Share

Chapter 72

Author: Els Arrow
last update Last Updated: 2025-09-04 23:57:25
Melani masuk tanpa izin dan menaruh kotak salad itu di meja kaca Devanka. “Ini sehat banget, Pak. Cocok buat pemulihan Bapak,” ucapnya manja, sambil menyentuh sendok plastik seolah siap menyuapi.

Aska langsung menegur cepat. “Bu Melani, jangan lancang. Itu meja kerja CEO!”

Wanita itu hanya terkikik kecil. “Aduh, Pak Aska, jangan galak gitu dong. Saya ini perhatian sama atasan sendiri.” Matanya melirik Devanka dengan kelingan genit.

Devanka tetap menunduk menelaah berkas, nyaris tak bereaksi meski Melani terus menggodanya.

“Pak Devanka ....” Melani mencondongkan tubuhnya seolah tak menyerah meski Devanka acuh. “Bapak masih sakit, kan? Mau saya suapi?”

Aska mendecak keras. “Bu Melani!”

“Apa? Saya cuma niat baik, kok.” Ia menjulurkan salad kepada Devanka. “Ayo, Pak, coba sesuap saja.”

Barulah Devanka menutup map dengan satu gerakan tegas, tatapannya dingin menusuk. “Saya tidak butuh makanan darimu.”

Melani sempat terhenti, tapi cepat menutupi dengan tawa centil. “Jangan ka
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Dendam Pernikahan Pewaris Tampan    Bab 87. Mengungkap Pelaku

    Berbeda dengan Dian yang sibuk memanjakan menantunya, Seno justru melangkah mendekat ke arah putranya. Tatapannya serius, meski tetap berusaha ramah di depan keluarga.“Dev, Papa mau bicara sebentar soal perusahaan.” Nada suaranya rendah, seolah tak ingin terdengar oleh Dian maupun Nayara.Devanka menghela napas singkat, lalu menggeleng. “Nggak sekarang, Pa. Aku mau langsung ke kantor.”Seno mengerutkan kening. “Langsung? Baru turun pesawat, kamu pasti masih jet lag. Istirahat dulu, at least satu-dua jam. Besok pun masih bisa kita bahas.”“Enggak, Pa.” Devanka berdiri, merapikan jas yang tadi sempat ia buka. “Ada yang harus aku selesaikan segera. Aku nggak bisa nunda.”Seno menatap lekat wajah putranya, menyadari gurat pucat yang jelas terlihat. “Tapi kamu pucat banget. Jangan maksain diri.”Devanka tersenyum tipis. “Aku baik-baik aja.” Ia lalu menoleh ke bodyguard yang berdiri di sisi pintu. “Siapkan mobil, antar aku ke perusahaan sekarang.”“Baik, Tuan.”Dian sempat menahan, “Dev, m

  • Dendam Pernikahan Pewaris Tampan    Bab 86. Menyembunyikan Duka

    Nayara menarik napas panjang, mencoba menahan amarah yang sudah sejak kemarin menumpuk. Namun begitu Yoona makin menjadi-jadi, kesabarannya habis. Ia menurunkan kacamata hitamnya, menatap tajam dengan mata yang masih sembab.“Udah cukup, Mbak!” jawab Nayara lirih, tapi menusuk. “Saya nggak peduli kamu siapa, ya ... Yoona, Calysta, atau siapa pun yang pernah ada di masa lalu suami saya. Mau kalian punya seribu cerita sekalipun, itu urusan kalian. Saya berdiri di sini sebagai istrinya, dan ikatan kami berdasar pada hukum agama dan negara. Mau sejuta kenangan kalian pun, tetap saya pemenangnya. Titik!”Yoona tersentak, lalu tertawa kecil, sinis. “Istrinya? Hahaha … jadi kamu bangga banget jadi istri Devanka? Padahal jelas-jelas dia masih bisa digoda kapan aja. Kamu itu cuma pelengkap, Sayang. Bisa saja kamu bukan satu-satunya, tapi hanya salah satunya, kan?”Nayara berdiri dari kursinya, tegak menatap Yoona. Wajahnya pucat karena lelah, tapi sorot matanya tajam dan anggun. “Kalau memang

