Follow IG: @helloikyura Terjebak dalam hubungan yang tidak biasa, membuat Yudhistira Gautama berniat untuk merebut Julie Lavanya dari kekasihnya. Kisah percintaan sang sekretaris mengingatkan Yudhistira pada masa-masa kelamnya di masa lalu. Akankah Julia terjerat pesonanya sang atasan? Atau tetap akan mempertahankan hubungannya dengan sang kekasih?
View MoreBerangkat dari kecurigaannya akhir-akhir ini, Yudhistira GautamaâChief Operating Officer di Diamond Grupâyang tidak sengaja berpapasan dengan Julie Lavanyaâsekretarisnya, lantas berjalan menghampiri perempuan itu. Entah apa yang menggerakkan hati pria itu. Mungkin dia sedang gila karena saat ini dia sengaja menunggu kepulangan Julia.
âSudah malam, Jul. Belum pulang?â Julia lantas mengangkat wajahnya, lalu tersenyum. âBentar lagi, Pak. Saya masih ngerjain laporannya Pak Mahesa biar besok saya nggak terlalu banyak kerjaan.â Yudhistira manggut-manggut mendengar ucapan Julia. âBapak sendiri kenapa belum pulang?â Pria itu lantas melirik jam yang melingkar di tangannya, lalu dia kembali bersuara. âSaya juga barusan menyelesaikan revisi berkas yang diminta Mahesa tadi pagi.â âButuh bantuan?â tawar perempuan itu. Yudhistira lantas menggeleng. âNggak perlu, Jul. Sudah selesai, kok.â âYa udah kalau gitu, Pak. Kalau begitu saya siap-siap pulang dulu.â âPulang sama siapa?â tanya Yudhistira dengan cepat, dan secepat itu pula Julia menghentikan aktivitas berkemasnya. Atau lebih tepatnya tengah bingung mencari alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan Yudhistira. âSendirian, Pak,â jawabnya kemudian. âPacar kamu nggak jemput?â Julia menggeleng. âNggak, Pak. Dia kebetulan nggak bisa jemput hari ini.â âKalau begitu saya antar, ya?â Julia lantas membelalak, lalu perempuan itu menggeleng dengan cepat. âNggak usah, Pak. Saya bisa pulang sendiri, kok.â âKamu berangkat nggak bawa mobil, kan?â Julia menelan ludahnya dengan susah payah, dari mana Yudhistira tahu? "Nggak usah, Pak. Saya nggak mau ngerepotin Bapak." Julia mencoba mencari alasan yang tepat untuk menolak tawaran Yudhistira. âSaya bisa naik taksi.â âSaya anterin gratis, kok Jul. Lagipula kita searah. Kalau begitu saya ambil jas saya dulu, ya?â Tidak memberikan Julia kesempatan untuk menolaknya lagi, Yudhistira berlalu begitu saja meninggalkan perempuan itu. Sementara Julia justru mulai kebingungan. Malam ini, Julia sengaja pulang larut untuk menghindari kekasihnya. Bukan tanpa alasan dia menghindarinya, sekujur tubuhnya yang terasa remuk redam akibat perbuatan Aditya semalam bahkan belum sembuh. Julia tidak akan sanggup jika dia harus menuruti kemauan kekasihnya lagi. âJul?â Julia lantas mengerjapkan matanya, melihat Yudhistira berdiri di sana, sejenak membuat perempuan itu gamang. âNgelamunin apa? Ayo pulang!â Julia tidak mengatakan apa-apa, perempuan itu lantas meraih tas dan berkas laporan yang tadi dikerjakannya dan langsung bergegas turun menuju area basement bersama Yudhistira. Dalam hati Julia, dia berharap Aditya tidak menunggunya. Atau tamat sudah riwayatnya kali ini. âBapak seharusnya nggak perlu repot-repot nganterin saya, Pak. Saya nggak apa-apa pulang sendirian, kok.â âSaya tidak merasa direpotkan, kok Jul. Jadi kamu nggak perlu khawatir,â jawab Yudhistira dengan tenang. Dibandingkan dengan Mahesa, Arjuna, dan Bayu yang cenderung dominan, Yudhistira dan Antasena adalah anggota Diamond Squad yang paling pendiam. Sejujurnya Julia merasa kikuk lantaran selama ini dia tidak pernah sedekat ini sebelumnya dengan Yudhistira di luar pekerjaan. Begitu mereka tiba di basement, Yudhistira lantas menekan tombol untuk membuka kunci mobilnya. Membiarkan Julia masuk ke kursi penumpang, sementara Yudhistira duduk di kursi kemudi. âUdah makan?