Suasana di kediaman Silvia orang-orang pun mulai ramai berdatangan. Hal ini pun mengundang protes Bude. "Katanya orang kaya, kok acaranya enggak dibikin di hotel saja."Silvia menjelaskannya walaupun tidak secara detail. Dia tidak mengatakan tentang kehamilannya dan dirinya yang menjadi istri kedua, karena bisa-bisa Bude menggagalkannya.Seharusnya dia bahagia hari ini adalah hari yang sudah sangat lama ia nantikan, namun wajahnya tampak kusut walaupun sudah di rias oleh MUA.Kini tinggal Silvia dan Heni yang dikamar, membantu Silvia mengenakan baju kebaya pengantin mewah sudah dibelikan oleh Heru. "Nyonya, sepertinya baju ini agak sempit, apa Nyonya tidak mencobanya dulu?" tanya Heni yang mencoba mengancing kebayanya."Iya memang tidak kucoba, semuanya sudah disiapkan oleh mas Heru, tapi mas Heru tahu semua ukuran pakaianku." Silvia terus memaksa kancing kebayanya. Kemudian ia menatap tubuhnya didepan cermin.'Apa mungkin ini pengaruh kehamilanku? Tapi kan baru satu bulan, belum ju
Bisik-bisik para tamu pun mulai berkicau ria, Silvia terlihat tetap tegar walaupun didalam hatinya bergemuruh hebat."Maaf Bu Silvia, sampai kapan kami harus menunggu? Sudah berapa jam namun pengantin prianya tak kunjung tiba," kata pak penghulu mereka."Saya mohon Pak, tunggu sebentar lagi. Aku yakin calon suamiku sekarang sedabg diperjalanan. Saya sangat memohon, Pak." Silvia terus menyakinkan pak penghulu dan orang-orang yang ada disana.Setelah dipertimbangkan, mereka pun masih mau menunggu sebentar lagi."Hey, Jeng. Katanya calon istri orang kaya. Tapi kok kebaya nya seperti jaman nenek saya dulu ya," ujar salah satu tetangga terkenal sebagai tukang gosip di komplek itu."Iya, warnanya sudah hampir pudar lagi." Tawa mereka memenuhi seluruh ruangan.Tangan Silvia mengepal, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Apa yang dikatakan oleh orang-orang itu benar adanya.'tunggu saja pembalasanku, kalian akan dibuat melongo setelah aku menikah dan harta mas Heru menjadi milik seutuhnya.'Ne
Ketika hendak berjalan ke arah pintu, Silvia keluar dari kamarnya dan mencegahnya.Mau tak mau Heni kembali melanjutkan tugasnya yang tertunda. Sebenarnya hatinya sangat penasaran dengan siapa yang ada didepan mengobrol dengan Silvia.Tak lama kemudian pintu terbuka lebar, Silvia masuk mengandeng tangan seorang pria asing yang perawakannya hampir sama dengan Heru. Hanya saja pria ini tidak terlalu tampan.Silvia tanpa malu bergelayut manja di lengan pria itu seolah lupa beberapa saat ia mengamuk hampir merusak seisi rumah. Keduanya berjalan santai menuju kamar Silvia melewati Heni begitu saja."Siapa orang itu? Kok mereka ...." Heni benar-benar bingung dengan apa yang dilihatnya.'Jelas-jelas tadi dia histeris mendapati foto suaminya pelukan dengan wanita lain dan sekarang dia pun berbuat demikian bahkan tidak hanya pelukan malah membawa masuk pria asing ke kamarnya.'Heni melamun memikirkan pria asing yang bersama Silvia, bahkan tanpa segan mereka masuk kedalam kamar berdua seakan h
Hari ini Silvia sudah siap untuk pergi ke salon untuk menghilangkan suntuknya.Silvia pergi dengan mengunakan taksi.Tanpa ia sadari Luna dan Anya sudah menunggu sedari tadi dan kini langsung mengikutinya. Tak lupa mereka memberi jarak agar tidak dicurigai oleh Silvia.Selang tiga puluh menit kemudian, taksi yang ditumpangi oleh Silvia pun berhenti didepan salon tapi bukan salon ternama."Untung aku masih punya sedikit simpanan, jadi hari ini aku masih bisa ke salon. Seharusnya sebagai calon istri pengusaha kaya, aku datangnya ketempat yang lebih layak dan cocok untuk perawatan tubuhku. Tapi ya ...," gerutu Silvia saat didepan salon.Dengan berat hati Silvia pun masuk ke sana untuk creambath dan lainnya sesuai dengan keuangannya saat ini.Melihat Silvia yang sudah masuk kedalam, Luna dan Anya pun turun dari mobil."Apa rencanamu Anya?" "Tunggu sebentar, sepertinya ini akan terlihat lebih seru," ucap Anya merogoh ponsel di dalam tasnya."Mau ngapain?" tanya Luna yang masih tak mengert
