Share

Bab 5 Pengangguran

Bab 5

Sudah dua minggu Zeya menjadi pengangguran. Untung saja mendiang neneknya mewariskan rumah untuk Zeya hingga Zeya tidak perlu mengkhawatirkan mengenai atap rumah.  Zeya memang bukan berasal dari kalangan menengah ke bawah namun hidupnya yang sederhana, seringkali membuat orang menyangka kalau Zeya bukan anak orang kaya. 

Seperti saat ini....

"Zeya ... Zeya ... untuk apa kamu masih sibuk mengumpulkan kaleng bekas," Decak Lenna saat bertandang ke rumah Zeya. 

Kehilangan pekerjaan membuat Zeya pun memilih meninggalkan apartemen tipe studio yang dia sewa selama ini. 

Zeya juga terpaksa merumahkan nanny (pengasuh) Anze sedari kecil karena Zeya sudah tidak sanggup membayar gaji sang pengasuh. 

Tengah berjongkok di dekat pintu belakang rumah, sembari sibuk memilah kaleng bekas makanan bertepatan sekali dengan kehadiran Lenna di kediaman Zeya. 

Lenna, Zeya, dan Kiki adalah teman baik semasa putih abu-abu. Mereka sempat terpisah hampir lima tahun sebelum kembali bertemu. 

"Kamu tahu aja aku ada di belakang sini," Kekeh Zeya mengalihkan pembicaraan Lenna.

"Ini anak kayak orang susah saja. Tinggal di rumah gedongan tapi masih saja urusin barang bekas pakai," Oceh Lenna geram dengan kebiasaan aneh Zeya. 

"Lenna sayang, kamu kira dengan tinggal di rumah mewah lalu kamu akan bisa makan minum tanpa bekerja. Kamu kira nenek tersayangku mewariskan untukku sejumlah harta? Tidak Lenna sayang. Almarhum nenek mewariskan hartanya untuk papa. Dan almarhum papa mewariskan harta untuk Anna. Bukan Zefanya," Zeya menjelaskan kembali maksud dan tujuan yang sedang dia kerjakan saat ini.

"Jadi kamu tidak mempunyai simpanan uang sama sekali?" Tanya Lenna tidak percaya. 

Ingin rasanya Zeya berdusta pada Lenna yang tengah berbadan dua. Namun Zeya tidak suka berbohong pada orang lain.

Diamatinya penampilan Lenna siang ini. Dengan gaun ibu hamil, Lenna terlihat lucu dan menggemaskan. 

"Makin cantik aja, bumil," Puji Zeya.

Lenna tersipu malu. Semburat warna merah menghias pipinya. 

Zeya yang tengah berjongkok di pintu belakang dapur, mengangkat kantong plastik hitam, lalu meletakkan kantong plastik tersebut di samping pohon mangga tua yang berdiri kokoh di tengah area taman rumah. 

Zeya berjalan kembali ke tempat Lenna berdiri.

"Mau aku minta Kiki untuk mencarikanmu job baru?" Tanya Lenna

Menggoyangkan tangannya, Zeya menanggapi penawaran Lenna, sang sahabat. 

Lenna mendesah pasrah saat mendapat penolakan Zeya. 

"Ya sudah. Ayo ajak tamu rumah ini masuk ke dalam," Lenna mengamit lengan Zeya lalu bersama-sama mereka melangkah masuk ke dalam rumah. 

&+&+&

Sudah menjadi kebiasaan  saat Lenna berkunjung ke rumah Zeya akan memakan waktu berjam-jam hingga Kiki datang ke rumah Zeya untuk menjemput sang istri.

Kiki, pria berusia tiga puluh tahun, berwajah oriental dan berparas wajah cukup tampan. 

Lenna, wanita berusia tiga puluh tahun, berwajah oriental dan berparas wajah menggemaskan. 

Zeya melihat Kiki dan Lenna melepas rindu dengan saling memeluk. Di tengah ruang tamu rumah Zeya, kedua orang yang sudah menikah lebih dari tujuh tahun itu, masih tampak mesra. 

Dan sesungguhnya Zeya iri melihat keberuntungan Lenna. 

"Mama," panggil Anze dari arah belakang. Anze baru saja keluar dari kamar tidur yang letaknya berada di lantai bawah. 

"Iya sayang?" Zeya memutar tubuhnya ke arah belakang. 

Nampak Anze yang baru selesai mandi sore sekaligus membersihkan rambutnya. 

"Sini anak mama," Zeya melambai agar Anze berjalan mendekat.

Lenna dan Kiki melihat interaksi antara ibu dan anak tersebut. 

Anze mempercepat langkah kakinya agar segera tiba di tempat mamanya berdiri saat ini. Lalu Anze langsung menubruk tubuh Zeya lalu mendusel wajahny di perut Zeya.

Zeya mengusap penuh sayang rambut hitam tebal milik Anze. Persis seperti rambut Andrew.

"Cie...cie...anak mama," ledek Kiki.

Suara Kiki membuat pikiran Zeya kembali tetap fokus. 

"Anze memang anak mama," Ucap Anze lalu memeletkan lidah.

Lenna terkikik geli melihat tingkah Anze. Sementara Zeya berdecak tidak suka dengan tingkah tidak sopan Anze pada orang yang jauh lebih tua dari anak itu.

"Anze sayang, kamu tidak boleh memeletkan lidah seperti itu lagi ya. Tidak sopan, Nak." Zeya menegur Anze dengan suara pelan.

Anze mendongak kepalanya untuk memandangi wajah Zeya.  Menyadari keseriusan ucapan Zeya, membuat Anze merasa bersalah karena sudah tidak sopan pada Om Kiki.

"Maaf ya Om." Ucap Anze dengan wajah menunduk. Kedua tangan Anze juga saling terkait di depan dada. 

Kiki yang merasa gemas dengan tingkah laku lucu Anze, menjulurkan tangan untuk mencubit pipi Anze.

"Om Kiki... Pipi Anze sakit," Rengek Anze dengan dramatis.

Zeya yang melihat tingkah Anze, hanya bisa menghela napas lelah. Putranya itu sama persis tingkahnya dengan Andrew. 

Andrew yang tak suka disentuh, Andrew yang selalu memandang antispasi terhadap wanita. Andrew yang cerdik. 

"Ayo makan malam dulu," Ucap Zeya lantang sebelum melangkah pergi ke arah ruang makan yang berada di ujung ruangan.

Anze berlari menyusul mamanya. Sedangkan Lenna dan Kiki saling bergandengan tangan melangkah di belakang Zeya dan Anze.

&+&+&

Hari telah larut dan Zeya masih duduk diam di atas ranjang.

Dia memperhatikan tulisan yang tertera di atas buku tabungan miliknya.

Tersisa uang sebesar sepuluh juta di atas kertas buku tabungan miliknya. 

Zeya menghela napas gusar lalu melemparkan buku tabungan itu ke dalam laci yang berada di samping tempat tidurnya. 

Zeya tidur di lantai satu dan Anze tidur di lantai dasar. Dua minggu yang lalu, Anze masih tidur bersama sang nanny di kamar namun berbeda dengan saat ini. Saat ini Anze tidur sendirian di kamar.

#Apa yang harus aku lakukan supaya bisa kembali bekerja# Keluh Zeya yang suaranya tidak  didengar oleh siapapun. 

Memanjatkan doa sebelum tidur adalah kebiasaan Zeya hingga saat ini. 

Kebiasaan yang Zeya lakukan kembali selama bertahun-tahun sejak dia tidak mempercayai Tuhan. 

&+&+&

"Selamat pagi Nona Zeya," Sapa Wilona Park. 

Zeya yang sedang menyapu halaman rumahnya, mengangkat wajahnya untuk menatap Wilona. Tatapan mereka saling bertemu lalu Zeya tersenyum sopan. 

"Pagi Tante."

"Bagaimana penawaran Tante kemarin? Mau bekerja di perusahaan keluarga Tante ?" Tanya wanita paruh baya yang sedang memakai pakaian olahraga. 

Wilona Park diam berdiri menunggu jawaban dari penawarannya kemarin pada Zeya. Mereka berdiri di jalan kompleks perumahan. Mengenal asal usul Zeya sejak kecil, membuat Wilona iba terhadap wanita muda yang tengah memegang sapu lidi di tangan kanannya. 

Zeya menatap gugup ke wajah cantik Wilona. Sikap Wilona yang keibuan membuat Zeya merasa nyaman. 

"Maaf Tante. Zeya sudah ditawari oleh sahabat Zeya untuk bergabung di perusahaan Maxima," Dusta Zeya menyebut salah satu tempat kerja yang dia incar selama seminggu terakhir.

Lamaran CV sudah dia serahkan ke bagian HRD namun dia belum menerima panggilan untuk inteview. Zeya menyangsikan bahwa dia akan mendapat panggilan interview dari perusahaan Maxima. Sudah seminggu berlalu. 

"Kamu sudah diterima di sana?" Tanya Wilona terlihat bersemangat.

Zeya tidak ingin berdusta lebih jauh. Dia tidak ada koneksi dengan pegawai di Maxima jadi untuk apa dia berdusta mengenai lamaran yang sudah pasti telah ditolak Maxima.

"Belum Tante. Masih mengajukan CV saja. Mudah-mudahan diterima ya Tante. Bantu doanya," Ucap Zeya.

Wilona terlihat mengangguk antusias. Tidak terlihat lagi rona kecewa di wajah cantik wanita paruh baya yang merupakan ibu kandung Andrew Park. Nenek kandung Anze.

"Pasti kamu diterima. Tante ada koneksi di sana. Kamu tenang saja Zefanya," Ucap Wilona.

Zeya tentu saja kaget dengan pernyataan Wilona. Zeya paling tidak suka masuk ke dunia pekerjaan karena koneksi orang dalam. Pengalaman masa lalunya membuatnya sadar bahwa diterima kerja melalui koneksi tidak selalu berakhir baik.

"Eh, tidak udah Tante. Zeya juga sudah melamar di beberapa tempat. Zeya tidak mau diterima kerja karena koneksi lagi, Tante."

"Pasti karena William, Kan?" Kekeh Wilona. Mengingat peristiwa sepuluh tahun yang lalu saat suaminya membawa Zeya masuk ke perusahaan suaminya sebagai sekretaris.

Sampai Zeya digosipkan oleh karyawan lain bahwa Zeya dihamili oleh William. 

Zeya tersipu malu karena pernah menyembunyikan kehamilannya saat baru kembali dari Dallas. Bahkan almarhum Nenek Zeya pun tidak tahu kalau cucu perempuannya mengandung.

"Maaf ya Tante," Zeya kembali meminta maaf atas gosip yang pernah melanda keluarga Park.

"It's okay. Itu semua hanya masa lalu. Jadi kamu tidak mau Tante bantu untuk kali ini?" Tawar Wilona lagi sebelum melanjutkan olahraga jogging paginya.

Zeya menggeleng

"Tidak perlu Tante. Terima kasih."

Wilona mengangguk paham atas penolakan Zeya. 

"Tante lanjut olahraga ya," Wilona melambaikan tangan berlari menjauh dari gerbang rumah Zeya.

&+&+&

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status