â tanya Yudhistira memecah kecanggungan yang sempat hadir di antara mereka. Mobil itu mulai melaju meninggalkan gedung kantor itu. âSudah, Pak. Saya diet,â jawab Julia tak kalah canggungnya. âBadan kamu sekecil itu, masih dibilang diet, Jul? Kamu mau sekurus apa?â Julia melipat bibirnya, untuk pertama kalinya dia bicara seintens ini dengan Yudhistira. Rasanya canggung sekali, lantaran Julia curiga jika Yudhistira melihat apa yang dilakukan Aditya semalam. âPagi tadi kamu pucat sekali,â ujar Yudhistira memecah keheningan lagi. âKamu baik-baik saja, kan?â âSaya baik-baik saja, kok Pak.â Pria itu menarik ujung bibirnya ke atas, sesekali dia melirik ke arah Julia yang duduk di sampingnya dengan canggung. âSaya malah ngiranya kamu bakalan izin pulang, Jul. I mean, Mahesa nggak mungkin setega itu nyuruh kamu buat kerja, sementara kamu sedang sakit, kan?â Julia tidak menyangka jika Yudhistira akan sepengertian itu kepadanya. âNggak, kok Pak. Saya benar-benar baik saja.â âBagus kalau begitu. Karena saya nggak yakin, kantor bakalan sesepi apa kalau nggak ada kamu di sana.â Seolah tidak mengacuhkan rasa curiganya, Julia memberanikan diri menoleh ke arah pria yang saat ini tengah fokus mengemudi. âSaya baru kali ini mendengar Bapak banyak bicara.â Yudhistira lantas terkekeh. âKalau lawannya Bayusuta atau Arjuna, saya nggak ada apa-apanya, Jul. Ditambah Mahesa dan kamu. Tanpa saya, suasana kantor sudah ramai duluan.â âBapak juga bisa ketawa juga ternyata.â Lagi-lagi Yudhistira terkekeh. âKenapa? Aneh, ya?â Julia kembali menoleh ke depan, lalu menghela napas panjang. âSaya bertahun-tahun kerja sama Pak Mahesa. Dari gaji saya satu digit sampai dua digit sekarang, melihat Pak Yudhistira bicara banyak kayak gini, rasa-rasanya saya baru saja menemukan keajaiban dunia kedelapan.â âKamu berlebihan, Jul.â âFaktanya memang begitu, Pak.â Yudhistira tidak bisa menyembunyikan senyumannya kali ini. âSaya akan banyak bicara jika diperlukan, Jul. Lagipula biar apa banyak bicara, hm? Yang ada cuma bikin capek.â Julia tersenyum membenarkan ucapan Yudhistira. Dia terkadang merasa lelah berdebat dengan Mahesa akhir-akhir ini. Atau ini hanya sebuah alasan? âJangan sakit, ya Jul. Saya yang pendiam begini kalau nggak ada kamu di kantor, rasanya seperti lagi di kuburan.â Julia terkekeh. Sepanjang jalan yang mereka lalui terlihat sangat sepi lantaran waktu sudah menunjuk angka sebelas malam. Dengan kecepatan rata-rata, Yudhistira melajukan mobilnya. Seolah tak rela jika mobilnya sebentar lagi akan tiba di tujuan mereka. âBerhenti di depan situ saja, Pak.â âNggak sekalian di depan rumah aja?â tanyanya heran. Julia menggeleng. âNggak usah, Pak. Sayaââ âKenapa? Kamu tinggal sendirian di sana, kan?â ujar Yudhistira dengan cepat. âAtau pacar kamu udah nungguin di rumah kamu, ya?â âNggak kok, Pak.â Yudhistira tersenyum kecil. Pria itu tidak mengindahkan ucapan Julia. Dia tetap melajukan mobilnya memasuki sebuah komplek perumahan, lalu berhenti tepat di depan rumah Julia. Mendadak raut wajah Julia berubah pias. Tatapannya nanar ke depan, dan Yudhistira menyadarinya tetapi dia enggan bertanya. Dengan tangan gemetar, Julia melepaskan seat belt-nya. Dia menundukkan wajah, seolah tengah mengulur waktu. Lalu⊠âJul? Are you okay?â Julia mengerjap, lalu mengangguk dengan cepat. âYa, Pak. Saya turun dulu, ya? Terima kasih banyak untuk tumpangannya, Pak.â âSama-sama, Julia.