Abimanyu menganggukkan kepalanya. Wanita itu berjalan ke sisi Abimanyu menyingkirkan Viona, menggandeng tangannya dan membawa pria itu keluar dari rumah.
Viona menatap kepergian mereka dengan enggan, dia sangat iri pada Viona hingga bola matanya hampir keluar karena tidak kunjung selesai menatap. *** Di sisi lain di dalam mobil, Eleena cemberut di sepanjang perjalanan. Setiap kali Abimanyu bertanya atau menanggapi sesuatu, Eleena hanya akan menjawab singkat atau bahkan tidak menjawab sama sekali. "Kenapa?" tanya Abimanyu dengan heran melihat tingkah wanita di sebelahnya. Eleena diam, tidak mau menjawab. "Eleena," panggil Abimanyu dengan suara rendah. Baru saat itulah Eleena menoleh dan menjawab dengan kesal. "Kenapa, sih, Pak?!" Ketika Eleena bersuara, Abimanyu menghela nafas dengan lega. "Kamu kenapa? Bete sama saya?" "Bapak ngapain tadi berdiri berduaan gitu sama si Viona? Bapak enggak tau, ya, kalau saya itu benci sama dia?!" Wanita itu akhirnya buka suara setelah lama menahan kekesalannya. "Bukan mau saya, dia yang berdiri di sebelah saya," balas Abimanyu, mengelak tuduhan Eleena padanya. Dengan cemberut, Eleena bergumam dengan suara pelan, "Sama aja." Helaan nafas pendek terdengar di telinga Eleena saat itu, Abimanyu tiba-tiba menghentikan mobilnya di pinggiran jalan raya, membuat dia menoleh dan bertanya, "Kenap-um." Sebuah ciuman selembut capung yang menyentuh air tiba-tiba mendarat di bibir Eleena. Mata wanita itu membesar, menatap Abimanyu yang sudah menarik diri dan kembali melajukan mobilnya dengan tatapan kaget. Jantung Eleena berdetak dengan sangat cepat, masih menatap Abimanyu dengan tatapan tidak percaya. Matanya mengrejap, wajah dan telinganya tiba-tiba saja memerah. "Maafin saya, oke? Lain kali saya akan pindah kalau misalkan dia berdiri atau duduk di samping saya," ujar Abimanyu, pria itu bersikap seolah orang yang mencium Eleena tadi bukanlah dirinya. Eleena memalingkan wajah, selain jantungnya yang masih berdebar sangat cepat, dia juga merasa suhu di dalam mobil sangat panas hingga hampir membuatnya terbakar. Eleena bahkan berusaha untuk membuat bibirnya terus dalam garis lurus, namun pada akhirnya dia tidak mampu menahan lengkungan di sudut bibirnya. Abimanyu melirik Eleena yang memerah, melihat senyum yang Eleena coba tutupi, dia tanpa sadar juga tersenyum. Satu jam kemudian di perjalanan, Abimanyu memasuki sebuah perumahan besar. Mobil itu berhenti di depan sebuah rumah mewah. "Kita tiba, ayo keluar!" titah Abimanyu pada Eleena. Eleena mengangguk, dia keluar dari dalam mobil, berdiri di sebelah Abimanyu. "Ayo masuk!" Abimanyu mengulurkan tangannya, menggenggam telapak tangan Eleena secara tiba-tiba. Eleena mengangguk, mengikuti setiap langkah kaki Abimanyu tanpa mengatakan apa pun. "Selamat datang Tuan!" seorang wanita setengah baya menyambut kedatangan mereka. "Di mana Akasha?" tanya Abimanyu yang menarik Eleena masuk ke dalam rumah. "Den Akasha ada di kamarnya, dia menolak untuk turun," jawab wanita setengah baya itu sambil melirik Eleena dengan sudut matanya. Mengangguk, Abimanyu kembali berkata, "Ini Eleena, dia yang akan mejadi istri saya dan nyonya di keluarga Bahuwirya." Eleena tersenyum pada wanita