Share

Dipaksa Menikahi Gus
Dipaksa Menikahi Gus
Penulis: Natadinamit

Bab 1 Dipaksa

“Bu… bukan ini yang Zalfa mau, Bah!” sergah Zalfa.

“Menikah itu ibadah Zalfa, sama seperti belajar. Kamu ini sudah waktunya menikah, Nak!” tegas Kiai Yahya tidak ingin kalah.

“Abah kan tau mimpi Zalfa, Bah. Zalfa belum siap menikah, Zalfa mau belajar sastra dulu. Bahkan Abah sendiri yang sudah janji mau mengizinkannya. Menikah akan membatasi gerak Zalfa nanti, Bah. Apa Abah lupa dengan janji Abah sendiri?” tangis Zalfa pecah.

“Belajar sastra bisa setelah menikah, Nak. Yang dilakukan Abah ini demi kamu. Menikah itu akan menjaga kehormatan dan harga diri kamu, bukannya membatasi. Apa kamu tidak ingin menyempurnakan agama kamu, Zal?!”

“Tapi tidak sekarang, Bah. Dan juga Zalfa tidak mau dijodohkan. Zalfa mau memilih suami yang Zalfa cinta. Bukan yang juga dipaksa menikah dengan Zalfa. Bahkan Zalfa juga tidak tau dia!” suara Zalfa semakin parau karena tangisnya.

“Abah sudah menyiapkan calon yang baik untuk kamu. Siapkan diri kamu, Zal. Waktunya satu minggu lagi. Semuanya sudah siap!”

“Abah jahat, Abah tidak mengerti perasaan Zalfa. Kenapa harus begini, Bah?” pekik Zalfa.

Tidak kuat dengan tangis dan situasi yang memekakan hatinya, Zalfa berakhir lemas tidak sadarkan diri.

Mendengar bunyi seperti hentakan, Umi Ulfah, Ibunda Zalfa langsung memanggil santri putri untuk membantu menolong Zalfa dan membawanya ke kamar.

-0-

Zalfa Fitria Nazma. Gadis berusia dua puluh tujuh tahun yang baru saja menyelesaikan program pendidikan magister dan lulus dari pondok pesantren. Dia putri pertama dari ulama besar di Magelang, Jawa Tengah. Abahnya, Kiai Yahya merupakan seorang pengasuh pondok pesantren sekaligus ketua yayasan. Dari kecil hingga dewasa, Zalfa dituntut untuk tunduk dan patuh kepada ajaran orang tua, agama, dan aturan pondok pesantren. Bahkan Ia hampir tidak pernah menolak atau menentang permintaan Abahnya. Namun, kali ini rasanya permintaan Kiai Yahya sudah keterlaluan. Hingga membuat Zalfa menentangnya habis-habisan.

Sebisa-bisanya dia menolak, namun sebisa dan seteguh itu juga Abahnya membujuk. Semua terasa mimpi, badanya lemas, jiwanya letih. Sampai kini dia berakhir di ranjang empuk miliknya yang sekian lama ditinggal.

“Nduk…, Zalfa… bangun, Nduk.” suara Umi Ulfah mengisi ruang kamar Zalfa. Tangannya terus mengoles minyak aromaterapi di hidung putrinya.

Lamat-lamat kedua mata gadis ayu itu berkedip dan perlahan terbuka. Menatap sayu raut wajah Uminya yang nampak cemas. Pikirannya melayang sesaat, memikirkan mengapa dia berada di sini.

Alhamdulillah, kamu sudah sadar, Nduk.”

“Mbak Lina tolong ambilkan air putih buat Zalfa, Mbak!” pekik Umi Ulfah ke salah satu santri.

“Um… Umi, Zalfa belum mau menikah…” ucap Zalfa lirih.

“Jangan dipikirkan dulu, Nduk. Kamu istirahat dulu ya, nanti kita obrolkan lagi baik-baik.” jawab Umi Ulfah lembut. Tangannya tidak henti-henti mengelus lembut Zalfa seolah memberi ketenangan.

