Dari luar seorang pria berjas hitam masuk dengan cepat, dia membungkukan badannya untuk menghormati bos nya.
"Tuan, sebentar lagi meting akan dilaksanakan,"ucap pria itu yang tak lain adalah asisten Alex, Satria. "Hm, tunggu saya di rumah meting sepuluh menit lagi,"jawab Alex, yang langsung diberi jawaban oleh satria dengan anggukan kepala. "Baik tuan,"Satria keluar dari ruangan Alexander dengan cepat, dia akan menunggu bos nya itu di dalam ruang rapat. Alex perlahan-lahan bangkit dari kursinya, menarik nafas dalam-dalam seiring dengan langkah Satria yang menghilang ke balik pintu ruangan. Dengan gerakan yang terukur, dia merapikan jas yang melingkar di tubuhnya, memastikan setiap lipatan duduk dengan sempurna. Lalu dengan penuh tekad, dia melangkah menuju ruang meeting, membawa beban pikiran tentang diskusi yang akan terjadi. ** Alex menyetir mobilnya dengan pikiran yang melayang jauh. Tangan kanannya yang menggenggam kemudi terasa kaku, sementara matahari terbenam mulai menyelinap perlahan di ufuk barat, menandakan hari sudah hampir berakhir. Mobil mewah itu melaju cepat di jalan tol yang lumayan lengah, namun hati Alex seakan terbelenggu dalam kecepatan yang lambat. Ia memikirkan keluarganya yang menunggu di rumah, istri yang dia sayang yang selalu memberikan dukungan, dan juga seseorang yang sudah seminggu ini tidak ia kunjungi—wanita yang selalu membuat dia nyaman. Wajah Alex tampak murung, dia merasa bersalah karena tugas-tugas di perusahaan yang menggunung membuatnya tidak sempat mengunjungi wanitanya yang selalu sabar menghadapi dia. Di satu sisi, ia juga merasa terpecah antara tanggung jawab sebagai kepala keluarga dan pemilik hati hati seseorang yang berbakti. Kedua tangan Alex mengencang memegang setir, mengekspresikan perjuangan batin yang dialaminya. Sesekali Alex melirik ponselnya yang tergeletak di kursi penumpang, berharap tidak ada kabar yang membuat dia cemas. Setiap kilometer yang dilalui terasa seperti mengajaknya semakin dekat dengan keputusan yang harus diambil. Haruskah ia langsung menuju rumah terakhir yang membuat dia nyaman setelah sampai di mansion? Ataukah ia perlu menghabiskan waktu bersama istri dan anaknya yang juga membutuhkan perhatiannya? Mobil mewah itu akhirnya memasuki area mansion, Alex menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri sebelum bertemu keluarga. "Hufft, ini terlalu berat, hanya saja tidak ada pilihan lain,"gumam Alex, dia akhirnya memutuskan untuk keluar dari dalam mobil dengan cepat. Alex melangkah masuk ke dalam mansion yang megah, miliknya sendiri, namun yang dia rasakan bukanlah kemewahan melainkan sebuah keheningan yang menyesakkan. Suasana mansion itu seolah menelan setiap suara, meninggalkannya dalam kesunyian yang menggema hingga ke sudut-sudut terdalam jiwa. "Kau sudah pulang,?" tanya wanita yang sedang menyisir rambut panjangnya, dia melihat kearah Alex yang berdiri di ambang pintu. "Hm, baru saja," jawab Alex dia melangkah masuk kedalam kamarnya dan sang istri, Camille. "Sepertinya kau sangat sibuk akhir-akhir ini," ucap Camille, dia menatap wajah tampan suaminya dari pantulan kaca. Camilla, dengan usia yang baru menginjak 25 tahun, memiliki paras yang menawan layaknya bintang di langit malam. Tubuhnya yang langsing menjulang setinggi 165 cm, kulitnya putih bak porselen, dipadukan dengan rambut hitam legam yang terurai panjang bak air terjun hitam nan misterius. Dia adalah; istri dari Alexander Nalendra. Pernikahan yang berawal dari perjodohan orang tua itu, kini sudah berjalan selama lima tahun. Alex dan Camille sudah di karuniai buah hati seorang laki-laki, Geovano Nalendra. Anak laki-laki yang kerap di panggil Geovano itu adalah cucu pertama di keluarga Alex dan Camille. "Iya begitulah, tidak ada hari tidak sibuk bagi ku. Kecuali weekend, itu pun kalau aku tidak melakukan