Share

Part 6

Ibu Mertua di Status Wa Sahabatku (6)

"Ah, gue juga punya rencana biar balas dendam Lo terlihat lebih elegan dan mahal," timpal Dewi lagi sambil tersenyum licik.

"Rencana apa?"

Dewi mendekat kemudian membisikkan sesuatu hal padaku yang membuat mataku membulat sempurna. Dewi melepaskan rangkulannya lantas menatapku dalam hendak melihat bagaimana ekspresiku mungkin.

"Gimana? Lo setuju nggak?" tanya Dewi dan aku hanya membalasnya dengan manggut-manggut tidak jelas. Benar apa.xang dikatakan Dewi. Aku tidak boleh terburu-buru. Aku harus menyiapkan semua dengan benar-benar matang agar balas dendamku terasa lebih menyakitkan.

"Nah tiket pesawat, penerbangan akan dilakukan dalam 4 jam kal" kata wanita itu yang mampu mengejutkan aku.

4 jam bukanlah waktu yang lama bagiku, ah ayolah aku belum mandi atau bersiap-siap.

Aku meraih benda tersebut dari tangannya kemudian meletakkan di atas koperku langkah berikutnya aku berlari dengan terbirit-birit. Aku tidak boleh terlambat.

Dewi terus saja berteriak meneriaki aku agar cepat-cepat. Ah wanita itu hanya bisa menambah keruh suasana saja menyebalkan.

***

"Ok, lo hati-hati di sana, ya. Gue cuma bisa doain Lo, semoga iblis-iblis itu lekas mendapatkan karma mereka masing-masing," ucap Dewi dengan suara yang terdengar geram. Aku mengangguk mengiyakannya lantas beberapa menit kemudian wanita itu mendekap tubuhku erat.

"Kamu juga baik-baik di sini, ya," kataku sambil menepuk-nepuk bahunya beberapa kali berniat menguatkannya.

Dewi mengangguk cepat.

"Gue nggak sabar mau dengar berita kalau Tasya nangis sambil bersujud di kaki Lo, sahabat macam apa itu, menusuk dari belakang," gerutu Dewi.

"Iya."

"Dan satu lagi, jangan mau lagi sama Riski itu, kalau bisa cerai aja sama dia, laki-laki tidak berg*na, bisanya cuma selingkuh sama ngabisin duit doang," timpalnya lagi membuat aku menganggukkan kepalaku pelan.

"Ok, sana," perintah wanita itu.

Sabelum pergi, aku tidak sengaja menyaksikan bulir bening menyerupai kristal luntuh dari kedua pelupuk mata Dewi, wanita itu mencoba menyembunyikannya dengan senyuman tulus.

Dewi adalah sosok yang keras atau bisa dikatakan tomboi, di usianya yang sudah 26 tahun, wanita itu tidak kunjung menikah. Ya, mungkin salah satu faktor ia belum menikah karena penampilan yang terlihat begitu jauh dari feminim. Bahkan ia sengaja memotong rambutnya persisi seperti rambut laki-laki. Serta kaos dan celana jeans-nya membuat banyak laki-laki yang mendekati wanita itu harus berpikir ribuan kali.

Dan lagi pula, sejak dulu Dewi tidak pernah lagi tertarik pada pria mana pun setelah ditinggal mati oleh kekasihnya.

Ia tipikal wanita yang setia pada satu pilihannya, katanya Dewi ingin bersama dengan kekasihnya itu hingga di surga kelak, aku sebagai sahabat yang baik berusaha mengaminkan walaupun aku sebenarnya juga berusaha mencari laki-laki yang tepat untuk Dewi.

Satu lagi fakta tentang gadis aneh itu, ia hampir tidak pernah menangis'. Itu sebabnya aku terharu kala melihat air matanya yang melepaskan kepergianku. Sebab, sejak awal mula merantau ia tidak pernah menangis' atau sedih, berbeda jauh dengan aku.

Aku melangkah semakin jauh darinya membuat Dewi Hampir hilang dari pandangan mata oleh jarak, semakin jauh pula maka lambaian tangan Dewi semakin cepat menimbulkan rasa sesak di dada.

Saat mengingat Tasya, aku merasa takut dan gelisah, ya, aku takut bahwa Dewi juga akan meninggalkan aku dan mengkhianatiku sama seperti Tasya. Akan tetapi saat melihat bagaimana ketulusan Dewi padaku, rasa takut da rasa takut itu perlahan terkikis.

Sebelum benar-benar masuk ke dalam pesawat, aku menghela napas panjang kemudian menariknya kembali dengan sedikit sesak, menoleh ke belakang dan melihat di sekitar, aku akan meninggalkan negara ini dan kembali ke negara asalku.

Sebenarnya sulit, akan tetapi mau bagaimana lagi? Keadaan yang memaksaku untuk pulang.

Namun, di saat bersamaan sebuah kenangan tiga tahun yang lalu terlintas di otakku di mana Mas Riski mengatakan bahwa apa pun yang terjadi, ia tidak akan pernah meninggalkan aku. Dia lah yang memaksaku untuk merantau ke sini, dan Sekarang ia juga yang memaksaku untuk pulang.

Benar apa yang telah dikatakan oleh ibu kandungku, "Laki-laki bisa menahan rasa rindu, akan tetapi laki-laki tidak akan bisa menahan hawa nafsunya. Ibu takut Riski melampiaskan nafsunya pada wanita lain."

Kata-kata itu masih jelas terngiang dalam otakku. Memang naluri seorang ibu terhadap anaknya tidak pernah salah.

Air mata yang sejak tadi aku tahan kini berangsur-angsur keluar membuat dadaku sesak sendiri. Aku duduk di salah satu bangku pesawat dengan pandangan yang menatap ke luar jendela.

Aku tidak sedih karena dikhianati, akan tetapi aku sedih karena selama ini aku lalai dalam segala hal, membiarkan suami dan Mertuaku memanfaatkan aku.

Ternyata selama ini aku hanya dijadikan mesin pencetak uang saja.

Amarahku sudah mulai memuncak, aku mencoba menahannya dengan mengepalkan tangan ini kuat. Semua ini berawal dari Mas Riski.

Sejak tadi aku menonaktifkan ponselku karena merasa pusing dengan notifikasi dari Mas Riski dan ibunya.

Lagi pula untuk apa aku meladeninya terus-menerus. Lebih baik aku sabar saja, akan kuladeni mereka secara langsung dan berhadap-hadapan.

"Tidak lama lagi," gumamku pelan

Bersambung!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status