"Wah-wah, sungguh tipe suami idaman," ucap Diah lalu berlalu pergi, tak mau menganggu."Sayang, kamu lagi dimana?" tanya Heru penasaran, karena ia tidak mengenali Diah."Aku lagi di salon Mas, yang tadi tuh Diah temanku sewaktu SMP, dan dia juga yang punya salon ini.""Oh ...," jawab Heru mengerti."Mas baik-baik disana ya, awas loh jangan macem-macem dengan perempuan lain," ucap Anya dengan nada mengancam."Ya enggak Sayang, hatiku sepenuhnya untukmu percayalah. Kamu tahu wanita di luaran sana yang suka cari perhatian sama mas. Ya, mas cuma menganggap mereka wanita murahan yang tak punya harga diri. Mana mungkin mas berpaling dari berlian hanya demi memungut sebuah beling," ujar Heru dengan nada tanpa dosa.Anya tidak tersanjung dengan sedikitpun. Tetapi para wanita yang ada di salon itu mengulum senyum, dalam hati mereka memuji betapa beruntung Anya memiliki suami yang setia. Lain halnya dengan Silvia yang mendengar semuanya, tangannya mengepal ingin sekali ia mencaci Heru saat itu
Sekembalinya dari kantor, tampak wajah Heru berseri-seri mendengar ucapan kakak iparnya, kalau pekerjaan mereka di kantor cabang sudah hampir selesai.Dia berharap waktu berjalan dengan cepat agar bisa secepatnya bertemu dengan pujaan hatinya. Dia harus secepatnya menyelesaikan masalah terkait dengan obrolannya pada Anya kemarin. Bahkan dia berencana untuk memberikan hadiah untuk calon istrinya agar mendapatkan maaf."Dasar! Tak tahu diri!"Heru tersentak kaget mendengar suara khas Angga sampai ke kamar."Kak Angga marah dengan siapa?" tanya Heru dalam hatinya. Karena penasaran Heru beranjak dan menemui kakak iparnya yang sedang di depan televisi."Kak, apa ada masalah?" tanyanya dengan nada khawatir. Ia khawatir ada masalah lagi di perusahaan cabang yang membuat mereka lebih lama lagi menetap disana."Tuh." Angga menunjukkan ke arah televisi.Dengan polosnya Heru mengikuti arah yang ditujukan Angga, "Kak Angga marah dengan sinetronnya? tanya Heru bingung. Dia baru tahu jika Angga sam
'Mm, sepertinya ketemu temanku ditunda dulu aja, kita pulang yuk!""Pulang?"Anya menaikkan kedua alisnya, "Iya Mas. Kayaknya nggak jadi ketemuannya, udah hampir sejam juga aku nungguin disini tapi dianya nggak nongol. Nanti aku WhatsApp aja kalau aku udah pulang."Heru menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ' Duh, gimana nih?'"Kok wajah mas nggak senang gitu?" tanya Anya dengan wajah sedih."Bukan begitu Sayang, kan mas mau ketemu klien.""Ya nggak apa-apa, kita bareng aja ketemu kliennya. Ini tentang perusahaan kan, aku juga mau tahu sejauh mana suamiku yang tampan ini mengembangkan perusahaan yang dipimpinnya.""Maa nggak mau kami capek Sayang," ucap Heru selembut mungkin."Capek apaan Mas? Aku kan dirumah mama. Seharusnya aku yang ngomong gitu karena mas baru balik udah langsung temui klien.""Mas nggak capek kok, nanti kamu bosan loh nungguin mas.""Bosan? Nggak ada kata bosan untuk suamiku, apalagi dulu aku sering di ajak Papa sama kak Angga ketemu klien."Heru mengunci mulutny
Dengan langkah cepat ia masuk kedalam kamar kembali dengan wajahnya merah padam menemui Anya yang sudah bangun.Hanya memang sudah bangun bersamaan dengan suaminya itu. Tapi Anya masih pura-pura tidur demi memantau aktivitas suaminya dalam diam bahkan dia melihat bagaimana gigihnya Heru meminta maaf pada gundiknya."Mas dari mana?" tanya Anya sambil tersenyum manis.Heru mengeraskan rahangnya dengan tatapan tajam. Anya yang melihat kemarahan tergambar jelas pada raut wajah suaminya namun berlagak bodoh seolah tak mengerti apa-apa."Kamu yang meng-upload foto-foto kita semalam? Untuk apa coba kamu pamerin di sosmed, Hah!" Karena emosi tanpa sadar Heru meninggikan suaranya."Kenapa? Memangnya ada larangan ya. Tidak boleh upload foto suami-istri di sosmed?" tanya Anya santai."Ya kan nggak enak sama ....""Sama siapa?" tanya Anya. Lalu ia berdiri didepan Heru sambil menyilang kan keduanya tangannya di dada.Heru mengerutki kebodohannya yang hampir keceplosan."Kenapa Diam?" Anya lebih de