-0-

Suasana di pondok pesantren Kiai Yahya nampak riuh setelah waktu Maghrib. Semua santri berduyun-duyun menuju ruang pengajiannya masing-masing. Suara gesekan sandal di halaman pesantren terdengar sahut-sahutan. Sepertinya, malam ini lebih sejuk dibanding sebelumnya. Angin berhembus tanpa permisi masuk ke semua celah jendela, koridor, bahkan mengusap wajah sendu gadis bergamis biru sore itu.

“Sudah selesai mengaji, Nduk?” tanya Umi Ulfah lembut.

“Sudah, Umi. Ini mau bantu menyiapkan makan malam bareng Mbak-Mbak.” jawab Zalfa.

“Oiya, tadi sore Umi beli Carica lho, Zal. Nanti sekalian ditaruh di meja makan ya!” ucap Umi Ulfah sambil berlalu. Namun, bola matanya melirik ekpresi Zalfa.

Tentu saja Ibu dua anak itu bisa langsung menebak bagaimana ekspresi Zalfa setelah mendengar nama buah kesukaannya disebut. Senyum ceria sontak terpancar di wajahnya. Memang Uminya selalu bisa membuat anak sulung ini luluh dan kembali bahagia.

“Loh, Umi beli Carica?!” tanya Zalfa semangat.

Alih-alih menjawab, yang ditanya hanya mengangguk senyum.

Zalfa segera berlalu menuju dapur. Membawa makanan yang sudah siap disajikan malam ini. Entahlah, sejak kepulangannya ke rumah, Ia sangat senang bergabung memasak di dapur dengan Mbak Lina, khadimah setia Umi Ulfah. Dia belajar berbagai resep makanan rumahan. Bahkan, makanan malam ini hampir 70 persen Zalfa yang turun tangan langsung. Meski obrolan dengan abahnya siang tadi masih bersarang di pikirannya.

“Sini, biar tak bantu, Ning. Kok kayanya repot banget,” tawar Lina yang melihat nampan Zalfa berisi penuh.

“Iya ini, Mbak. Kayanya perlu dibagi dua sih, takut tumpah ini.” balas Zalfa.

Dengan hati-hati dua perempuan ini berjalan menuju ruang makan keluarga besar Kiai Yahya. Ternyata, semua orang memang sudah menanti aroma sedap sambal kemangi yang menyeruak dalam ruangan.

“Duh, kok kayanya sambelnya enak ini, Mi. Siapa yang buat ini?” tanya Kiai Yahya melirik sambal.

“Umi nggak cawe-cawe, Bah. Pokoknya sekarang yang masak Zalfa sama Mbak Lina, Umi kaya juri sekarang. Cuma lihat-lihat saja,” seloroh Umi Ulfah.

“Lha iya, seneng banget ini ada anak perempuan di rumah.”

Zalfa hanya tersipu mendengar obrolan kedua orang tuannya yang seolah ingin membesarkan hatinya.

Tidak butuh waktu yang lama, hidangan di atas meja makan itu pun habis tak tersisa. Makan malam dengan nasi hangat, oseng-oseng pakis, tempe-tahu goreng, kerupuk, sambal, serta lalapan daun kemangi itu sungguh nikmat. Cepat dan habis semua.

Kiai Yahya dan Umi Ulfah nampak sedang bercengkerama tipis. Faiz, adik Zalfa sibuk menghabiskan sambal dengan kerupuk. Sementara Zalfa, jelas sibuk menikmati manisan Carica dingin yang dibeli Umi Ulfah. Kiai Yahya melirik Zalfa yang tak henti-hentinya membuka kembali bungkus cup kecil Carica.

“Kalau dipikir-pikir memang sepertinya Carica ini jodoh kamu, Nduk.” tutur Kiai Yahya menatap Zalfa.

“Maksudnya, Bah?” tanya Zalfa tenang. Sepertinya Carica membuat dia lupa telah bersitegang dengan Abahnya.

“Kamu ndak penasaran siapa calon suami kamu? Dia punya banyak Carica lho,” ledek Kiai Yahya.

“Zalfa bukan anak kecil yang dipaksa menikah dengan sogokan Carica, Bah!” sergah Zalfa.

“Kalau Abah milih Gus Zilal jadi suami kamu bagaimana?”

“Hah, Gus Zilal?!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status