â Julia lantas turun dari mobil, lalu mengisyaratkan pada pria itu untuk segera bergegas meninggalkan komplek rumahnya. Pun dengan Yudhistira yang langsung menurutinya. Pria itu lantas menginjak pedal mobilnya, lalu mobil itu bergerak mundur. Saat dia hampir tiba di persimpangan jalan, kehadiran seseorang yang tiba-tiba saja muncul di depan sana, membuat Yudhistira seketika menghentikan laju mobilnya. Dari tempatnya, Yudhistira bisa melihat pria itu berjalan menghampiri Julia. Kening Yudhistira mengernyit. Dia tidak tahu apa yang tengah dibicarakan Julia dengan kekasihnya di sana, tak lama kemudian pria itu merangkul Julia dan langsung membawanya masuk ke rumah. Dalam hatinya, pikiran buruk Yudhistira tentang Julia terus berputar di kepalanya. Apa yang terjadi dengan perempuan itu, sedikit banyaknya membuat pria itu menaruh curiga, bahwa ada yang tidak beres dengan Julia. âShit!â umpat Yudhistira frustasi. Bahkan dia tidak tahu apa yang tengah dipikirkannya. âLo mikirin apa sih, Dhis?â Memilih untuk tidak mengacuhkannya, Yudhistira kembali melajukan mobilnya dan langsung meninggalkan komplek rumah Julia. Sepanjang perjalanan, dia hanya berharap pikirannya saja yang terlalu berlebihan. Bukankah tidak seharusnya Yudhistira melanggar batas personal bawahannya? Tetapi anehnya semakin Yudhistira berusaha mengenyahkan pikiran itu, hal-hal buruk justru semakin membuat pening kepalanya. [Jul, saya lupa minta berkas laporan yang kamu bawa tadi, besok pagi-pagi sekali saya mampir ke rumah kamu, ya? Thank you, selamat beristirahat, Julia.] ***JULIA menggeliat di atas tempat tidurnya. Matanya mengerjap menatap langit-langit kamarnya pagi itu. Samar-samar suara kicauan burung terdengar dari luar kamarnya. Aroma wangi dupa khas Bali dan hawa sejuk yang menyelinap masuk, membuat perempuan itu kembali menaikkan selimutnya tinggi-tinggi demi menghalau rasa dingin.Julia lantas menolehkan wajahnya ke samping, dan mendapati suaminya masih terlelap dalam tidurnya. Dia memiringkan badannya agar bisa menatap Yudhistira dengan leluasa bersamaan dengan rasa nyeri pada pangkal pahanya.Julia tersenyum masam. Perempuan itu baru tahu jika hanya dengan menatap tubuhnya yang telanjang bulat, suaminya akan berubah menjadi liar dan maniak. Bahkan dia tidak menyangka jika Yudhistira akan memborgolnya di tiang ranjang, sementara pria itu mencumbuinya dengan membabi buta.âMasâŠâ desah perempuan itu leher.Satu kakinya diangkat ke atas, sementara kedua tangannya berada di atas tiang ranjang tidurnya dengan posisi tangannya diborgol. Tubuh perempu
âBeeâŠââIya, Mas?ââKamu istri aku, kan?âButuh jeda selama beberapa saat bagi Julia memahami kalimat yang baru saja dilontarkan Yudhistira. Namun saat pria itu semakin merapatkan tubuhnya agar mendekat, Yudhistira memiringkan wajahnya lalu mencium bibirnya Julia dengan singkat.âI want you, Bee,â bisiknya dan detik itu juga sekujur tubuh Julia meremang.Tidak memberikan kesempatan Julia menjawab ucapannya, pria itu sudah lebih dulu membungkam bibir Julia dengan bibirnya. Rasa hangat yang mendadak menjalar di tubuhnya seketika membuat Julia mempererat pelukannya sembari melingkarkan kedua tangannya ke belakang kepala Yudhistira.Ciuman yang semula lembut, berubah menjadi terburu-buru. Yudhistira semakin memperdalam ciumannya. Gerakannya yang tak sabaran menciptakan gelombang air di sekitarnya, dan hal itu membuat mereka kesulitan bergerak. Dengan mengangkat tubuh Julia sedikit, Yudhistira lantas bergerak ke tepi. Merapatkan tubuh istrinya ke pinggiran kolam, lalu mendesaknya di sana.
