Home / Rumah Tangga / Di Balik Senyum Palsu / bab 4 MODAL PINJAM MERTUA

Share

bab 4 MODAL PINJAM MERTUA

Author: Kasihrindu
last update Huling Na-update: 2025-08-20 17:54:44

"Nggak! Urusan nafkah itu kewajiban suami. Lagian mau kerja di mana kamu?" raut wajah Arman terlihat menegang.

"Di tempat kerja aku dulu. Kebetulan ada lowongan, dan temen aku...," Devita belum sempat menyelesaikan ucapannya saat Arman menyela.

"Ah bilang saja kamu ingin ketemu mantan kekasihmu yang masih bujangan itu ," Nada bicara Arman kini meninggi. Terlihat jelas guratan marah di raut wajah tampannya. Wajahnya memerah seperti warna tomat yang sudah matang.

"Bukan seperti itu mas, aku hanya ingin membantu selagi bisa," ucap Devita mencoba mencairkan suasana.

"Tidak, Aku tidak perlu di bantu," suaranya kini terdengar biasa, namun tatapan matanya memancarkan kemarahan dan kekecewaan. Devita hanya bisa diam, menahan semua ucapan yang sebenarnya ingin sekali ia lontarkan dari bibirnya.

"Kamu mau kemana mas?" tanya Devita saat Arman berdiri dan mulai melangkah ke arah ruang tamu.

"Cari kerja," jawab Arman singkat. Padahal suasana siang itu masih hujan deras. Suara petir juga masih bergemuruh meski suaranya terdengar agak jauh.

"Tapi di luar masih hujan deras," Devita berjalan cepat menyusul Arman yang sedang membuka pintu ruang tamu.

"Dari pada aku harus melihatmu bekerja bersama mantan kekasihmu itu, lebih baik aku saja yang cari kerja sampai dapat," ucap Arman sembari memakai sandalnya. Arman selalu cemburu jika menyangkut mantan kekasih Devita. Apalagi sampai sekarang mantan Devita masih melajang dan sudah di angkat menjadi manajer di tempat kerja Devita dulu. Tentu saja semua pikiran kotor menari-nari di kepala Arman. Dia pasti sangat kawatir dengan nasib rumah tangganya kedepan. Apalagi posisi Arman saat ini sedang menganggur.

"Mas ayo masuk dulu! kita bicarakan lagi," ucap Devita mencoba membujuk suaminya. Melihat kondisi saat itu hujannya cukup deras. Dia kawatir suaminya akan jatuh sakit.

"Tidak jika kamu masih ingin bekerja," ucap Arman.

"Iya mas, aku tidak akan bekerja," ucap Devita lirih. Devita memilih mengalah demi kebaikan semua. Jika sampai Arman sakit padahal keuangan sedang kosong, apalagi yang bisa Devita lakukan.

Setelah mendengar pernyataan Devita, Arman bersedia masuk ke dalam rumah. Hujan sedikit reda seperti suasana hati Arman yang sudah mulai tenang.

Devita mengandeng tangan Arman, menuntunnya ke arah dapur.

"Duduk mas, biar aku ambilkan air minum," ucap Devita. Arman hanya mengangguk mengiyakan ucapan Devita. Devita duduk di sebelah Arman setelah meletakkan gelas berisi air putih,"Maaf mas, gula, teh dan kopinya habis."

Tanpa berkata apapun Arman mengambil gelas tersebut kemudian meminumnya.

"Mas istirahat dulu saja! nanti kita bicarakan lagi bagaimana untuk kedepannya," ucap Devita yang kemudian berdiri berniat pergi ke kamar untuk melihat putranya yang tengah tidur siang. Devita ingin membahas semuanya saat suasana hati Arman sudah tenang.

"Kita bicarakan sekarang saja," ucap Arman menghentikan langkah kaki Devita.

"Kamu serius mas?" Devita memandang ke arah Arman dengan tatapan menyelidik.

