Share

Dinikahi CEO Cuek
Dinikahi CEO Cuek
Penulis: Han

Bab 1 I Hate a (Cool) Man

Elive menunggu lampu berubah warna dengan sabar. Sesekali matanya melirik pada jam tangan yang melingkar di pergelangannya. Masih ada cukup waktu sebelum ia sampai di kantor.

Kepalanya mendongak, suasana yang tadinya tenang mendadak runyam saat seorang anak kecil tiba-tiba berlari ke tengah jalan. Seorang anak lelaki yang asik mengambil bola sementara dari arah kanan muncul kendaraan bermotor dengan sangat cepat.

Napas Elive tertahan dan orang-orang hanya menjerit. Bahkan seorang pria yang jelas-jelas lebih dekat dengan anak lelaki tersebut tampak tak acuh.

Berdecak keras, Elive berlari menghampiri anak lelaki tersebut dan dengan gerakan cepat, mendekapnya hingga keduanya jatuh ke pinggir jalan raya.

Jantung Elive berdebar kencang dengan tubuh gemetar di pelukannya. Gadis itu masih mencoba menenangkan diri saat suara anak tersebut memenuhi indera pendengarannya, disusul orang-orang yang ramai mengelilingi keduanya.

“Kakak.”

Elive membuka mata dan segera bangkit dari posisinya. Melepas pelukan anak tersebut dan memastikan bahwa anak itu tidak terluka.

“Kau baik-baik saja?” tanya Elive.

“Aku baik, tapi Kakak terluka,” jawab anak tersebut sembari menunjuk lengan Elive.

Gadis itu melihat ke arah lengannya yang tidak tertutup apa pun. Lengan kirinya terluka sedikit di bagian siku, sementara lengan kanannya tampak parah. Kulitnya mengelupas hingga meninggalkan goresan panjang berwarna merah.

“Tidak masalah. Besok jangan begitu lagi, ya. Kalau jalanan sedang ramai biarkan saja bolanya. Kamu bisa mengambilnya setelah jalanan sepi,” ucap Elive mengabaikan perih yang mulai terasa.

“Terima kasih Kakak cantik. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi.”

Elive tersenyum. Orang-orang sudah kembali pada kesibukannya masing-masing.

“Yuan.”

Uncle!”

Elive ikut mendongak saat seorang pria memanggil nama anak lelaki tersebut. Matanya memicing menyadari fakta bahwa pria itu adalah pria yang hanya melihat anak kecil hampir tertabrak. Fakta mengejutkan lainnya, anak kecil tersebut adalah keponakannya dan pria itu tidak peduli sama sekali.

“Anda pamannya? Kenapa tadi anda diam saja? Anda membiarkan keponakan anda hampir tertabrak,” geram Elive.

“Saya tidak diam. Saya hendak menolongnya, tapi kamu lebih dulu. Kamu sendiri, kenapa begitu peduli dengan orang lain dan mengabaikan dirimu sendiri?” ucap pria tersebut sembari menatap lengan Elive yang berdarah.

“Rasa kemanusiaan dan empati,” jawab Elive ketus.

“Kalau begitu, sebagai bentuk rasa kemanusiaan dan empati seperti yang kamu katakan, saya akan bertanggung jawab atas luka milikmu,” ujar pria itu lagi.

“Tidak perlu. Saya tidak peduli dengan manusia seperti anda.”

“Ya sudah kalau tidak mau.” Pria tersebut bergidik sebentar sebelum meninggalkan Elive yang hanya mampu melongo di tempatnya. Dia tidak percaya sama sekali bahwa ada pria yang tidak memiliki empati sedikit pun.

Menghentakkan kaki kesal, Elive berjalan menuju kantornya. Namun, sebelum itu, ia mampir ke kamar mandi untuk membersihkan lukanya. Meringis kecil, Elive melihat lengan kanannya yang berwarna merah cukup panjang dan lebar. Beruntunglah perusahaan tempatnya bekerja benar-benar luar biasa. Menyediakan kotak pertolongan pertama di setiap kamar mandi dan lantai. Jadi, Elive bisa mengobati lukanya sebelum nanti membawanya ke rumah sakit agar tidak infeksi. Setidaknya, untuk sekarang gadis itu sudah membubuhkan obat merah dan mengoleskan salep luka sebelum membalutnya dengan perban.