perjalanan bisnis," jawab Alex dengan suara yang tenang, walaupun hatinya sedikit gelisah. "Iya, aku tahu itu. Segeralah mandi, aku akan menunggumu di ruang makan,"ujar Camille, yang di berikan jawaban dari Alex dengan anggukan kepala. Alex masuk ke dalam kamar mandi, dia ingin segera membersihkan tubuhnya. Tanpa basa-basi lagi, Alex melepaskan seluruh pakaiannya, dia langsung membersihkan tubuhnya dengan cepat. Sedangkan Camille, istrinya, wanita cantik itu kini beranjak dari depan meja rias. Dia melangkah menuju walk in closed, Camille menyiapkan keperluan suaminya, sudah rutinitasnya setiap Bima pulang dari perusahaan. Dengan cekatan Camille mengambil setelan baju santai untuk Alex, dia memilih celana pendek dan kaos oblong yang biasa di gunakan oleh Bima. Detik berikutnya, Alex keluar dari dalam kamar mandi. Dia langsung melangkah menuju walk in closed, dia sudah melihat pakainya yang sudah di siapkan oleh istrinya. Dengan cepat Alex mengganti pakaiannya, dia akan Makan malam bersama sang istri dan anaknya. * Alex merasakan hembusan nafas Camille yang lembut di lehernya, sebuah kehangatan yang selalu membuatnya merasa nyaman. Meski awalnya pernikahan mereka hanya sebuah perjodohan, kini ia sudah menerima takdir itu sendiri. Dalam remang cahaya yang menyorot dari jendela, wajah Camille tampak begitu damai. Dia mempererat pelukannya, merasakan setiap denyut nadi Camille yang seakan berbicara langsung ke hatinya. "Alex, aku tidak pernah menyangka akan mencintaimu sebesar ini," bisik Camilla dengan suara yang penuh perasaan. Senyumnya yang lembut membuat Alex merasa seolah dia adalah orang paling beruntung di dunia. "Hm, aku juga, Camille. Setiap hari, sayang padamu semakin dalam," jawab Alex, sambil mengusap lembut rambut Camille yang terurai. Matanya yang tajam menatap dalam ke dalam mata Camille, mencari dan menemukan kebenaran dari kata-katanya. Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati kebersamaan yang telah mereka rajut dengan penuh kesabaran dan pengertian. Di luar sana, mungkin dunia terus berputar dengan segala komplikasinya, tetapi di dalam kamar ini, hanya ada mereka berdua, terhubung oleh rasa cinta yang tulus dan murni. Sebuah perjodohan yang berbuah manis, membuktikan bahwa kadang, takdir memiliki cara tersendiri untuk menuntun hati. "Camille,"panggil Alex dengan suara yang serak dan memberat, dia merasa ada sesuatu yang ingin dia tuntaskan malam ini. Camille yang sudah hafal dengan tabiat suami, dia merespon dengan anggukan kepala. Dia tahu bahwa suaminya menginginkan dia malam ini, dan dia siap untuk melayani suaminya itu. Alex merasakan detak jantungnya berpacu saat mendapatkan izin dari istrinya. Dengan tatapan penuh gairah, dia langsung mendekat dan mencium bibir istrinya dengan rakus, mengekspresikan seluruh rasa cintanya yang telah lama terpendam. Tangannya yang hangat mulai menyusuri lembutnya kulit istrinya, perlahan-lahan melepaskan gaun malam yang dikenakannya. Ruangan itu terasa semakin hangat dengan setiap sentuhan yang mereka berikan satu sama lain, setiap desahan yang lepas menambah intensitas momen itu. Sekarang, mereka telah menyatu, terikat dalam keintiman yang mendalam, memadukan kasih dan gairah dalam tarian cinta yang tak terlupakan. "Aahh..."desah Camille saat Alex memberikan hentakan yang cukup keras di sana, dia merasakan suaminya sangat bernafsu malam ini. Alex, pria itu bergerak di atas tubuh sang istri dengan lihai. Dia selalu ingin sebuah penyatuan saat pikirannya terlalu runyam, dia selalu melampiaskan rasa penat itu dengan bergulat panas dengan istrinya. Alex bersatu dengan sang istri dalam pelukan yang penuh gairah, menyelami setiap detik perjalanan emosi mereka yang intens. Saat mereka mencapai puncak keintiman, perasaan Alex meluap, seolah-olah seluruh dunia telah berkumpul dalam satu titik