Almira Vionzela adalah sosok yang memikat hati banyak orang dengan kecantikannya yang alami. Tinggi badannya yang mencapai 168 cm menambah pesona elegannya.
Walaupun memiliki paras yang menawan, Almira tetaplah wanita yang sederhana dalam segala hal. Kehidupan di Polandia yang penuh hiruk pikuk ditinggalkannya setelah ia menikah dengan Alexander Nalendra, seorang pria yang telah lama mengagumi kecantikan sekaligus kesederhanaan Almira. Setelah pernikahan, mereka memutuskan untuk pindah dan menetap di Italia, Di sana, Almira menjalani kehidupan yang jauh dari kebisingan ibu kota. Di tengah hutan itu, dia dan Alexander membangun kehidupan bersama yang penuh harmoni dan cinta. Walaupun terpisah dari hingar bingar kota, Almira tidak pernah merasa kehilangan. Di sudut kota yang ia tinggali, telah memberikan kedamaian yang selama ini dia cari. Kehidupannya bersama Alexander di tempat itu adalah gambaran nyata dari impian yang telah lama dia harapkan. Di tengah malam yang sunyi, Almira terbaring sendirian di atas ranjangnya yang dingin. Mata hazelnya yang jernih terpaku pada layar ponsel yang tak kunjung menyala notifikasinya. Setiap detik yang berlalu seperti mengiris hatinya yang cemas, menunggu kabar dari Alexander, suaminya yang entah di mana. Dengan setiap hembusan nafas yang berat, dia berdoa, agar pesan yang ditunggu-tunggu itu akhirnya tiba, membawa kabar yang dia harapkan. "Iya baby, aku saat ini sudah berbaring di atas ranjang. Hari ini sangat melelahkan,"jawaban pesan dari Alexander, Almira tersenyum saat membaca pesan itu yang di akhiri dengan emoji cium. Dengan gerakan yang cepat, Almira membalas pesan dari suaminya itu."honey, kau akan pulang kapan dari perjalanan bisnis mu,hm,?"tanya Almira melalui ketikan tangannya itu. Almira memandang layar ponselnya, dia melihat bahwa pesannya sudah di baca oleh suaminya itu. Dengan senyum yang merekah, dia membaca lagi balasan pesan dari Alexander tersebut."rupanya istri ku sudah sangat merindukan ku hm? Aku akan pulang Minggu depan baby, tunggu beberapa hari lagi. Aku juga sangat merindukan mu," Tawa kecil Almira terdengar di udara, gemerlap mata merasakan suka cita saat mengetahui bahwa rindu yang selalu menggelayut di hatinya ternyata bukan hanya miliknya sendiri; Alexander, suaminya, juga merasakan hal yang sama. Almira merasakan kehangatan menyebar di seluruh jiwanya, bagaikan sinar matahari di pagi hari yang dingin. Keberadaan Alexander dalam kehidupannya menjadi anugerah yang tak tergantikan, membuat hatinya terasa dipenuhi dengan syukur yang tak terkira. Sudah dua tahun Alexander dan Almira menikah, namun rumah tangga mereka tetap meriah bagai baru sehari menikah. Meskipun mereka belum diberkahi buah hati, hal itu tidak pernah memudarkan rasa cinta yang tumbuh di antara mereka. Setiap pagi, Alexander selalu mencium kening Almira sebelum berangkat kerja, dan Almira selalu menyiapkan sarapan favorit suaminya dengan penuh kasih. Cinta mereka berkembang lebih dalam, menjadikan setiap hari sebagai momen penuh kebahagiaan dan kehangatan. "Oke, aku akan tunggu kedatangan mu honey. Aku sangat merindukan mu,"itu pesan terakhir dari Almira, dia tahu bahwa suaminya pasti sangat lelah seharian bekerja. Almira meletakkan ponselnya di atas nakas yang berada tepat di samping ranjang tempat tidurnya. Dengan mata yang terpejam, dia menarik nafas dalam-dalam, mencoba merasakan kehadiran Alexander disisi ranjang yang sekarang hanya terisi oleh dirinya saja. Lampu kamar yang redup menambah suasana melankolis di ruangan itu. Almira membuka