Bab 5
Seolah mengerti ucapan ibunya, bayi cantik nan menggemaskan itu mengerjapkan mata. Tangisnya sudah benar-benar reda. Entah karena kelelahan menangis atau memang sudah merasa kenyang hanya dengan air putih yang ia hisap melalui pucuk payudara ibunya."Anak pintar," bisik Zakia mengusap pipi putrinya, lantas bangkit dari kasur.Meskipun tubuh putrinya masih panas, tapi setidaknya sudah lebih tenang. Zakia memutuskan untuk meninggalkan putrinya sendirian. Hari sudah menjelang malam dan ia harus memasak untuk makan malam. Jangan sampai orang seisi rumah marah-marah karena ia dianggap lalai menyediakan makan untuk mereka.Zakia kembali membuka kulkas, mengeluarkan beberapa bahan makanan dan mengolahnya menjadi masakan yang lezat. Masakan Zakia memang juara. Semua orang di rumah ini selalu lahap menyantap hasil karyanya. Entah karena saking sukanya atau memang serakah, selalu saja Zakia kebagian makanan sisa. Hal ini berlaku sejak Zakia menginjakkan kakinya di rumah ini, sebagai istri Yudha.Awalnya dia memang tak protes, tetapi hal ini menjadi berbeda sejak hari itu, sejak ia menginjakkan kaki di rumah ini sepulang dari rumah sakit dengan membawa serta bayinya. Zakia bertekad untuk tidak mau lagi memakan makanan sisa. Dia harus makan yang benar, agar produksi ASI-nya lancar dan Naya tidak kelaparan lagi.Di dapur hanya ada Zakia sendirian dan itu memungkinkan Zakia untuk menyembunyikan sepotong ayam goreng di saku bajunya."Kalau tidak begini caranya, aku nggak akan kebagian ayam goreng ini. Bisa-bisa malam ini aku makan tanpa lauk lagi," gumam Zakia. Sebenarnya dia sangat terpaksa melakukan ini. Dia merasa seperti seorang pencuri. Tapi apa yang bisa ia lakukan?Bukankah bahan makanan itu dibeli dari uang yang dihasilkan oleh suaminya dan dia pun berhak atas nafkah itu? Sudah kewajiban suami untuk memberi makan istrinya dengan baik? Bukankah Zakia hanya mengambil haknya?Zakia berusaha menghibur dirinya sendiri.Wanita muda itu bergegas meninggalkan dapur setelah semua makanan terhidang di atas meja. Sebentar lagi waktu maghrib tiba."Zakia, segera bereskan meja makan. Kami sudah selesai makan!" teriak Risa. Suara wanita berumur 30 tahun itu begitu membahana sampai ke kamar Zakia, padahal wanita itu tengah berada di dapur, lebih tepatnya masih duduk di kursi makan.Zakia yang tengah memberikan ASI untuk putrinya sontak berdiri sembari menggendong bayinya. Dia berjalan menghampiri meja makan."Iya, sebentar lagi, Kak. Tunggu Naya selesai menyusu dulu. Nanti pasti akan aku bereskan," jawab Zakia sembari tangannya menunjuk Naya yang asyik menghisap pucuk payudaranya."Awas ya, kalau dapur ini tidak bersih. Kamu akan tahu akibatnya! Jangan sampai bayimu menjadi alasan kamu melalaikan tugas-tugasmu di rumah ini, atau kami akan membawa bayimu ke panti asuhan biar dia bernasib sama sepertimu saat masih kecil dulu!" ancam Marina. Wanita paruh baya itu segera menarik tangan Risa untuk kembali ke ruang keluarga. Aldi, suami Risa dan si kembar Rafa dan Ryan sudah meninggalkan ruangan dapur ini lebih dulu untuk melanjutkan menonton TV.Zakia menunduk meskipun di dalam hatinya sangat geram. Salah apa anaknya terlahir memiliki jenis kelamin perempuan? Bukankah Marina juga memiliki seorang anak sulung perempuan, yaitu Risa?!Cara berpikir macam apa ini? Kenapa anak laki-laki kedudukannya menjadi lebih istimewa?"Ah, tapi kurasa ini hanya alasan Mama dan Kak Risa agar mereka masih tetap bisa menyuruhku untuk mengurus rumah ini. Dari awal aku menginjakkan kaki di rumah ini, mereka memang selalu mencari gara-gara." Zakia menggumam sambil mengamati isi meja makan.Syukurlah, masih ada sedikit nasi dan capcay yang bisa menjadi pengganjal perutnya malam ini. Zakia mengambil piring, kemudian mengisinya dengan nasi dan sisa capcay, lalu membawanya menuju kamarnya. Dia akan makan di kamar saja bersama dengan sepotong ayam goreng yang sempat ia sembunyikan tadi.