kepuasan yang tak terlukiskan. "Aaaah..." erangan mereka berpadu, melambangkan ikatan cinta yang menggebu-gebu memenuhi ruang antara mereka. Alex merasakan hembusan nafas yang berat saat dia berbaring di samping Camille, mengecup lembut puncak kepala istrinya. Itu adalah ciuman penuh rasa terima kasih, namun terbawa juga oleh lapisan kehampaan yang tak bisa dijelaskan. Meskipun setiap sentuhan Camille memberi hangat pada kulitnya, ada sesuatu yang kurang, rasa yang hambar, seperti ada yang hilang dalam genggaman tangan mereka. Rasa yang seharusnya membara namun kini terasa datar, seperti ada kabut yang memisahkan antara hati dan rasa yang seharusnya bersatu. Camille, dengan segala keletihan yang menggumpal di tubuhnya, merasa terhanyut dalam pelukan Alex yang hangat dan lembut. Namun meskipun tubuhnya mencari ketenangan, pikirannya terjaga oleh deru perasaan yang bercampur aduk; cinta, rasa aman, namun juga kekhawatiran yang tak kunjung usai. Terasa ada ironi yang melingkupi mereka—bagaimana bisa seorang perasaan menyelamatkan dan juga membelenggu sekaligus? Sebuah pertanyaan yang terus melayang dalam benaknya seiring dengan ritme nafas Alex yang teratur, menenangkan namun misterius. Detik berikutnya, Alex yang terjaga, dia melihat kearah samping tempat tidur mereka, dimana ponselnya bergetar. Dengan hati-hati agar sang istri tidak terbangun karena gerakannya, dia mengambil ponselnya itu dengan tangan kanannya. Alexander membuka aplikasi berwarna hijau, dia melihat sebuah pesan yang dia arsip kan. Sudut bibirnya mengembang saat melihat nama seseorang yang mengirim pesan untuknya. "Sayang, kau sudah tidur kah? Aku merindukan mu?" *****Suara nafas memburu dan desahan mesra saling berpadu, mengalun bak simfoni yang menggoda. Di balik tirai pagi yang lembut, sepasang suami istri terperangkap dalam kehangatan rindu dan gelora yang membara, melukis cinta dalam setiap sentuhan yang membakar jiwa mereka.Pagi itu, gairah mereka meledak tanpa henti. Niat sederhana untuk mandi berubah menjadi pertempuran penuh hasrat, dua tubuh bersatu dalam api yang tak terbendung. Tak ada jejak lelah, hanya semangat yang membakar, menyulut sentuhan demi sentuhan penuh kenikmatan, seolah dunia berhenti berputar hanya untuk mereka.Almira terjatuh lembut di pangkuan Alex, tubuhnya seolah mencari sandaran dari gelombang emosi yang belum reda. Alex duduk di tepi bathtub, tangan kekarnya erat menggenggam pinggang Almira, seakan takut melepaskan satu inci pun dari sosok yang kini sangat ia butuhkan. Suara detak jantung mereka bergema dalam keheningan kamar mandi, membungkus mereka dalam dunia yang hanya milik berdua, di mana rasa rindu dan hara
Almira merasakan jantungnya berdegup kencang, setiap sentuhan Alex membangkitkan gelombang sensasi yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Matanya yang terpejam, membuatnya lebih fokus pada perasaan yang muncul dari dalam.Alex, dengan lembut dan penuh perhatian, mengusap area dada Almira, membuatnya menggigil kecil. Bibir Alex yang hangat, bergerak perlahan menyusuri leher jenjang Almira, meninggalkan jejak ciuman yang membangkitkan rasa hangat menyelimuti seluruh tubuhnya.Almira, terbawa dalam arus emosi yang mengalir deras, menarik napas dalam-dalam, menikmati setiap momen keintiman yang diciptakan oleh suaminya itu.Detik berikutnya, Alex membawa tubuh Almira untuk berada diatas pangkuannya. Dengan perlahan mereka menyatukan tubuhnya dengan penuh hati-hati dan nafsu."Aaahh ... Honey."desah Almira saat milik suaminya sudah masuk sepenuhnya kedalam miliknya."Bergeraklah sayang."bisik Alex, dia meremas area belakang sang istri, dia membuat sang istri untuk mulai bergerak.Karen