Arman hanya memgangguk mengiyakan pertanyaan Devita barusan.

Devita berbalik badan, berjalan kembali ke arah Arman yang masih duduk dengan menggenggam gelas berisi air putih yang sudah dia letakkan di atas meja.

"Apa yang mau kamu bicarakan mas?" Devita memulai percakapan setelah duduk di samping Arman. Devita mencoba tersenyum berharap membuat Arman lebih tenang, karena menganggap istrinya sudah merelakan keinginannya untuk bekerja kembali.

"Gimana kalau mas usaha saja?" ucap Arman.

"Usaha apa?" Devita yang mendengar ucapan Arman sontak menatap Arman dengan tatapan heran. Bagaimana tidak? usaha juga butuh modal. Sedangkan saat ini mereka sama sekali tidak punya modal. Hanya punya niat tanpa di dasari bakat berbisnis.

"Mas punya ide untuk jualan sayur keliling," ucap Arman yang terdengar tidak meyakinkan di telinga Devita..

"Kamu yakin mas? tapi kita sama sekali tidak ada modal. Kamu juga belum pernah berjualan.

"Sayang kita pinjam modal orang tuamu," ucap Arman melontarkan ide konyolnya. Ide yang tidak pernah Devita pikirkan sama sekali. Bahkan sebisa mungkin Devita ingin sekali menutupi kesulitannya dari keluarga besarnya. Dia tidak ingin membuat kawatir terutama orang tuanya. Karena pernikahan yang Devita jalani saat ini sebenarnya tidak sepenuhnya mendapatkan restu dari ibunya Devita. Hanya karena Devita bersikeras memaksa akhirnya orang tua Devita dengan terpaksa mengijinkannya. Bahkan Devita dan Arman sudah lama tidak menghubungi mereka. Entah bagaimana keadaan orang tua Devita sekarang. Eh dengan tiba-tiba Arman memberikan ide yang cukup gila menurut Devita.

"Mas cari ide yang lain saja. Aku tidak mau melibatkan orang tuaku," ucap Devita dengan nada tegas. Berharap Arman berhenti memikirkan ide tersebut.

"Kenapa? kita kan pinjam, nanti juga kita balikin," Arman mencoba meyakinkan istrinya jika semuanya pasti baik-baik saja untuk kedepannya.

"Aku tetap tidak mau. Kamu pinjam ibumu saja, nantikan di kembalikan," ucap Devita mengembalikan ucapan Arman.

"Ibuku orang tidak punya. Lagian dia sudah berikan tanah yang kita tempati ini," Arman sepertinya lupa jika rumah yang mereka tempati sebagian besar modal untuk membangun rumahnya adalah pemberian dari orang tua Devita. Dan setelahnya mereka jarang berkomunikasi. Sekarang Arman meminta Devita untuk menghubungi orang tuanya hanya untuk meminjam modal.

"Apa kamu lupa mas? orang tuaku juga ikut membangun rumah ini. Mereka memang orang punya, tapi kamu tidak boleh seenaknya begitu. Apa kamu tidak punya malu? aku yang anaknya saja malu meski baru memikirkannya saja," ucap Devita panjang lebar mengungkapkan isi hatinya.

"Tapi kita tidak punya pilihan," Perkataan Arman barusan membuat Devita terdiam.

"Kalau begitu," Devita berjalan masuk kemar kemudian dengan cepat kembali menghampiri Arman.

"Ini mas ngomong sendiri saja ke orang tuaku," Devita menyodorkan ponsel ke arah Arman.

"Ta.... tapi sayang," tubuh Arman tiba-tiba gemetar di barengi keringat dingin yang mulai merembes keluar dari tubuhnya.

Devita justru pergi setelah memberikan ponsel yang sudah terhubung dengan orang tuanya.

"Kapokmu kapan mas," gumam Devita sembari berjalan ke arah kamar.