***"Zakia apa-apaan ini? Kamu mau jadi pencuri ya? Pantas saja dua hari belakangan ini jumlah makanan di meja makan menjadi berkurang? Ternyata kamu yang jadi malingnya! Bener-bener ya!" Marina merenggut bahu Zakia, kemudian menarik jilbab instan yang dikenakan oleh wanita itu."Percuma saja kamu memakai jilbab, kalau ternyata kamu menjadi maling di rumah mertuamu sendiri!" maki Marina.Zakia meringis. Cengkraman tangan Marina terasa begitu kuat, menimbulkan nyeri tersendiri sampai ke lubuk hatinya.Setelah dua hari Zakia berhasil mengambil lauk makan secara diam-diam, sore ini dia ketahuan. Saat dia akan memasukkan sepotong ikan gabus ke dalam saku bajunya, tiba-tiba saja Marina masuk ke dapur. Zakia tidak bisa mengelak.Zakia memutar tubuhnya. Dadanya membusung, menatap ibu mertuanya dengan tajam. Dia berusaha mengumpulkan segenap keberaniannya."Mama bilang aku pencuri?" sergah Zakia. Wanita itu melipat tangan di dadanya, bersedekap dengan wajah terangkat."Kenyataannya memang begitu, Zakia. Bukankah sudah biasa di rumah ini, jika kamu makan paling akhir, karena sebelum kamu makan, kamu harus menyelesaikan tugas-tugasmu terlebih dahulu, memasak, mencuci, membersihkan rumah, menyapu lantai, halaman dan sebagainya?!" bentak Marina."Dan itu sekarang tidak lagi berlaku, Ma!" sela Zakia memotong ucapan ibu mertuanya."Dulu aku memang tidak pernah protes, karena aku pikir itu adalah bagian dari pengabdianku sebagai seorang istri. Akan tetapi sekarang tidak lagi. Aku tidak keberatan mengerjakan segala sesuatunya di rumah ini, walaupun sebenarnya aku belum boleh melakukan itu, karena dokter melarangku untuk melakukan pekerjaan yang berat pasca operasi melahirkan. Permintaanku tidak muluk-muluk, Ma. Aku hanya ingin makan dengan layak, supaya ASI ku lancar dan Naya tidak kelaparan," imbuh Zakia membela diri."Berani kamu sekarang sama Mama ya? Dasar wanita tidak berguna!" Tiba-tiba saja suara Risa menggelegar. Entah kapan wanita itu berada di dapur ini."Aku hanya ingin meluruskan apa yang sudah Mama tuduhkan kepadaku, Kak. Aku bukan pencuri. Aku hanya mengambil hakku. Seorang suami harus menafkahi istrinya dengan benar, memberi makan dengan benar. Sementara yang terjadi selama ini, aku yang mengurus rumah ini, melayani Mama dan Kak Risa, melayani suami, tetapi setiap hari aku makan makanan sisa. Aku masih bisa sabar, seandainya tidak ada seorang bayi yang mesti aku perjuangkan air susunya. Aku masih bisa sabar, Kak. Tapi sekarang tidak. Kalian semua sudah keterlaluan kepadaku!" teriak Zakia. Kali ini suaranya mengimbangi suara Risa yang menggelegar.Namun tiba-tiba suara tepuk tangan membuat ocehan Zakia berhenti.Prok prok prok!"Hebat kamu sekarang, Zakia! Hebat sekali! Kamu sekarang sudah berani melawan Mama dan Kak Risa. Belajar dari mana kamu?" dengus Yudha dingin.Zakia kembali memutar badannya menghadap sang suami yang masih mengenakan pakaian kerjanya. Mereka yang tengah bertengkar di ruangan dapur ini tidak menyadari jika lelaki itu sudah pulang dari tempat kerjanya di sebuah perusahaan mie instan."Aku belajar dari diriku sendiri. Perlakuan kalian kepadaku sejak aku pulang dari rumah sakit usai melahirkan, membuatku menyadari jika sebenarnya kalian sudah menindasku habis-habisan selama ini. Seandainya kalian sedikit lebih mengerti dengan