Cahaya matahari pagi yang menyelinap masuk lewat celah jendela kamar Almira dan Alex membelai wajah mereka yang masih terlelap. Keheningan pagi masih menggantung di udara, hanya suara hembusan nafas mereka yang terdengar.Almira, dengan mata yang mulai terbuka, merasakan kehangatan selimut yang membungkus mereka berdua. Dia menggeliat perlahan, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya yang makin lama makin terang.Almira memperhatikan wajah Alex yang masih terlelap di sampingnya, bibirnya membentuk senyum lembut. Dia mengulurkan tangan, dengan hati-hati menyingkirkan sehelai rambut yang menutupi dahi Alex.Mata Alex yang tertutup dan ekspresi damainya membuat Almira merasa begitu beruntung memiliki suami seperti dia.Saat itulah, dengan perlahan, Alex mulai menunjukkan tanda-tanda terbangun. Alisnya berkerut sejenak sebelum matanya yang sayu terbuka dan menatap Almira. Senyum mengembang di wajahnya saat dia menyadari bahwa Almira sudah terjaga dan memperhatikannya."Selamat pagi sayang
Setelah melakukan hubungan inti itu, kini Alex dan Almira berbaring di atas ranjang dengan saling berpelukan, mereka mengatur napas mereka yang masih tersengal-sengal.Almira memejamkan matanya menikmati setiap usapan tangan Alex yang berada di punggung polosnya, sejenak mereka hanya terdiam, menikmati waktu yang terus bergulir.Heningnya kamar itu hanya diisi dengann deru napas meraka, setiap detik terasa lebih lambat berjalan. Alex menciumi pucuk kepala istrinya itu dengan lembut, dia memang sangat merindukan Almira."Bagaimana hari mu tanpa aku sayang?"tanya Alex, setelah keheningan yang cukup lama, kini Alex memulai obrolan dengan sang istri.Almira mendongakan kepalanya menatap wajah suaminya yang terlihat begitu tampan, dia menjawab dengann suara yang lembut."Berjalan dengan baik, hanya saja terasa sepi saat kau tidak ada,"dia mendesahkan napasnya dengan pelan."Kau merindukan ku?" tanya Alex, dia sedikit menjauhkan wajahnya dari hadapan istrinya.Alex memandang wajah manis istr
"Aaaaah!"desah Almira saat alat vital besar itu mulai memasuki inti tubuhnya, walaupun belum sepenuhnya masuk, tapi rasanya sudah menusuk hingga dinding rahim. "Ougghhhh!"desah Alexander, dia merasa sangat nikmat saat miliknya sudah masuk sepenuhnya kedalam huanian nikmat milik istrinya itu. Dengan perlahan, Alexander mulai menggerakkan pinggulnya, menciptakan ritme yang lembut dan penuh kasih. Setiap sentuhan yang diberikannya terasa hangat, menyusup ke dalam relung hati Almira. "aaahhh Alexander, ah itu nikmat. lanjutkan sayang, aku suka," desah Almira dengan meminta suaminya terus bergerak di atas tubuhnya. "iya sayang, aku akan memuaskan mu malam ini. persiapkan dirimu untuk ronde ronde berikutnya sayang," jawab Alexander, dia terus menghentakan milik Almira dengan pusaka kokoh miliknya. "aku akan selalu siap honey. kenikmatan itu selalu aku nantikan," ujar Almira, dia sudah biasa melayani sang suami dengan beberapa ronde. bagi Almira melakukan hubungan badan itu adala
Almira mendongakan kepalanya saat lidah hangat Alexander mulai menjelajahi area inti dari tubuhnya, rasa hangat dan nikmat tentu saja dia rasakan di sana. Lidah itu naik turun dan memutar secara teratur, ritme yang pelan dan cepat di lakukan untuk menikmati inti tubunya. Alexander, pria itu terus bergerak di bawah sana. Dia memang sangat suka dengan benda favorit dari tubuh sang istri. inti tubuh yang wangi itu sangat membuat dia bernafsu, milik sang istri yang mempesona itu membuat pusaka besar miliknya selalu mengeras karena nafsu yang tinggi. Kamar yang di terangi dengan cahya remang, menambah intenstasi kedua pasangan suami istri itu untuk bergelut dengan hangat hingga bertukar peluh. Tangan Alexander tidak tinggal diam saja, tangan kokoh itu mulai meraba kulit tubuh Almira, mulai dari mengusap bagian kulit paha hingga pinggang ramping istrinya itu. Tangan itu terus bekerja untuk memberika setuhan yang membuat Almira meremang. Almira hanya bisa mendesah dengan lirih namun