matanya, menatap lekat-lekat ke langit-langit kamarnya yang dicat dengan warna biru muda, seolah-olah itu bisa membawa bayangan Bima lebih dekat kepadanya. Lengan Alexander yang biasa melingkari pinggangnya kini hanya bisa dia rasakan dalam kenangan yang semakin lama terasa semakin jauh. Almira memeluk bantal di sampingnya, mencoba menggantikan kehangatan Alexander dengan serat-serat kapuk yang dingin. Air mata mulai berkumpul di sudut matanya ketika dia membayangkan Alexander sedang tersenyum kepadanya dari balik layar laptopnya di suatu hotel bisnis di negeri orang. Dia tahu, kehidupan seorang pebisnis seperti Alexander tidaklah mudah, penuh dengan tanggung jawab dan tuntutan yang harus dihadapi di berbagai kota dan negara. Namun di malam yang sunyi ini, semua logika dan pengertian itu tidak bisa mengusir rasa sepi dan rindu yang mendalam di hati Almira. Angin malam yang sejuk berhembus melalui jendela terbuka, seolah membawa pesan dari Alexander untuk tetap kuat dan sabar menanti kepulangannya. "Aku sangat merindukan dia," bisik Almira dengan suara yang serak, penuh kerinduan. Dia memejamkan matanya, berusaha menemukan wajah terkasih di balik kelamnya malam, berharap dapat terlelap dan bertemu dengannya meski hanya dalam mimpi. ** Di sisi lain, Alexander yang baru saja berbalas pesan dengan Almira, dia memejamkan matanya sejenak. Alexander tenggelam dalam dilema yang sangat mendalam. Dia tahu bahwa apa yang dilakukannya sangat salah, dan dia merasa begitu bersalah. "Apa yang harus aku lakukan?" pikirnya dengan putus asa. "Bagaimana bisa aku berada dalam situasi seperti ini?" Dalam satu sisi, dia telah memiliki istri yang cantik dan penyayang bernama Camille, namun di sisi lain, tanpa bisa mengendalikannya, hatinya jatuh pada Almira, wanita yang juga telah ia nikahi secara diam-diam. Dalam hati yang kalut, Alexander mencoba merenung. "Apakah ini karma atas segala kesalahan yang pernah aku lakukan di masa lalu? Atau, apakah ini hanya tantangan hidup yang harus aku hadapi sebelum bisa benar-benar bahagia bersama mereka berdua?" Alexander sadar bahwa tak mungkin dia bisa melarikan diri dari konsekuensi perbuatannya. Kebenaran ini sungguh menyakitkan baginya, namun dia tahu bahwa saat ini, ia harus menentukan apa yang benar-benar ia inginkan. "Sungguh berat rasanya dilema yang kini aku hadapi. Apa yang harus aku katakan pada Camille, wanita yang selama ini setia berada di sisiku, menerima aku apa adanya, dan mencintaiku dengan sepenuh hati? Atau, Almira yang telah membuat hidupku terasa lengkap dan penuh cinta yang ku butuhkan?" Alexander merasa semakin terpojok dalam batinnya, mencari solusi untuk menghadapi persoalan yang ada. Dia sadar bahwa pilihan yang ia buat nantinya akan membawa konsekuensi besar pada hidup mereka berdua, begitu juga dengan hidupnya sendiri. Namun, dia juga sadar bahwa ia tak mungkin lari dari kenyataan ini, bahkan jika ingin sekali ia mempertahankannya. Saat memandang wajah Camille yang terlelap begitu damai di dalam pelukannya, Bima tersadar betapa sebenarnya dia menyayangi Camille. Sebelumnya, dia selalu meyakinkan dirinya bahwa dia cukup hanya dengan satu istri saja, tapi rupanya hatinya menolak hal itu. "Apakah aku sebenarnya tidak cukup dengan hanya satu istri? Mengapa hatiku merasa terbelenggu dalam kebersamaan ini? Kenapa tidak bisa damai seperti wajah Camille saat terlelap dalam tidurnya,?" gumamnya dalam hati. Alexander merasa terperangkap dalam dilema cinta dan tanggung jawab, tak tahu harus bagaimana mengungkapkan perasaan yang mendalam