kondisiku, tentu aku tidak akan bersikap seperti ini."Zakia memilih untuk segera meninggalkan dapur, kembali ke kamarnya, meskipun pekerjaannya belum selesai menata hidangan di atas meja makan. Percuma saja dia melayani ketiga orang yang tidak memiliki rasa empati sedikitpun terhadap dirinya.Apa yang Yudha katakan disaat ia baru pulang dari rumah sakit ternyata benar benar 100%. Zakia dinikahi oleh Yudha bukan sebagai seorang istri yang menjadi pendamping bagi suami. Dia dinikahi hanya supaya ibu dan kakaknya memiliki pembantu gratisan di rumah ini."Kali ini aku melawan, Mas! Aku sudah tidak sudi lagi kalian perlakukan seperti ini. Kalau kalian tidak bisa memberiku makan dengan benar, aku tidak akan mau lagi memeras tenaga untuk mengurus kalian. Urus diri kalian sendiri!" umpat Zakia dalam hati sembari terus berjalan mendekati kasur tempat bayinya tengah berbaring.Kondisi Naya masih belum stabil. Badannya masih sering panas, tetapi bisa turun lagi ketika ASI yang dimiliki oleh Zakia bisa meredakan lapar dan dahaga putri kecilnya, satu hal yang memaksa Zakia untuk berupaya sekuat tenaga demi menjaga produktivitas ASI di dalam payudaranya, agar selalu tersedia demi pertumbuhan putri kecilnya.Ekstra Part 6 (Penutup)Kenapa penyesalan selalu datang terlambat?!Ingin rasanya ia menangis, tetapi tak bisa. Dia seorang laki-laki, pantang baginya untuk menangis. Dia harus tegar menghadapi kenyataan ini. Dialah yang membuat Citra akhirnya menggugat cerai dirinya. Dia yang tidak bisa menerima anak itu. Dia tidak bisa menerima kehamilan Citra, padahal Citra tidak salah. Yang salah disini adalah Kevin yang sudah berbuat curang. Sepanjang pernikahannya dengan wanita itu, dia sudah menyakitinya, bukan membuatnya bahagia. Apalagi ibu dan kakak perempuannya yang selalu saja menindas, menuntutnya macam-macam. Citra sama sekali tidak menemukan ketenangan hidup saat menikah dengannya.Dia pula yang membiarkan kedekatan Citra dengan dokter Budi, direktur rumah sakit ini. Kedekatan yang terjalin karena ia memang tak pernah mendampingi Citra kontrol kehamilan dan kemungkinan faktor itu yang membuat dokter Budi simpati kepada Citra. Sekarang hasilnya apa?!Kedekatan yang membuat Yudha akan sa
Ekstra Part 5"Bagaimana, Mbak Citra? Sudah siap?" tanya Dokter Budi. Lelaki itu mendekat saat Melda sudah menyadari kehadirannya.Melda buru-buru menyingkir dari tempat itu lantaran merasa malu karena sudah ketahuan membicarakan orang lain di hadapan yang bersangkutan."Antara siap dan tidak siap sih, Dok." Citra meringis."Sebenarnya saya deg-degan, karena ini pengalaman pertama saya. Tolong dimaklumi ya, Dok.""Tidak apa-apa. Tidak akan terjadi apa-apa. Kami semua sudah mempersiapkan dengan baik. Jangan khawatir Mbak Citra." Tangan lelaki itu terulur, mengusap kepala sang pasien kesayangannya.Lelaki itu merasa bersyukur, kini dia sudah selangkah lebih maju. Hakim sudah ketok palu dan Citra sudah resmi bercerai dari suaminya, walaupun mungkin masa iddahnya baru berakhir setelah wanita ini melahirkan. Ya, hanya sebentar lagi. Sebentar lagi ia bisa menyatakan perasaannya kepada wanita ini. Wanita cantik dan mandiri, sangat pas dengan kriteria wanita idamannya. Dia membutuhkan seoran