parubaya itu. "Saya Eleena," ucap Eleena, memperkenalkan dirinya. "Saya Sutri, pengasuh den Akasha." Sutri tersenyum kecil, terlihat jelas dalam ekspresinya jika dia tidak begitu mementingkan Eleena. Hal itu membuat Eleena mengerutkan kening, perasaannya buruk ketika melihat wanita setengah baya bernama Sutri itu. "Kalau gitu Tuan dan Nona Eleena silahkan istirahat, biar saya panggilkan den Akasha," ujar Sutri dengan begitu sopan. "Sebentar!" Eleena menghentikannya. Sutri menoleh, menatap Eleena dengan bingung. "Biar saya ikut, kamu antar saya ke kamarnya," ujar Eleena. Mata Sutri tampak berkeliaran menatap Eleena, dia lalu melirik Abimanyu dengan sudut matanya. Sutri tersenyum sopan, berkata pada Eleena, "Tapi den Akasha orangnya pemalu, Non. Dia mungkin enggak akan mau kalau Non yang datang." Implikasinya jelas bahwa Sutri mengatakan jika Eleena adalah orang asing dan Akasha pasti akan menolaknya. Alis Eleena terangkat, dia mendongak menatap Abimanyu. "Aku yang nyusul anak kamu ke kamarnya, boleh, kan?" Abimanyu menganggukkan kepalanya. "Biar Eleena yang pergi!" Tersenyum puas, Eleena dapat merasakan jika Sutri kesal padanya. "Ayo antar, saya enggak tau di mana kamar Akasha!" Seberapa kesalnya pun Sutri, dia tetap harus mematuhi perintah Abimanyu. Sutri mengangguk, berjalan memimpin Eleena ke kamar Akasha di lantai dua. "Ini bukan pertama kalinya Tuan Abimanyu membawa perempuan ke rumah ini," ujar Sutri tiba-tiba saat keduanya sedang berjalan. Eleena tidak menanggapi, dia jelas tahu apa yang Sutri maksud. "Den Akasha enggak pernah mau deket sama siapa pun kecuali saya." Wanita setengah baya itu kembali melanjutkan. Ketika tiba di depan sebuah pintu berwarna coklat, langkah Sutri berhenti, dia hendak mengetuk saat Eleena lagi-lagi menghentikannya. "Kamu boleh pergi!" titah Eleena dengan nada tenang. "Non Eleena, tapi-" "Mau saya laporkan sama Abimanyu kata-kata kamu barusan?" tanya Eleena sambil memiringkan kepalanya dan tersenyum. Bibir Sutri mengerucut kesal. Dia berbalik, pergi dengan menghina. Setelah kepergian Sutri, Eleena menatap pintu kayu di depannya. Dia mengangkat tangan, mengetuk pintu dengan pelan. Namun setelah berkali-kali ketukan, tidak kunjung ada jawaban dari dalam kamar. Kening Eleena berkerut, dia khawatir terjadi sesuatu pada Akasha. Pada akhirnya Eleena memutuskan untuk langsung membuka pintu tanpa mengetuk lagi. "Akasha?" Ketika pintu di buka, hal pertama yang Eleena lihat adalah sebuah benjolan kecil di atas tempat tidur. Eleena berjalan mendekat, merasa lucu melihat kepala kecil yang keluar dari selimut. "Halo Akasha," sapa Eleena pada anak yang berpura-pura tidur itu. Eleena tidak peduli bahkan jika Akasha tidak menanggapi. "Tante datang ke sini mau ketemu Akasha, boleh tante duduk?" Lama menunggu jawaban, Eleena melihat benjolan di atas tempat tidur itu tiba-tiba bergerak, memberikan ruang yang lebih luas pada tempat tidurnya, seolah memberikan Eleena tempat untuk duduk. Eleena tertawa kecil, merasa sangat lucu. "Makasih, ya," ucap Eleena, dia duduk di samping benjolan kecil itu. "Papah ada di bawah, loh, Akasha enggak mau ketemu Papah?" tanya Eleena. "Papah enggak mau ketemu Akasha," ucap anak