“Jadi gini, Mas. Aku cuma pengen tahu aja keadaan dia di sana, maksudnya ... apa uang yang aku kasih cukup buat bayar hutang orang tuanya,” jelas Savana hati-hati, karena dirinya berusaha mengarang cerita.
Namun Daryan menatapnya dengan tatapan curiga. “Itu kejadian udah lama, Sayang. Kamu bahas sekarang setelah sepuluh bulan yang lalu. Mita juga dapet kerjaan baru, dan udah pasti lunas. Memangnya berapa hutangnya?” “Lima puluh juta, Mas.” “Lima puluh juta? Dan aku kasih dia gaji satu bulan 25 juta, ditambah sama kamu. Harusnya udah lunas, kan?” nada bicara Daryan terdengar tegas, membuat Savana menelan ludah berat. “Iya, Mas. Namanya juga hidup, pasti ada kebutuhan lain. Dia juga butuh makan, kan? Butuh belanja juga buat kehidupannya sehari-hari.” Savana langsung memeluk suaminya untuk menghentikan topik pembicaraan. Ia menyesal bertanya soal Mita, dan dDaryan lantas meraih bunga mawar yang diserahkan Savana padanya. Ia mencium aroma itu memang aroma wanita, juga memang parfum malah dari merk ternama. “Tapi aku gak pernah tahu aroma Bella kayak gimana, Sayang. Aku cuma hafal aroma tubuh kamu aja,” ucap Daryan membuat Savana mendengus pelan, namun diam-diam semburat samar mewarnai tulang pipinya. Setelah beberapa saat, Daryan menurunkan putrinya di depan makam, di mana tertulis nama “Arkana Bumi Ardhanata” pada nisannya. Ia menunduk, mengusap debu di batu nisan itu dengan pelan, kemudian menoleh pada kedua anaknya. “Nak, ini tempat kakak kalian, namanya Kak Arka. Kakak sudah dipanggil Tuhan lebih dulu sebelum kalian lahir,” suaranya lembut namun berat menyimpan duka. Savana ikut duduk di sebelahnya, menarik Elvano dan Elvara mendekat. “Kalian harus sayang sama kakak, ya. Walaupun kakak nggak bisa main sama kalian sekarang, tapi ka
“Jadi gini, Mas. Aku cuma pengen tahu aja keadaan dia di sana, maksudnya ... apa uang yang aku kasih cukup buat bayar hutang orang tuanya,” jelas Savana hati-hati, karena dirinya berusaha mengarang cerita. Namun Daryan menatapnya dengan tatapan curiga. “Itu kejadian udah lama, Sayang. Kamu bahas sekarang setelah sepuluh bulan yang lalu. Mita juga dapet kerjaan baru, dan udah pasti lunas. Memangnya berapa hutangnya?” “Lima puluh juta, Mas.” “Lima puluh juta? Dan aku kasih dia gaji satu bulan 25 juta, ditambah sama kamu. Harusnya udah lunas, kan?” nada bicara Daryan terdengar tegas, membuat Savana menelan ludah berat. “Iya, Mas. Namanya juga hidup, pasti ada kebutuhan lain. Dia juga butuh makan, kan? Butuh belanja juga buat kehidupannya sehari-hari.” Savana langsung memeluk suaminya untuk menghentikan topik pembicaraan. Ia menyesal bertanya soal Mita, dan d
“Mama ...!” Seruan itu berasal dari si kembar Elvano dan Elvara yang sontak memanggil sang ibu begitu masuk ke rumah. Mereka merangkak menghampiri Savana yang tersenyum lebar, karena sang anak begitu merindukannya. “Ututu ... kasihan banget, ya, anak Mama. Pertama kali ya ditinggal sama Mama agak lamaan gini? Siapa suruh kadang cuekin Mama kalau lagi sama Papa,” ejek Savana sambil memeluk kedua anaknya. Kecupan singkat mendarat di kedua pipi mereka, sebelum Savana membawanya kembali ke Hana yang duduk di lesehan di ruang tengah. “Nanti Mama kirim ke kamu video gimana mereka nangis cari-cari kamu. Gak kebayang kalau kamu beneran pergi lama, mereka mungkin nangis tujuh hari tujuh malem.” Ucap Hana sambil terkekeh pelan. “Tapi mereka gak sampe segitunya kok Ma, kalau lagi sama Mas Daryan,” balas Savana sembari ikut duduk di sebelah ibunya. “Dan juga, kalau M