ini. "Aku harus menemukan cara untuk menyatukan hatiku yang penuh konflik, agar aku bisa menjadi suami yang baik, yang bisa mendampingi mereka selamanya." Gumam Alexander, dia benar-benar tidak menyangka akan sejauh ini mengambil sebuah tindakan. Dalam kesendirian yang hening, Alexander berusaha menemukan jawaban untuk segala pertanyaan yang tak henti menghantui pikiran dan hatinya itu. Alexander memejamkan matanya, berusaha melarutkan diri dalam lautan mimpi yang tak pasti. Meskipun batinnya terbelah antara perasaan terhadap Almira dan Camilla, ia mencoba menenangkan pikirannya. "Haruskah aku terus mempertahankan Almira, yang kini selalu membuat aku nyaman dan merasa di cintai? Ataukah lebih baik memberikan hati sepenuhnya pada Camille yang selalu ada di sampingku?" Bisik hatinya dalam kegelapan malam. Namun, Alexander sadar betapa sulitnya membuat keputusan ini, dan dalam situasi seperti ini, ia memerlukan istirahat untuk menyegarkan pikirannya. "Aku tidak bisa meninggalkan mereka berdua, mereka sama-sama memiliki tempat di hati ku sendiri." gumamnya pelan sebelum akhirnya tenggelam dalam tidur yang terasa begitu singkat."Aaaaah!"desah Almira saat alat vital besar itu mulai memasuki inti tubuhnya, walaupun belum sepenuhnya masuk, tapi rasanya sudah menusuk hingga dinding rahim. "Ougghhhh!"desah Alexander, dia merasa sangat nikmat saat miliknya sudah masuk sepenuhnya kedalam huanian nikmat milik istrinya itu. Dengan perlahan, Alexander mulai menggerakkan pinggulnya, menciptakan ritme yang lembut dan penuh kasih. Setiap sentuhan yang diberikannya terasa hangat, menyusup ke dalam relung hati Almira. "aaahhh Alexander, ah itu nikmat. lanjutkan sayang, aku suka," desah Almira dengan meminta suaminya terus bergerak di atas tubuhnya. "iya sayang, aku akan memuaskan mu malam ini. persiapkan dirimu untuk ronde ronde berikutnya sayang," jawab Alexander, dia terus menghentakan milik Almira dengan pusaka kokoh miliknya. "aku akan selalu siap honey. kenikmatan itu selalu aku nantikan," ujar Almira, dia sudah biasa melayani sang suami dengan beberapa ronde. bagi Almira melakukan hubungan badan itu adala
Almira mendongakan kepalanya saat lidah hangat Alexander mulai menjelajahi area inti dari tubuhnya, rasa hangat dan nikmat tentu saja dia rasakan di sana. Lidah itu naik turun dan memutar secara teratur, ritme yang pelan dan cepat di lakukan untuk menikmati inti tubunya. Alexander, pria itu terus bergerak di bawah sana. Dia memang sangat suka dengan benda favorit dari tubuh sang istri. inti tubuh yang wangi itu sangat membuat dia bernafsu, milik sang istri yang mempesona itu membuat pusaka besar miliknya selalu mengeras karena nafsu yang tinggi. Kamar yang di terangi dengan cahya remang, menambah intenstasi kedua pasangan suami istri itu untuk bergelut dengan hangat hingga bertukar peluh. Tangan Alexander tidak tinggal diam saja, tangan kokoh itu mulai meraba kulit tubuh Almira, mulai dari mengusap bagian kulit paha hingga pinggang ramping istrinya itu. Tangan itu terus bekerja untuk memberika setuhan yang membuat Almira meremang. Almira hanya bisa mendesah dengan lirih namun