Sementara di seberang telpon, suara ibu mertua Arman mengucapkan salam.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Di Balik Senyum Palsu   bab 6 TERPAKSA PAKAI KEKERASAN

    "Kamu gila mas? astaga yaampun, duh Gusti Agung kulo nyuwun pangapunten(duh Gusti Agung saya minta maaf)," Devita spontan nyeletuk karena saking kagetnya. Kakinya tiba-tiba terasa lemas hingga tubuhnya hampir terhuyung jatuh kelantai, kalau saja saat itu Arman tidak sigap menangkap lengan Devita. "Auh panas," geram Arman saat lengannya ketumpahan sedikit teh panas yang di pegang oleh Devita. "Kenapa kamu? sini-sini duduk dulu," ucap Arman sembari memapah tubuh Devita. Arman mengambil teh hangat yang ada di tangan Devita lalu meletakkannya ke atas meja. "Untung saja cangkir kesayanganku tidak pecah," gumam Arman sembari memalingkan wajahnya ke arah lain. "Apa mas? bisa-bisanya kamu mikirin cangkir ketimbang keadaanku," Protes Devita yang ternyata masih bisa mendengar ucapan Arman barusan. Arman hanya menyeringai tanpa rasa bersalah. "Mas tolong ambilkan sapu di dapur," ucap Devita setenang mungkin. Devita menundukkan kepala sembari menarik napas panjang demi menahan emosi ya

  • Di Balik Senyum Palsu   bab 5 TERANCAM GULUNG TIKAR

    Devita sedang berbaring di sebelah putranya saat Arman masuk ke dalam kamar. Senyum mengembang terlihat jelas dari wajah Arman. Kebisingan hujan yang sedari tadi menemani cekcok kecil keluarga mereka kini sudah benar benar mereda. "Ini ponselnya," ucap Arman mengulurkan ponsel ke arah Devita. Devita memandang Arman dari atas sampai kebawah, dia menyadari ada kabar melegakan dari raut wajah suaminya. "Ini loh ambil ponselnya, malahan bengong begitu. Kenapa? pasti penasaran ya," ucap Arman masih dengan senyum mengembang di wajahnya. "Kamu bicara apa ke ibuku, apa beliau mau?" tanya Devita yang memang penasaran. "Adalah, yang pasti beliau bersedia meminjami kita modal." "Berapa, jangan kebangetan ya minjem nya!" ucap Devita mencoba mengingatkan suaminya. "Nggaklah, mas cuma pinjem 3 jutaan. Lagian orang tuamu kan banyak uang. Uang segitu kecil bagi mereka," ucap Arman dengan entengnya. "Astaga, 3 juta itu banyak lo mas," Devita melempar bantal ke arah Arman karena saking

  • Di Balik Senyum Palsu   bab 4 MODAL PINJAM MERTUA

    "Nggak! Urusan nafkah itu kewajiban suami. Lagian mau kerja di mana kamu?" raut wajah Arman terlihat menegang. "Di tempat kerja aku dulu. Kebetulan ada lowongan, dan temen aku...," Devita belum sempat menyelesaikan ucapannya saat Arman menyela. "Ah bilang saja kamu ingin ketemu mantan kekasihmu yang masih bujangan itu ," Nada bicara Arman kini meninggi. Terlihat jelas guratan marah di raut wajah tampannya. Wajahnya memerah seperti warna tomat yang sudah matang. "Bukan seperti itu mas, aku hanya ingin membantu selagi bisa," ucap Devita mencoba mencairkan suasana. "Tidak, Aku tidak perlu di bantu," suaranya kini terdengar biasa, namun tatapan matanya memancarkan kemarahan dan kekecewaan. Devita hanya bisa diam, menahan semua ucapan yang sebenarnya ingin sekali ia lontarkan dari bibirnya. "Kamu mau kemana mas?" tanya Devita saat Arman berdiri dan mulai melangkah ke arah ruang tamu. "Cari kerja," jawab Arman singkat. Padahal suasana siang itu masih hujan deras. Suara petir j

