Bab 7"Aku tidak mengada-ngada, Ma. Aku tahu jika tunjangan perusahaan untuk kelahiran Naya sudah cair." Untuk hal yang satu ini Zakia tidak bodoh. Dia memiliki teman bernama Sofia yang bekerja di perusahaan yang sama dengan Yudha. Sofia lah yang memberitahu soal itu kepadanya. "Aku hanya meminta hak Naya, karena uang itu memang untuk Naya, kan?" lanjutnya. Zakia berusaha menjaga posisi tubuhnya tetap tegak, karena lagi-lagi Marina mendekat dan berusaha mendorong tubuh Zakia demi untuk meruntuhkan mental wanita itu."Berani sekali kamu ngomong seperti itu, Zakia! Kamu lupa yang kerja itu siapa?! Enak saja kamu minta-minta. Sudah untung kamu dinikahi anakku. Bukannya ngasih anak lelaki, tapi malah anak perempuan. Kamu pikir kami senang dengan kelahiran putrimu?! Nggak, Zakia!" Marina bermaksud akan merenggut tubuh Naya dari gendongan Zakia, tetapi Zakia mempertahankan bayinya dengan sekuat tenaga, karena ia tahu maksud buruk Marina. Dia tidak ingin terjadi hal yang buruk pada Naya."
Bab 8Suasana mendadak hening. Zakia menatap sang suami, tak percaya dengan pendengarannya sendiri. Kata-kata yang barusan terucap dari mulut Yudha seperti sebuah vonis, ibarat hakim yang sudah ketok palu. Talak!Kata sakti yang mengguncang Arasy meluncur begitu saja dari mulut suaminya. Apakah sedemikian besar salahnya sehingga sang suami tega menalaknya? Apakah menuntut haknya sebagai istri dan memperjuangkan hak putrinya itu adalah sebuah kesalahan yang fatal?Tiba-tiba tubuh Zakia gemetar."Atas dasar apa Mas menalakku? Apa salahku?" ucapnya lirih."Kamu masih tanya salahmu?!" Mendadak suara Marina menggema. Rupanya wanita setengah baya itu menyusul putranya ke kamar Zakia."Tolong jangan turut campur urusan rumah tangga kami, Ma," tegur Zakia menyadari ibu mertuanya berdiri di belakang tak jauh dari Yudha."Aku berhak turut campur karena Yudha adalah putraku. Jangan kamu pikir setelah Yudha menikah, lalu semuanya selesai. Sampai mati pun Yudha adalah putraku. Dia milikku!" hardi
Bab 9"Benarkah?" Nada suara Nilam terdengar begitu antusias."Tentu saja, Nilam," sahut Risa seraya merebut ponsel dari genggaman ibunya. "Kamu dan Yudha akan segera bersama lagi. Besok kamu datang ke rumah ini ya. Mungkin saat ini dia masih sedih karena ditinggal oleh Zakia. Dia butuh perhatian dari kamu, Nilam.""Sedih? Bukankah Mama bilang Yudha dan Zakia sudah bercerai?""Iya, Nilam." Risa buru-buru menelan ludahnya. Dia bukan tidak tahu jika sebenarnya Yudha sangat mencintai Zakia. Keputusan yang diambil oleh Yudha hanyalah emosi sesaat, karena dia dan ibunya lah yang mengompori Yudha agar menceraikan Zakia. "Maksud Kakak, kamu harus menunjukkan perhatianmu disaat Yudha butuh seseorang untuk berada di sampingnya," jelas Risa.Terdengar helaan nafas lega di seberang sana. "Tentu saja. Aku akan datang besok kalau tidak ada kerjaan lembur di kantor." Wanita muda itu tertawa.Kedua wanita itu berpandangan. Marina dan Risa tersenyum penuh arti sesaat setelah panggilan telepon terput
Bab 10Zakia tertegun berdiri di depan pos penjagaan. Tepat di belakang pos penjagaan, ada sebuah pagar dengan pintu gerbang yang tertutup rapat.Dua orang lelaki menatap tajam kepadanya, memandanginya dengan penuh selidik, dari kepala sampai ujung kaki. Tiba-tiba Zakia menyadari penampilannya yang acak-acakan. Dia hanya mengenakan gamis lusuh dengan kerudung yang juga sudah pudar warnanya, sembari menggendong bayi dan membawa tas besar yang sudah ia diletakkan di tanah. Ah, penampilannya sudah seperti pengemis saja. Hati Zakia kembali berdenyut nyeri. Betapa kasihan dirinya."Maaf Mbak, ada keperluan apa Mbak kemari? Apakah sudah membuat janji dengan Tuan Arkan?" Salah seorang dari lelaki itu menyapanya dengan sopan.Zakia lantas menggeleng. "Tidak. Kedatangan saya ke sini untuk melamar pekerjaan. Barangkali di sini butuh seorang pembantu rumah tangga. Saya bisa memasak, mencuci dan membersihkan rumah atau halaman. Saya pun juga memiliki kemampuan untuk merawat tanam-tanaman." papa