itu tiba-tiba. "Hah?" Eleena tidak menyangka jika Akasha akan berbicara. "Kenapa Papah enggak mau ketemu Akasha?" tanya Eleena, tidak mengerti mengapa Akasha mengatakan hal itu. "Papah benci Akasha," ucap Akasha lagi. Suaranya sekecil nyamuk hingga Eleena harus ekstra mendengarkan. "Kata siapa? Papah sayang banget sama Akasha?" Eleena terkejut, untuk seorang anak mengatakan jika ayahnya tidak menyayanginya, pasti harus ada kejadian di mana si anak berpikir seperti itu. Seperti Eleena yang membenci ayahnya. Benjolan di tengah tempat tidur bergerak lagi, lalu selimut pun terbuka memperlihatkan seorang pria kecil berusia tiga tahun yang menatap Eleena dengan mata besar dan bibir cemberut. Mulut Eleena menganga, dia merasa tidak pernah melihat anak selucu itu sebelumnya."Mas Abi belum tidur?" tanya Eleena ketika dia yang sudah tertidur, terbangun di tengah malam.Melihat sang suami yang sedang duduk sambil bersandar pada kepala ranjang sambil sibuk dengan sesuatu di laptopnya. Wanita itu mengusap matanya dengan pelan."Ada beberapa pekerjaan yang belum selesai, kamu lanjut tidur lagi!" titah Abimanyu."Lengan Mas luka, apa enggak sakit ngetik kaya gitu?" Eleena enggan melihat suaminya bekerja di tengah malam.Tersenyum, satu lengan Abimanyu yang tidak terluka terulur, mengelus kening Eleena dengan lembut. "Enggak terlalu sakit, ini pekerjaan yang harus diselesaikan sekarang."Eleena menghela nafas, merasa bahwa bos di sebuah perusahaan sangat sulit. Di novel dan film yang Eleena tahu, bos-bos biasanya bisa cuti dan melakukan semua hal sesuka mereka, tidak sesibuk Abimanyu.***"Abimanyu ada di Singapura untuk dua minggu, kamu tahu?" Abram berbicara dengan seseorang di seberang telepon.
Eleena terkejut mendengar panggilan yang Akasha tunjukan untuknya. Matanya menatap anak yang juga menatapnya dengan tatapan polos dan malu. Sudut bibir Eleena tertarik ke atas, membentuk sebuah senyum lembut. Eleena mengulurkan lengannya pada Akasha, memberi isyarat agar Akasha mendekati dia."Akasha mah eskrim rasa apa?" tanya Eleena dengan lembut. Satu tangannya mengelus pipi anak itu."Esklim coklat, Mah," jawab Akasha, masih malu-malu ketika dia menyebut Eleena dengan panggilan Mamah."Okey, ayo kita beli es krim coklat!" Eleena lalu memesan pada si penjual.Di sepanjang perjalanan, Akasha terus tersenyum, mata bulatnya menyipit, membentuk bulan sabit. Anak itu menggenggam tangan Eleena, berjalan sambil bersenandung sebuah lagi yang Eleena tidak mengerti apa yang Akasha nyanyikan.***"Mamah! Mamah! Mamah! Mamah!"Kembali ke hotel, Abimanyu tertegun mendengar suara seruan Akasha yang memanggil 'mamah' entah pada siap
Puas menatap, Celine mengalihkan tatapannya lada sang suami. "Lagi ngapain?" Dia tidak menjawab pertanyaan Hendra tadi dan malah mengajukan pertanyaan lain."Liat ikan. Bukannya kemarin kamu bilang pengen makan ikan?" Hendra menunjuk pada bak yang tadi dia lihat, di dalamnya banyak ikan dengan ukuran besar dan kecil berenang mengitari bak.Celine juga melihatnya, lalu mengangguk. "Kalau gitu beli!"Pak RT dan bu RT masuk ke dalam rumah mengambil kantung plastik untuk wadah ikan yang akan Hendra bawa. Hani diam-diam menatap Hendra dan Celine bergantian."A Hendra, besok bisa, kan?" Gadis itu bertanya dengan nada yang sangat lembut.Celine menatap Hendra, ingin bertanya apa yang dibicarakan oleh gadis bernama Hani itu. Dia dengan sebal mencubit pinggang suaminya, membuat Hendra mendesis kesakitan."Enggak bisa, Neng. Kalau mau ke pasar mendingan kamu bareng sama mobil sayur aja," Hendra menjawab sesuai keinginan Celine, lalu untuk