Almira mengenakan gaun tipis berwarna putih yang membungkus tubuh langsingnya dengan indah, rambutnya yang masih basah menambah kesan segar. Alexander, yang baru pulang kerja, merasakan aroma floral yang menenangkan dari tubuh Almira. Dengan lembut, dia memeluknya dari belakang, menempelkan dagunya di pundak Almira sambil memejamkan mata, menikmati kedekatan itu. "Kamu selalu tahu bagaimana membuatku terpikat," bisik Alexander dengan nada hangat. Almira tersenyum, membalikkan badan agar bisa berhadapan dengan suaminya. "Itu harus, agar kau tidak pernah berpaling dariku," jawabnya sambil menatap dalam ke mata Alexander. Alexander mendengar kata-kata itu, terkejut sejenak. Dia berusaha menyembunyikan keterkejutannya, tapi matanya sedikit terbelalak. 'Tidak berpaling?' pikirnya, seraya mengingat bahwa dia telah menjadikan Almira sebagai istri keduanya. Wajahnya berusaha keras mempertahankan senyum. "Bagaimana hari mu di kantor tadi,?" tanya Almira, mengalihkan topik, sambil tan
Matahari pagi baru saja menyingsing, dan Alexander sudah berkemas dengan rapi. Pakaian yang terpilih khusus untuk perjalanan ini tersusun rapi di dalam koper miliknya. Dia melirik ke arah Camille yang masih terlelap dalam dekapan mimpi, lalu perlahan dia mencium keningnya. "Maafkan aku, Camille," gumamnya pelan, hampir tak terdengar. Alexander melangkah menuju ruang tamu dan mengambil telepon genggamnya. Dia mengetik pesan singkat kepada Almira, "Aku dalam perjalanan, sayang. Sampai jumpa nanti sore." Setelah itu, dia memasukkan ponselnya kembali ke saku dan mengambil kunci mobil. Sebelum meninggalkan rumah, Alexander berpaling sekali lagi memandang istri pertamanya yang masih terlelap. Ada rasa bersalah yang menggelayut di hatinya, namun segera dia mengusirnya. Dia mengingatkan dirinya sendiri tentang masalah yang katanya terjadi pada anak perusahaannya di Italia. Camille tentu akan mengerti, pikirnya. Alexander mengemudi menuju bandara dengan pikiran yang melayang ke sos
Almira Vionzela adalah sosok yang memikat hati banyak orang dengan kecantikannya yang alami. Tinggi badannya yang mencapai 168 cm menambah pesona elegannya. Walaupun memiliki paras yang menawan, Almira tetaplah wanita yang sederhana dalam segala hal. Kehidupan di Polandia yang penuh hiruk pikuk ditinggalkannya setelah ia menikah dengan Alexander Nalendra, seorang pria yang telah lama mengagumi kecantikan sekaligus kesederhanaan Almira. Setelah pernikahan, mereka memutuskan untuk pindah dan menetap di Italia, Di sana, Almira menjalani kehidupan yang jauh dari kebisingan ibu kota. Di tengah hutan itu, dia dan Alexander membangun kehidupan bersama yang penuh harmoni dan cinta. Walaupun terpisah dari hingar bingar kota, Almira tidak pernah merasa kehilangan. Di sudut kota yang ia tinggali, telah memberikan kedamaian yang selama ini dia cari. Kehidupannya bersama Alexander di tempat itu adalah gambaran nyata dari impian yang telah lama dia harapkan. Di tengah malam yang sunyi, Almira
Dari luar seorang pria berjas hitam masuk dengan cepat, dia membungkukan badannya untuk menghormati bos nya. "Tuan, sebentar lagi meting akan dilaksanakan,"ucap pria itu yang tak lain adalah asisten Alex, Satria. "Hm, tunggu saya di rumah meting sepuluh menit lagi,"jawab Alex, yang langsung diberi jawaban oleh satria dengan anggukan kepala. "Baik tuan,"Satria keluar dari ruangan Alexander dengan cepat, dia akan menunggu bos nya itu di dalam ruang rapat. Alex perlahan-lahan bangkit dari kursinya, menarik nafas dalam-dalam seiring dengan langkah Satria yang menghilang ke balik pintu ruangan. Dengan gerakan yang terukur, dia merapikan jas yang melingkar di tubuhnya, memastikan setiap lipatan duduk dengan sempurna. Lalu dengan penuh tekad, dia melangkah menuju ruang meeting, membawa beban pikiran tentang diskusi yang akan terjadi. ** Alex menyetir mobilnya dengan pikiran yang melayang jauh. Tangan kanannya yang menggenggam kemudi terasa kaku, sementara matahari terbenam mu