Bab 11Dia seorang lelaki, tak seharusnya menangis, tapi dalam keadaan seperti ini dia tak bisa membendung air matanya. Arkan mendaratkan tubuhnya di jok mobil, menatap pemandangan gelap di sekelilingnya. Seperti itu pula gelap di hatinya sejak Maryam, istrinya menutup mata untuk selamanya, sesaat setelah melahirkan putra mereka, Ammar.Maryam adalah cinta pertamanya. Wanita cantik yang begitu setia menemaninya, meniti hidup dari bawah. Sebelumnya dia tidak seperti ini. Arkan hanyalah seorang pengusaha kecil rental mobil. Sebelumnya Jaguar Mobil hanya sebuah bangunan yang tidak besar dan memiliki beberapa buah mobil untuk di sewakan. Hanya itu modal awalnya membuka usaha ini. Akan tetapi sekarang Jaguar Mobil adalah perusahaan rental mobil yang memiliki cabang dimana-mana dan kantor pusatnya ia pegang sendiri. Jaguar Mobil memiliki ratusan unit mobil untuk disewakan, termasuk truk atau mobil untuk angkutan alat-alat berat. Sebelum menikah, mereka menjalin hubungan selama beberapa tah
Bab 12"Zakia," jawabnya spontan.Sebenarnya Arkan enggan menemui wanita yang terlihat seperti gembel ini, tapi entah kenapa setelah ia melihat wajah Zakia dan bayi di dalam gendongannya, ia merasa iba. Wajah wanita ini mengingatkannya akan sosok wanita yang sangat dicintainya, Maryam yang hanya bisa sesaat melihat bayi mereka, kemudian akhirnya menutup mata untuk selamanya. Arkan menghela nafas, kembali menatap wajah Zakia lekat-lekat."Di sini tidak ada lowongan untuk pembantu rumah tangga. Kenapa kamu nekat melamar pekerjaan kemari? Bukankah jelas-jelas kamu tahu bahwa di sini hanya ada lowongan untuk ibu susu? Apakah kamu berminat untuk menjadi ibu susu bagi anakku?" tanya Arkan menyelidik. Dia tidak yakin akan memberikan bayinya untuk disusui wanita ini. Melihat penampilan Zakia saja sudah membuatnya merasa eneg. Wanita muda ini jauh sekali dari kriteria ibu susu yang dikehendaki oleh Arkan. Wanita yang menjadi ibu susu bagi putranya haruslah wanita yang sehat dan berpenampilan
Bab 13"Benar, Zakia. Tuan Arkan barusan bilang kepada Bibi saat meminta izin untuk mengambil popok milik tuan muda Ammar untuk bayimu." Bi Minah meyakinkan."Alhamdulillah... terima kasih, ya Allah." Tak henti-hentinya wanita itu mengucap syukur. Ini di luar dugaannya. Titik-titik harapan itu kembali mengumpul menjadi besar. Setidaknya dia dan Naya punya tempat tinggal dan bisa makan dengan layak.Bi Minah merogoh saku bajunya, kemudian mengeluarkan selembar uang berwarna merah. "Dan ini untukmu, Zakia. Besok setelah sarapan, belilah popok dan keperluan bayimu. Mungkin ini tidak banyak, tapi Bibi rasa bisa membantumu. Terimalah.""Apa ini, Bi?" Zakia sangat kaget. Dia menunjuk lembaran uang kertas itu tanpa bermaksud untuk menyambutnya."Ini untukmu. Terimalah, Zakia. Kamu pasti butuh ini, kan?" desak wanita setengah tua itu. Dari saat pertama kali melihat Zakia saja ia sudah tahu, jika wanita muda ini pasti tidak memiliki uang sepeser pun. Itupun terbukti saat wanita itu bilang, jik
Bab 14"Kamu sudah tahu tugas-tugasmu di rumah ini melalui Bi Minah, kan?" Arkan mengawali pembicaraan.Zakia mengangguk. "Iya, Tuan. Bi Minah sudah menjelaskan tugas-tugas saya di rumah ini.""Saya menampungmu disini atas dasar kemanusiaan, jadi sebenarnya kamu bukan karyawan di sini. Oleh karena itu, kamu tidak akan mendapatkan gaji, tetapi hanya sekedar uang saku agar kamu bisa memenuhi kebutuhanmu sendiri. Nanti uang sakumu akan saya titipkan kepada Bi Minah seminggu sekali. Kamu paham maksud saya, Zakia?" Arkan menelan ludahnya. Sebenarnya dia malas menampung wanita ini di rumahnya, tetapi dia teringat dengan Ammar. Dia tidak bisa membayangkan seandainya nasib Ammar sama seperti nasib bayi Zakia yang harus ikut menjadi gelandangan seandainya tadi malam ia tidak menuruti permintaan Zakia untuk menginap di rumah ini."Saya mengerti, Tuan. Ini sudah lebih dari cukup dan saya akan berusaha membalas kebaikan dan kemurahan hati Tuan dengan bekerja dengan baik, walaupun saya tidak dihit