Eleena tiba-tiba bangkit dari duduknya, dia berjalan ke arah walk in closet, membungkuk untuk membuka bagian paling bawah dari lemari kayu, mengambil sebuah koper dari dalam sana. Eleena membuka lemari pakaiannya, memilih beberapa dan memasukannya ke dalam koper.Abimanyu menatap istrinya dengan heran. "Kenapa kamu masukin baju ke dalam koper?" tanya Abimanyu dengan heran."Aku mau ke Singapura," jawab Eleena sambil terus memilah pakaiannya."Hah?" Abimanyu menatap Eleena dengan tatapan tidak mengerti."Aku mau ikut Mas ke Singapura, kenapa? Memangnya enggak boleh?"Pria itu mendadak terdiam, tidak menyangka Eleena akan meminta untuk ikut. Abimanyu benar-benar dibuat kehilangan kata-kata oleh istrinya. "Kamu mau ikut?""Enggak boleh?" Eleena menatap sang suami dengan tatapan curiga. "Mas beneran ada perjalanan bisnis, kan? Bukan jenguk istri ke dua?""El, aku beneran ada perlu di sana." Abimanyu menghela nafas atas tuduh
"MAS!" Jesica berteriak pada Dedi yang sedang duduk bersantai di sofa sambil menonton tayangan televisi begitu dia memasuki pintu rumahnya.Dedi mendongak, melihat anak dan istrinya yang kembali dnegan raut wajah kesal. "Ada apa?" tanya Dedi."Kamu harus kasih Eleena pelajaran!" Jesica duduk di samping Dedi, mengeluh pada sang suami.Viona juga melakukan hal yang sama, dia duduk di samping ayahnya. "Aku di dorong sampe jatuh sama Eleena, Pah! Tapi dia malah maki-maki aku sama Mamah!"Dedi menegakkan punggungnya ketika mendengar hal itu. "Kenapa Eleena mendorong kamu?" tanya Dedi dengan alis berkerut."Bukan itu intinya, Mas!" Tegur Jesica dengan kesal. "Eleena itu semakin menjadi-jadi sekarang! Dia sama sekali enggak mengormati aku sebagai ibunya. Bahkan dia udah berani main tangan sama Viona.""Kalian tenang dulu, cerita apa yang terjadi sebenarnya!"Jesica jelas semakin kesal mendengar pertanyaan Dedi. Dia merasa Dedi
Kehidupan rumah tangganya bersama dengan Abimanyu sangat damai akhir-akhir ini hingga Eleena hampir lupa jika masih ada Viona dan Jesica yang tidak akan rela melihatnya hidup dengan tenang.Hari itu, Eleena mengajak Akasha untuk keluar jalan-jalan, belum sempat dia keduanya bahagia, Eleena melihat Jesica dan Viona yang sedang berdiri di depan gerbang rumahnya dengan raut wajah kesal karena satpam tidak mengizinkannya masuk."Eleena!" teriak Jesica ketika melihat Eleena yang keluar dari rumah.Kening Eleena berkerut tidak suka melihat ibu dan anak itu berada di depan rumahnya. Pada akhirnya dia tidak berbalik pergi, akan tetap tetap berjalan keluar dari gerbang rumah. Saat Eleena menyuruh satpam membuka gerbang, Viona dan Jesica senang karena berpikir jika Eleena menuruti mereka. Tetapi saat keduanya hendak melangkah masuk, Eleena menutup kembali gerbang."Mau ke mana?" tanya Eleena yang sudah berada di luar sambil menuntun Akasha."Eleena