Share

2. Pertempuran di Istana Permaisuri

      Tuduhan Kanjeng Ibu Leena akan Raja Abra tidaklah salah, yah, umpatan tersebut benar adanya. Kerajaan Baskara belum lama ini dipimpin Raja Arkha ---suami Leena--- Baginda Raja Arkha mangkat beberapa waktu lalu karena sakit. Rengganis sebelumnya telah bertunangan dengan Abra ---pangeran ke-dua dari Kerajaan Bamantara--- pernikahan dipercepat atas usul sesepuh-pinisepuh kerajaan Baskara, mengingat posisi kosong pada tahta kerajaan akan menjadi peluang besar kerajaan lain menyerang. Buktinya, perang besar di perbatasan juga tengah terjadi, beruntung ada Senapati Khandra, pemuda gagah dengan taktik perang terbaik, mengerahkan prajurit di bawah kuasanya untuk menjaga, dan melawan musuh. 

     “Nenek peot!” tekan Raja Abra menatap mertuanya dengan tatapan menguliti. “Putrimu telah bersalah, jika kau masih membelanya, maka aku tidak segan untuk menghabisi nyawamu juga!” dengkus mengacungkan jari ke wajah sang mertua. 

    Kanjeng Ibu Lenna terbahak, “Coba saja kalau kau mampu!” tantang Kanjeng Ibu Leena menarik pedang dari salah seorang prajurit, bergerak mengayunkan ke arah Raja Abra. “Serang!” teriaknya. Wanita yang sudah tidak muda, seorang mantan ksatria wanita, menggunakan pedang untuk merobek jarik yang melilit pada bagian bawah, untuk mempertahankan bergerak. Tatapan lembut berubah waspada, awas dengan keadaan sekitar, membaca situasi mana kawan dan lawan. 

      Wush! Trang! Suara pedang beradu, membabi buta di beberapa sudut. Beriringan suara daging terkoyak dan teriakan kematian dari beberapa sudut istana. Suasana mencekam dalam sepersekian detik. Berada di tengah formasi perlindungan pengawalnya, Rengganis menatap khawatir ke arah sang ibunda dan suaminya. Bau darah yang tercium membuatnya mual dan takut. 

      Raja Abra mundur beberapa langkah menghindari serangan Kanjeng Ibu. “Kurang ajar, aku tidak akan segan menghabisi dirimu Nenek Tua!” umpatnya, tidak ada lagi kesopanan sebagai menantu, Raja Abra dibutakan amarah. 

     Sang raja benar-benar murka. Pertempuran sengit terjadi di aula istana permaisuri, beberapa pengawal yang mengikuti Permaisuri Rengganis membentuk formasi melindungi tuan mereka. Wanita berkulit putih ayu menatap cemas ke arah sang ibu dan juga suaminya. Bau darah menguar tercium, beberapa prajurit bergelimpangan dengan luka menganga lebar. 

     “Argh!” Permaisuri Rengganis berteriak saat seorang mayat lelaki jatuh tersungkur di samping dia berdiri. 

      “Rengganis!” teriak Kanjeng Ibu Leena kehilangan fokus, dia menoleh ke arah putrinya. 

       Kesempatan bagi Raja Abra dengan cepat menghunuskan pedang ke arah dada wanita itu. Crash! Raja Abra tertawa, “Mampus kau sialan!” 

     “Kanjeng Ibu!” teriak Ratu Rengganis melihat sang ibu celaka. 

     Wanita tua itu dan Rengganis saling pandang. Kanjeng Ibu Leena muntah darah bersamaan Raja Abra menarik paksa pedang. Kurang puas, Raja Abra mengayunkan pedang kembali untuk menghunus tubuh yang terhuyung. Tidak tinggal diam, Kanjeng Ibu Leena membalikkan badan, menangkis menggunakan pedangnya. Krit! Suara pedang bergesekan, satu ayunan ke atas kanjeng Ibu berhasil membuat pedang raja terlempar, dengan sisa kekuatan dia mengayunkan kembali pedang ke arah dada menantunya. 

     “Argh!” raung Raja Abra, serangan Kanjeng Ibu Leena berhasil mengenai perut, darah mengucur deras, hampir saja luka itu bertambah parah jika saja tidak terhalang perhiasan emas yang melilit bagian tubuh Raja Abra. 

    Lelaki tersebut meraih kembali pedang yang terjatuh, melihat wanita di hadapan sudah tidak berdaya, terkapar bersimbah darah. 

    “Kakang Prabu, tidak!” jerit Rengganis melihat suaminya kembali mengayunkan pedang. 

      Raja Abra tidak mendengar teriakan permaisurinya, amarah mengukung, lelaki tersebut menebas leher wanita yang sudah terbujur itu. Tubuh Rengganis luruh tanpa daya, pemandangan miris kepala ibunya terpisah dari tubuh, darah berceceran, tidak kuat menahan gejolak. Tubuh menggigil melihat ke arah kepala sang ibu yang menggelinding di lantai.

       Abra memasang sebuah senyuman keji penuh kemenangan. ‘Menyingkirkan Leena berarti kekuasaan Baskara sekarang berada di tanganku!'

         Abra melangkah dengan sombong menghampiri Rengganis yang terduduk lemah di lantai, menempelkan sisi tajam pedangnya di leher sang permaisuri, sengaja membiarkan kulit putih wanita ayu itu tergores pedang. Namun, keterkejutan yang menyelimuti istrinya itu begitu dalam, sampai-sampai dia hanya terdiam membeku bak raga tanpa nyawa. Tidak peduli akan pipinya yang berdarah. Kesal karena ekspresi ketakutan Rengganis tak mampu dia lihat, Abra menggertakkan gigi dan melayangkan sebuah tamparan kencang di wajah Rengganis, membuat wanita itu kehilangan kesadarannya seketika.

         “Jalang!” makinya, meluapkan amarah dalam hati.

*KarRa*

     Tanpa ada yang menyadari, di luar istana permaisuri. Sesosok bayangan hitam mengawasi dari balik semak samping istana. Tawa wanita terdengar lirih, “Sungguh pemandangan yang indah, bukan,” katanya. 

Bersambung….

@lovely_karra

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status