lalu diam-diam mengikutinya.Begitu Zahira keluar, Raeshan tanpa pikir panjang menarik pergelangan tangannya, menyeretnya ke

  • Dari Dokter Ahli Berubah Menjadi Selir Tawanan Dewa Perang   Bab 142

    Keesokan harinya, Raeshan kembali memperhatikan rumah Zahira, tapi masih kosong. Nomor telepon Febri pun masih tak bisa dihubungi.Ia mengingat kejadian tadi malam dan sangat cemas dengan kondisi Zahira.Ia lalu berbalik, langsung membanting stir menuju rumah sakit pusat. Ada sesuatu yang harus ia pastikan.Begitu sampai, Raka langsung menghadangnya di lobi. Lelaki itu bersandar di dinding dengan senyum congkak, lengan terlipat di dada.“Sedang mencari siapa, Tuan Raeshan yang terhormat?” suaranya dingin penuh sindiran. “Zahira? Sudahlah, jangan repot-repot. Dia tidak ada disini. Kau sebaiknya berhenti mencampuri urusan orang lain.”Raeshan menatapnya sekilas, lalu hendak berjalan melewati. Tapi Raka dengan cepat menahan langkahnya.“Jangan pura-pura tidak peduli,” suara Raka terdengar menyindir.“Semua orang tahu kau hanya sumber masalah bagi Zahira. Kau pikir dia akan menerima cinta dari seseorang yang tidak pernah bisa menentukan arah hidupnya? Semua orang juga tahu, hari ini kau c

  • Dari Dokter Ahli Berubah Menjadi Selir Tawanan Dewa Perang   Bab 141

    Raka tiba-tiba meraih tubuh Zahira lalu menariknya dalam pelukannya. Kepalanya ditekan hingga menempel di dada bidang Raka.Senyum licik tergambar jelas di wajah pria itu.“Kau akan terbiasa seiring waktu…” bisiknya dengan nada yang membuat darah Zahira terasa dingin.Ia menahan napas, berusaha menahan getaran tubuhnya. Tapi seketika pelukan itu terlepas begitu pintu kamar diketuk.Febri masuk dengan raut cemas. Raka berbalik tenang, menepuk bahu Zahira sebelum melangkah pergi.“Kalian bisa berbicara. Aku tidak akan mengganggu,” katanya sambil melempar tatapan penuh arti.Begitu pintu tertutup, Febri langsung menatap lekat wajah kakaknya.“Kak… kenapa? Kenapa kau menerima Raka, padahal aku tahu jelas-jelas kau tidak mencintainya?” suaranya bergetar.Zahira terdiam, mencoba menahan air mata yang sudah menggenang. Ia tersenyum paksa, mengelus bahu adiknya.“Ini pilihan terbaik yang kakak pernah ambil dalam hidup kakak,” ucapnya pelan.“Jangan bohong padaku, Kak…” Febri menunduk, menggen

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status