  • Dendam Pernikahan Pewaris Tampan    Bab 85. Memaksa Pulang

    Begitu mobil berhenti di depan villa, Devanka langsung turun. Gerbang terkunci rapat, lampu taman padam, dini hari benar-benar sepi. Ia cepat-cepat membuka pintu utama dengan kunci cadangan.“Semoga Nayara belum bangun,” gumamnya, meski nada suaranya berat, lebih seperti doa cemas.Langkahnya menapak tangga, jantung berdegup liar. Saat pintu kamar terbuka, pandangannya beku.Nayara tergeletak di lantai, bersandar lemah di tepi ranjang. Rambut berantakan, pipi basah bekas air mata, bibir pucat.“Nayara?!” suara Devanka pecah. Ia berlari, berlutut, mengguncang tubuh istrinya. Kulitnya dingin. “Astaga!”Ia buru-buru mengangkat Nayara ke ranjang, memeluk erat, lalu mencari minyak kayu putih di laci. Dengan tangan gemetar ia menggosokkan ke dada, leher, kaki istrinya. “Sayang, bangun … tolong buka mata.”Namun Nayara tetap terpejam. Hanya bibirnya bergerak kecil tanpa suara.Devanka panik. Ia meraih ponselnya—mati. Baterai habis. “Sial!” desisnya. Kakinya menginjak benda keras kala tak se

  • Dendam Pernikahan Pewaris Tampan    Bab 84

    Nayara duduk di ranjang dengan ponsel di tangan. Lampu kamar sudah diredupkan, selimut menyelimuti setengah tubuhnya. Kantuk sebenarnya mulai menekan matanya, tapi ia bersikeras menahan diri."Mas belum pulang juga, udah jam berapa ini? Apa urusannya se-urgent itu sampai nggak pulang-pulang?" gumamnya seraya mengusap mata memaksa untuk tetap terbuka.Ia menatap layar ponsel yang mati-nyala, jemarinya menggulir layar berulang tanpa arah. Sekadar membuka galeri, menatap foto mereka berdua. Senyum Devanka di sana membuat hatinya hangat, meski kini ada getir menyelip.“Aku mau kasih tahu kabar bahagia ini langsung ke Mas,” bisiknya, sambil mengelus perutnya yang masih rata. Napasnya tersendat, senyum tipis mengembang. “Aku hamil, Mas pasti seneng banget. Ah, tapi Mas malah nggak pulang-pulang.”Detik berikutnya, benda pipih itu bergetar di genggamannya. Notifikasi pesan masuk dari nomor asing. Alisnya bertaut bingung “Siapa ini jam segini?” gumamnya.Dengan jempol bergetar, ia membuka

  • Dendam Pernikahan Pewaris Tampan    Dijebak

    “Ibu … ini sudah saya belikan,” ucap staf villa itu saat baru saja kembali, ia membawa kantong plastik kecil dari apotek. “Saya beli beberapa jenis tespek, biar lebih meyakinkan. Tapi sebaiknya dicoba besok pagi, ya, Bu. Hasilnya lebih akurat kalau pakai urine pertama setelah bangun tidur.” Nayara mengangguk cepat, tangannya bergetar saat menerima kantong itu. “O-oke, terima kasih banyak.” “Ya, Bu. Tidak perlu khawatir, tidur cepat saja malam ini dan besok bangun langsung tespek. Jangan begadang, Bu.” Nayara tersenyum manis. “Iya, saya ke kamar dulu.” Ia naik ke kamarnya dengan langkah pelan, kantong plastik itu ia peluk erat. Sesampainya di kamar, Nayara menatap benda itu lama. Dadanya berdebar kencang, napasnya tersengal. “Besok pagi katanya … tapi, aku nggak bisa nunggu,” bisiknya. Dengan tangan gemetar, ia membuka bungkus tespek pertama. Plastik bening robek, lalu batang putih kecil itu sudah tergenggam. Ia masuk ke kamar mandi, menyalakan lampu, dan duduk di kloset. Gera

  • Dendam Pernikahan Pewaris Tampan    Bab 82

    “Mas, sudahlah ... aku pusing,” bisiknya lirih,menghentikan ucapan suaminya. Jemarinya meremas pelan tepi ujung bajunya. “Aku mau ke kamar aja. Kepalaku mendadak pening, rasanya nggak kuat kalau berdiri atau duduk lama.”Tanpa banyak bicara, pria itu langsung meraih lengan istrinya dengan lembut “Ayo ke kamar kalau begitu, bair nanti makanannya diantar saja sama stafnya,” jawabnya.Ia menggiring Nayara menuju kamar. Langkah Devanka tegap, tapi perlahan, menyesuaikan langkah istrinya yang mulai limbung. Sesampainya di kamar, ia membantu Nayara naik ke ranjang, menyingkap selimut, lalu membiarkan istrinya berbaring.Nayara menutup mata, wajahnya lelah. “Aku tidur dulu ya, Mas.”Devanka mengangguk tipis. Ia duduk di tepi ranjang, mengusap kepala istrinya perlahan, jemarinya bergerak tenang di antara helaian rambut yang basah oleh keringat tipis. Napas Nayara mulai teratur, tubuhnya tenggelam dalam buaian mimpi.Beberapa menit Devanka hanya diam, menatap wajah istrinya yang damai. Namun

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status