Pesawat komersial yang diterbangkan dari Jakarta akhirnya mendarat sempurna di Pulau Dewata. Dengan langkah pelan, Yudhistira bahkan sejak tadi enggan melepaskan genggaman tangannya pada Julia.âAku mau ke toilet dulu, Mas. Mas mau ikut?â Yudhistira menurunkan pandangannya pada tangan mereka yang saling bertautan, lalu terkekeh.âAku tunggu di sini, ya Bee.ââIya.âJulia lantas berjalan meninggalkan Yudhistira untuk menyelesaikan urusannya di toilet. Sementara pria itu berdiri merapat ke dinding. Tangannya menyentuh ponselnya, sibuk memastikan jika mobil yang telah disewanya sudah berada di bandara. Pun begitu dengan hotel yang akan digunakan untuk menginap selama tiga hari ke depan.âUdah?â Yudhistira menegakkan posisi berdirinya lalu menghampiri Julia yang baru saja keluar dari toilet. âUdah, Mas. Kita ambil koper dulu, kan?ââIya. Kebetulan juga mobil yang disewa kita udah menunggu di area penjemputan.ââMas mau bawa mobil sendiri?ââIya, dong Bee. Aku lebih nyaman nyetir sendiri
âKalau gitu aku siapin airnya dulu, ya Mas.âNamun baru saja Julia hendak bangkit dari duduknya, Yudhistira sudah lebih dulu menahannya. Julia lantas kembali duduk di pangkuan pria itu dengan tatapannya tertoleh ke arahnya.âKamu lagi nggak menghindari aku kan, Bee?â tembak pria itu dengan cepat.Julia memalingkan wajah sambil menggigit bibirnya. âMas⊠aku sedikit gugup.ââGugup kenapa?â tanya Yudhistira pura-pura.Julia menautkan kedua tangannya di atas pangkuannya, masih menghindari tatapan Yudhistira. âKita mau malam pertama sekarang?âDan detik itu juga Yudhistira tertawa. âReally, Bee?ââMas, kok ketawa, sih? Emang ada yang salah sama pertanyaan aku, ya?â tanya perempuan itu dengan wajahnya yang ditekuk.âBee, astaga. Kamu dari tadi menghindari aku cuma karena kepikiran soal malam pertama?âJulia menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Bibirnya terkatup rapat dengan wajahnya yang ditekuk. Agak kesal lantaran Yudhistira justru menertawainya.âMas, aku serius, lho.âYudhistira lan
"Titip Julia, ya Nak. Babak baru dalam hidup kalian baru saja dimulai. Papa berharap kamu bisa menjaga Julia." Lalu Nicolas menoleh ke arah Julia. "Baktimu sekarang untuk suami. Jadi istri yang baik, ya Nduk.""Iya, Pa."âSaya akan menjaga Julia, Pa.âJulia memeluk Nicolas dengan erat, air matanya jatuh membasahi wajah cantiknya. Dia tidak pernah merasakan sebahagia ini sampai-sampai dia terharu dan hanya bisa menangis."Selamat, ya Sayang. Semoga kalian bisa menjalani bahtera rumah tangga dengan baik. Mama akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian berdua."Julia lantas menarik diri lalu berhambur memeluk Marsya. Dia bisa merasakan hangatnya pelukan sang ibu. Ada kebahagiaan tersendiri yang kini tengah dirasakan Julia."Makasih banyak, Ma."Sementara Yudhistira menepuk punggung keduanya, ikut merasakan kelegaan yang luar biasa.Masih diselimuti dengan suasana haru, Julia berulang kali menundukkan wajahnya. Perempuan itu khawatir jika penampilannya kali ini sudah berantakan akiba
JULIA diam mematung di depan layar kaca yang berukuran cukup besar saat Disha sibuk merias wajahnya. Jantungnya berdegup kencang, lantaran hari ini akan menjadi hari bersejarah dalam hidupnya.Dengan riasan yang sederhana juga balutan dress berwarna putih gading. Julia terlihat begitu cantik dan memesona. Tidak ada riasan mewah dan berlebihan. Karena sejak awal mereka memutuskan untuk menggelar pernikahan sederhana di salah satu hotel berbintang lima di Jakarta.Pun begitu dengan tamu yang diundang. Sebagian dari mereka hanyalah staf Diamond Group dan kerabat keluarga terdekat yang kebanyakan dari mereka dibawa dari Yogyakarta. "Gugup ya, Mbak? Mbak cantik banget, kok. Mas Yudhistira pasti pangling banget lihat Mbak Julia nanti.âSuara teguran Disha yang memecah keheningan sontak membuat Julia yang tadinya hanya diam, lantas memaksakan diri untuk tersenyum sembari menatap Disha dari pantulan kaca yang ada di hadapannya."Kelihatan, ya?"Disha mengulas senyum. "Banget. Santai, Mbak. M
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments