Beranda / Romansa / Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku / Bab 52: Hati yang Dibakar Cemburu

Share

Bab 52: Hati yang Dibakar Cemburu

Penulis: HarunaHana
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-30 08:39:03

Mei menoleh, bertemu pandang dengan perawat yang tersenyum meyakinkan. "Jadi, Sus. Kebetulan saya bawa barang-barang Bu Lila juga. Siapa tahu dibutuhkan selama di sini."

"Baik, Bu. Kalau begitu, silakan masuk." Perawat itu membuka pintu. Suara deritnya menarik perhatian Lila. Ia berhenti membaca, menurunkan koran lalu menatap lurus-lurus pada Mei yang baru saja masuk.

Pintu ditutup. Napas Mei tertahan sesaat. Tatap tajam Lila memacu jantungnya hingga berdegup lebih kencang. Dihirupnya udara beraroma karbol dalam-dalam. Jadi dia, perempuan bernama Lila. Cantik. Mei membatin. Tanpa make up saja ia terlihat menarik, apalagi jika ada sedikit riasan.

Lila memiliki hidung bangir dan bentuk bibir sempurna. Ia bermata bening, tidak terlalu sipit dan tidak terlalu lebar. Memandangnya seperti sedang melihat telaga berair jernih dan tenang. Mei yakin, dengan kelebihannya, Lila sanggup menaklukkan hati laki-laki dengan mudah. Nyaris tidak bisa dipercaya, perempuan dengan pahatan wajah sempurna
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 64: Minta Satu Dapat Tiga

    Mei menghapus ingus. Ia sampai lupa kalau tadi pagi Nana menawarkan Umroh. "Iya, Mas. Nana sudah cerita. Tadi dia nelepon. Katanya kalau bisa berangkat berlima, ada diskon." "Jadi gimana? Kamu setuju?" Amran mengusap pipi Mei. "Siapa tahu sepulang dari tanah suci, hati kita lebih tenang dan senyum kamu kembali.” "Kalau Mas setuju, aku ikut saja. Sekalian Ibu kita ajak, Mas." "Oke, Meine Schatzi. Besok aku kabari Dr. Rezvan. Ia ingin berbulan madu di tanah suci dan Turki." "Kita juga akan ke Turki?""Kalau kamu mau, nanti aku bilang ke Dr. Rezvan kita ambil paket yang sama.""Aku ingin ke Maroko." "As you wish. Kita akan ke sana setelah umroh." Amran mengecup bibir Mei. “Sekarang senyum, terus tidur. Oke?” Lantas, di sinilah Mei, bersimpuh di Roudhoh dan berlanjut ke Ka’bah, melengitkan doa di tempat paling mustajab. Mei tidak tahu kenapa selama di Mekah dan Madinah, ari matanya begitu mudah tumpah. Bukan air mata kesedihan karena ia justru sangat bahagia sejak kakinya menginjak

  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 63: Maukah Engkau Menikah Lagi

    Bilah-bilah waktu yang berputar cepat menyisakan setitik rindu akan hadirnya anak di hati Mei. Titik-titik rindu itu seperti butir-butir salju yang jatuh ke bumi lalu mengeras dan menjadi bongkahan es. Dingin. Menggigit. Awalnya, Mei menjalani hidup dengan nyaman. Ia bisa menyelesaikan kuliah S2 dan lulus dengan nilai memuaskan. Tak ingin berdiam diri di rumah, Mei dan Kayla membuka toko sayur online yang menjual sayur organik dan non organik. Sedikit-sedikit, Mei membantu pemasaran produk-produk binaan Amran di Bantul. Lalu, komentar-komentar berkedok saran mulai muncul dari orang-orang di sekeliling Mei. Ada pula yang seolah menanyakan usaha apa saja yang sudah dilakukan Mei dan Amran kemudian memberi saran sembari menatap kasihan. Padahal Mei tidak ingin dikasihani. Dari sekian komentar, Mei paling sakit hati jika mereka menyinggung usianya dan Amran. Mereka memang telat menikah, tapi bukan berarti tidak bisa punya anak. Mati-matian berusaha menyingkirkan komentar-komentar buruk,

  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 62: Pengkhianatan Partner in Crime (21+)

    Mei berdiri kaku sambil tersenyum canggung ketika melihat Amran turun dari mobil. Awas kamu, Bas, sudah ngeprank aku. Mei mengomel dalam hati. Maksud hati ingin menghindari Amran dengan meminta tolong pada Bastian. Bukannya datang sesuai janji, Bastian malah bertukar posisi dengan Amran.. Mei yakin, setelah pembicaraan mereka, pasti Bastian melapor pada Amran. Pengkhianatan partner in crime, nih, ceritanya. Ingat, Bas, pembalasan selalu lebih kejam. “Kenapa motornya, Meine Schatzi?” Amran berujar tenang. Susah payah ia menahan diri agar tidak tertawa melihat raut muka Mei. “Nggak tahu, Mas. Tiba-tiba mogok. Sudah minta tolong pak parkir tetep nggak bisa nyala.” Mei sok cuek, seolah tidak sedang perang dingin. Rencana untuk menunda gencatan senjata sampai besok gagal total. Masa iya, sudah mau ditolong tetep perang dingin dan pasang muka judes. Di balik sikapnya yang seolah tanpa dosa, Mei merasa telah kehilangan muka. . “Kok, bisa kompakan sama yang punya, ya.” Amran tersenyum jahi

  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 61: Kenapa Bukan Dia yang Datang?

    Rumah terasa sunyi setelah Amran berangkat ke kampus karena Ibu belum pulang. Mei tidak tahu apakah sejak dulu Ibu juga betah menginap di rumah Kayla. Satu hal yang Mei rasakan, entah sengaja atau tidak, setiap kali Mei butuh sendiri atau sedang sedikit cekcok dengan Amran, Ibu akan menginap di rumah Kayla. Ada saja alasan Ibu. Mulai dari pengajian, masak bareng Kayla, atau diajak jalan. Bisa jadi juga karena di rumah Kayla ada kedua orangtuanya sebagai teman ngobrol Ibu. Entahlah, Mei tidak berani banyak bertanya. Kepergian Ibu justru melegakan hati Mei karena ia jadi punya ruang dan waktu untuk mengembalikan suasana hatinya ke setelan awal. Tidak mudah berpura-pura baik padahal hati sedang dilanda angin ribut. Mei bersyukur punya mertua sepengertian itu. “Meii, yuk triple date.” Pesan dari Aina masuk ke ponsel Mei ketika ia baru saja membersihkan dapur. “Calonnya Najma dan Pak Suami lagi di Jogja, nih. Buruan kasih tahu Prof. Amran biar dia kosongin jadwal, gih.” Kebiasaan Aina k

  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 60: Kenapa Tidak Menghubungi Aku, Mei?

    “Aku berangkat dulu, Meine Schatzi.” Tangan kanan Amran meraih tubuh Mei lalu memberi kecupan hangat yang hanya ditanggapi sambil lalu oleh Mei. “Weekend ini aku bisa kosongkan jadwal kalau kamu pengen liburan,” ujar Amran sambil masih menyimpan tubuh Mei dalam pelukan. “Iya, Prof, nanti aku pikirkan.” Mei menjawab malas lalu berusaha melepaskan diri dari rengkuhan Amran. “Nanti terlambat,” ucapnya sambil membetulkan dasi yang sebenarnya sudah terpasang rapi. Amran tersenyum. Setelah mengucapkan salam, ia pergi. Ia tidak terlalu ambil pusing ketika negosiasinya tadi malam berakhir deadlock. Segala bentuk rayuan sudah ia lakukan, tetapi sama sekali tidak membuahkan hasil. Mei terlalu tangguh untuk ditaklukkan. Kombinasi keras kepala dan marah memang cukup mematikan. Ketika semua usahanya gagal, menjelang tengah malam, Amran hanya bisa tidur sambil memeluk Mei, itu juga dari belakang. Sangat tidak menyenangkan, tetapi sedikit lebih baik ketimbang diusir keluar dan harus tidur di ruang

  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 59: Kamu Harus Dibalas, Prof

    Assalamualaikum, Sahabat. Mohon maaf baru melanjutkan cerita ini sekarang. Sejak akhir 2023 kondisi kesehatan saya kurang baik, harus sering bedrest sehingga tidak bisa nulis. Semoga tahun ini saya sehat dan bisa menyelesaikan cerita ini. Terima kasih masih bersedia mengikuti kisah Amran dan Mei :-) ***“Jangan lupa pakai seat belt-nya, Meine Schatzi.” Amran tersenyum lalu bergerak ingin memasangkan sabuk pengaman ketika mereka sudah berada di dalam mobil. Amran tahu becandanya garing, tapi ia tidak tahan melihat wajah cemberut Mei. Ia selalu ingin menggoda Mei saat sedang marah atau cemberut. Ketika melihat Mei, Amran semakin sadar kalau Ibu dan Mei tak ubahnya seperti satu orang yang dibelah dua. Mereka memiliki banyak kesamaan. Karenanya, Amran tidak terlalu kesulitan menyesuaikan diri dengan kehadiran Mei dalam hidupnya. Mungkin karena itu jugalah Ibu langsung naksir Mei sejak bertemu pertama k

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status