Elive menatap cermin di kamar mandi tersebut. Membenahi tatanan rambutnya yang sedikit berantakan lantas kembali menggerutu. “Dasar pria tidak punya hati!”

Setelah puas, gadis itu menghela napas panjang dan segera berjalan menuju ruangannya. Ia menyapa beberapa karyawan dan menjawab satu persatu pertanyaan mengenai lengannya yang dibalut perban.

“Elive, ada apa dengan lenganmu?” tanya Hana. Sekretaris sekaligus sahabatnya di divisi produksi.

“Tadi ada anak kecil hampir tertabrak dan aku yah berubah menjadi pahlawan kepagian,” jawab Elive.

“Astaga. Kenapa tidak langsung ke rumah sakit? Bagaimana kalau infeksi?” heboh Hana.

“Aku masih cukup waras untuk terlambat di rapat besar hari ini. Hari ini kepala dewan akan mengumumkan kepala direktur yang baru.” Tangan Elive sibuk menyusun dokumen sembari menjawab ucapan Hana.

“Benar juga. Namun, ini bukan rapat penting yang harus dihadiri semuanya,” elak Hana.

“Tidak cukup penting untuk semuanya, tapi cukup penting untukku kalau masih ingin hidup di perusahaan ini,” jawab Elive.

Hana tertawa kecil menanggapi jawaban sahabatnya tersebut.

“Semangat calon manajer.” Hana menggoda Elive yang kemudian dihadiahi pukulan di lengannya.

“Sudah, aku mau pergi dulu.” Elive bangkit dari tempat duduknya. Meninggalkan Hana yang masih mencob menggodanya.

Gadis itu duduk sesuai dengan jabatannya sebagai kepala divisi produksi. Ia menyapa sekilas kepala divisi personalia dan pemasaran yang berada di samping kanan kirinya.

Elive kembali fokus saat kepala dewan mulai bersuara. Memberikan sambutan dan memperkenalkan seorang pria yang berjalan ke mimbar.

“Perkenalkan, Zavian Lee, kepala direktur yang baru di perusahaan ini yang sudah terpilih secara sah melalui rapat dewan minggu lalu.”

Retina Elive membelalak seketika. Badannya sedikit menegang mengetahui fakta bahwa kepala direktur yang baru adalah pria yang beberapa jam lalu sudah ia marahi. Pria itu adalah pewaris kekayaan Lee Corp dan sekarang menjadi direktur utama perusahaan tempatnya bekerja.

Elive menertawakan nasibnya dalam hati. Berharap bahwa kisahnya berjalan baik seperti dalam web series yang selalu dirinya baca tentang karyawan dan CEO. Setidaknya, ia masih bisa bekerja di perusahaan tersebut.

“Tampan sekali ya. Dia anak kedua dari Tuan Lee. Wajahnya benar-benar seperti pangeran. Sesuai dengan panggilannya, ice prince.”

Elive tidak sengaja mendengar percakapan dua perempuan yang duduk di depannya. Entah mereka dari bagian mana, Elive tidak peduli. Gadis itu hanya ingin mengatakan bahwa pria yang ada di depannya sana sangat tidak punya hati. Pria yang bahkan hampir mencelakakan keponakannya sendiri itu tidak berhak punya penggemar. 

Ice prince? Benar, pria itu berhati batu, berhati dingin, hilang rasa.

Menghembuskan napas kasar, Elive akhirnya dapat bernapas lega saat pertemuan tersebut akhirnya berakhir.

Dengan gerakan cepat dan cenderung terburu-buru, Elive segera beranjak dari tempat duduknya dan mencoba keluar, meski badan mungilnya sangat tidak bisa diajak bekerjasama di situasi seperti ini. Sebab, setiap ia ingin maju, ia pasti terdorong lagi ke belakang.

“Hai, orang yang punya rasa kemanusiaan dan empati.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status