"Kalau bukan dokter pelakunya, terus siapa?" Savana menatap Arfan sinis, suaranya bergetar menahan emosi. Arfan menghela napas berat, "Saya juga tidak tahu, Sa. Selama ini saya sudah berusaha mencari siapa pelaku sebenarnya. Bahkan suami kamu yang punya pengaruh saja tidak mencari, dia malah menuduh saya sebagai pelaku. Bahkan saya tidak kenal dengan babysitter itu. Kenapa tidak tanya langsung pada babysitter yang pernah bekerja dengan kalian?" "Mita udah jawab, dok. Tapi Mita nyebut kalau profesi orang yang menyuruh dia itu seorang dokter. Dan dokter yang selama ini dekat dengan keluarga kami itu, ya Anda," jelas Savana dengan nada dingin yang menusuk. Arfan mengusap wajahnya dengan kasar. Ia tak tahu lagi bagaimana cara menjelaskannya pada Daryan, karena pria itu tak mau mendengarkan penjelasannya sedikit pun. Yang Daryan lakukan hanyalah menuduhnya tanpa bukti. Dia juga pernah
Setelah sesi foto keluarga selesai, kedua orang tua Radja bergegas pamit pulang. “Kami harus cepat pulang, buru-buru, nanti macet di jalan,” ucap Dewa pada Savana dan Rinka, ia menepuk bahu Radja sebentar lalu pergi lebih dulu. Stella juga menambahkan, “Jaga diri kalian, ya. Tante pulang duluan, ya?” pamitnya pada Savana dan Rinka, lalu beralih pada putranya. "Dja, Mama pulang ya, Nak. Kamu jangan lama-lama, setelah foto studio sama temen-temen langsung pulang, ya." "Iya, Ma. Hati-hati dijalan," balas Radja singkat. Stella mengangguk pelan, lalu menyusul sang suami yang sudah pergi lebih dulu meninggalkan resort. Savana menatap Radja yang tampak santai, lalu menarik lengannya pelan. “Radja, sebentar, aku pengen ngobrol sama kamu, serius.” Radja mengalihkan pandangannya dari kerumunan teman-teman yang mulai bergerak, “Sorry, Sa, g
"Sa, kamu kenapa?" Tanya Rinka sambil menepuk bahu Savana pelan, begitu melihat temannya itu membeku sambil menatap ke arah keluarga Radja. Savana sontak menoleh, lalu mengulas senyum kecil. "Aku ... aku gak apa-apa kok, Rin." Rinka mengkerutkan keningnya, "Aku panggil kamu sampe tiga kali, tapi kamu gak denger-denger. Kamu juga ngelihatin Radja terus, kamu mau ngucapin selamat juga ke dia?" "Hah?" Savana terkejut mendengar pertanyaan itu, "I-iya, aku juga mau ngucapin selamat ke Radja. Kamu mau nemenin aku ke sana?" "Boleh," angguk Rinka, lalu menggenggam tangan Savana untuk mengajaknya ke sana. "Aku juga mau ucapin selamat ke Radja, semenjak kamu gak kuliah lagi ... aku temenan sama dia dan satu kelompok sama dia terus." Savana mengangguk dan tersenyum kecil, tapi begitu matanya mengarah pada keluarganya Radja—sosok wanita yang dia yakini Bella tadi sudah tidak ada di sana, hanya menyisakan Radja dan kedua orang tuanya. Savana dan Rinka akhirnya melangkah pelan menuju tem