  • Di Balik Senyum Palsu   bab 3 IJINKAN AKU BEKERJA MAS

    "Jika kita bercerai saat kondisi mas seperti ini, apa nanti kata orang. Mas nggak mau mereka berfikir jelek tentang kamu sayang," ucap Arman masih dengan posisi berlutut. "Aku nggak peduli, kamu saja selalu berfikir jelek tentang aku," ucap Devita. Dia berjalan melewati Arman tanpa ekspresi. "Kalau begitu kamu lihat anak kita Zidan! Dia masih kecil. Kamu nggak kasihan? aku mohon pikirkan itu juga sayang. Mas mohon, mas janji akan berubah," entah sudah berapa kali Arman memohon dan mengucapkan janjinya. Devita menoleh ke arah Arman yang tengah berdiri di belakangnya, lalu menatap ke arah Zidan. Sebagai seorang ibu, Devita merasa bingung dan bimbang. Namun sebagai seorang istri dia merasa sudah terlalu lelah. "Nanti biar aku pikirkan dulu mas, tapi kamu jangan terlalu berharap," ucap Devita lirih. Mendengar penuturan Devita, spontan Arman melangkah maju untuk memeluk istrinya. Namun Devita menepis tangan Arman untuk menghindarinya. "Ah maaf," ucap Arman melangkah mundur. Dia b

  • Di Balik Senyum Palsu   bab 2 AKU KEHILANGAN PEKERJAAN

    Sementara Arman masih berdiri di tempat. Dia seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja Dia dengar dari ucapan istrinya tadi. Seketika kakinya terasa lemas hingga tidak lagi mampu menopang tubuh tinggi, kekarnya. Dia tidak menyangka jika kata cerai akan semudah itu keluar dari mulut Devita. Arman merenung berjam-jam di ruang tengah, kedua matanya enggan untuk memejam. Pikiran kalut, bingung berkecamuk menari-nari menjadi satu di dalam kepalanya. Ada banyak kenangan indah melintas dalam pikiran Arman. Arman sungguh tidak rela jika harus mengakhiri pernikahan yang sudah dia jalani selama 5 tahun ini. Apalagi selama ini Devita adalah sosok istri yang sabar, setia, penurut, dan juga perhatian. Devita juga sosok wanita yang cantik, sederhana dan juga tidak banyak tingkah. Itu yang membuat Arman jatuh hati pada Devita, lalu memutuskan menikahinya meski Arman punya kenangan buruk tentang sebuah keluarga di masa kecilnya. "Tidak, aku tidak mau berpisah," gumam Arman masih dalam posisi

  • Di Balik Senyum Palsu   bab 1 MARI BERCERAI MAS

    Krek, terdengar suara pintu ruang tamu di buka. Devita yang tengah sibuk dengan pekerjaan dapur spontan menoleh ke arah suara. Terlihat Arman masuk ke dalam rumah setelah menutup pintu. Raut wajah Arman terlihat lelah dan lesu. Devita mematikan kompor lalu berjalan untuk menghampiri suaminya. Seperti biasa Devita tersenyum, mengulurkan tangan ke arah Arman untuk menyambutnya. Setelahnya mengambil tas slempang berwana hitam dari pundak Arman. "Lelah ya mas? sebentar, aku buatkan minum dulu," ucap Devita langsung berlalu menuju dapur. Sedangkan Arman melangkah ke arah kursi berwana coklat tua yang tersusun rapi di ruang tamu. Dia menyandarkan tubuhnya ke kursi sembari menghembuskan napas panjang. Matanya tertuju pada satu titik di atas meja. Terlihat genangan air di sebelah cangkir plastik berwarna biru muda. "Astaga, apa saja yang di lakukan vita di rumah," gumam Arman. Lagi lagi dia menghembuskan napas panjangnya. Arman berasal dari keluarga broken home. Ayahnya penganut patri

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status