Ekstra Part 4Niat hati ingin segera meloloskan diri demi menyusul Citra yang sudah lebih dulu masuk ke dalam gedung rumah sakit ini, tapi ternyata Kevin malah dihadang oleh beberapa orang lelaki berseragam petugas medis. Mereka mencekal Kevin dan memaksanya berjalan menuju pintu pagar. Mereka baru melepaskan Kevin setelah lelaki itu berada di luar batas area rumah sakit ini."Sial! Sial!" Lelaki itu mengumpat dalam hati melihat Yudha dan rekannya sudah menghadangnya di depan pintu pagar, sehingga dia tidak bisa lagi menerobos masuk."Pergilah, Kevin. Jangan membuat kekacauan di sini," ujar Yudha dingin. Dia berusaha mengabaikan sejenak kegalauan yang bersarang di hatinya."Aku tidak akan pergi sebelum kalian memberi jalan padaku untuk masuk ke rumah sakit ini. Aku yang lebih berhak mendampingi Citra melahirkan, karena anak itu adalah anakku!" ucap Kevin pongah dengan nada menindas. Tangannya bersedekap di dada. Lelaki itu mendongakkan wajah menatap Yudha yang tak kalah beringas."Keh
Ekstra part 3Pengalaman melahirkan sungguh mendebarkan bagi Citra. Dari sejak bangun tidur, mandi, kemudian menyiapkan segala sesuatunya untuk keperluan persalinannya di rumah sakit nanti, lalu sarapan bersama dengan bik Sum dan Melda.Hanya dua orang itu yang menemaninya pergi ke rumah sakit. Tetapi tidak masalah. Citra bersyukur dia memiliki dua orang yang sangat baik dan mau menemaninya dengan tulus.Setelah memastikan keadaan rumah aman dan pintu terkunci rapat, ketiga wanita itu segera masuk ke dalam mobil. Melda yang kebagian menyetir menjalankan mobilnya dengan kecepatan rendah. Hari ini adalah jadwal operasi caesar untuk Citra. Citra memilih melahirkan secara caesar untuk menghindari komplikasi. Usianya yang sudah 40 tahun cukup beresiko jika memaksakan melahirkan secara normal, lagi pula Citra bukan orang yang sanggup menahan rasa sakit.Sekali lagi cara melahirkan itu adalah pilihan. Bukan soal melahirkan secara normal atau operasi, tetapi kembali kepada kesanggupan tiap ca
Ekstra part 2"Jangan memikirkan soal sewa, Ri, karena aku yang akan menyewakannya untukmu," sahut Leo berbohong. Padahal sebenarnya apartemen ini adalah apartemen pribadi milik Leo sendiri. Dia tidak menyewanya. Apartemen yang sudah lama tidak pernah ia tinggali, karena Leo memilih untuk tinggal di apartemen sederhana yang sesuai dengan perannya sebagai pengawal pribadi seorang nyonya muda."Tapi..." Riri masih ingin memprotes."Sudahlah, Ri," tukas Leo seraya masuk ke dalam apartemen ini, sembari membawakan barang-barang milik Riri. "Masuklah, jangan cuma berdiri di depan pintu seperti itu. Kamu nggak usah takut padaku."Antara percaya atau tidak, tapi yang jelas hatinya benar-benar gamang. Akhirnya Riri melangkah masuk ke dalam. Apartemen ini benar-benar mewah, dengan ukuran yang cukup luas untuk ia tinggali sendirian. Dia baru berada di area ruang tamu, tapi sudah merasakan aura yang berbeda. Di ruang tamu ada satu set sofa dengan meja kaca di tengah-tengah. Lampu kristal yang me
Ekstra Part 1Riri masih menimang amplop berwarna coklat tua di tangannya. Amplop yang diberikan oleh Zakia beberapa jam yang lalu sebelum wanita itu pergi dari rumah ini. Tidak terlalu berat, tetapi Riri yakin, uang yang berada di dalam amplop itu nominalnya cukup besar untuk ukuran dirinya yang hanya orang kecil. Dia belum membukanya, apalagi menghitungnya. Dia masih saja terbawa oleh perasaan.Berat sekali. Rasanya ia ingin menangis saat Zakia memutuskan untuk memberhentikan dirinya sebagai pengasuh Naya. Bukan soal kehilangan pekerjaan, tapi lebih karena perpisahan dengan anak asuhnya. Masih terbayang-bayang semua tingkah anak asuhnya, Aretha Nayyara Az-Zahra yang aktif dan ceria. Balita cantik dan menggemaskan, buah perkawinan nyonya mudanya dengan suami pertamanya.Dia sangat menyayangi anak itu, karena ia pun mengalami hal serupa. Ayah dan ibunya bercerai saat ia masih kecil. Bedanya, Riri memiliki seorang kakak laki-laki yang kemudian bisa menggantikan sosok ayahnya yang pergi