Share

Part 8

"Apakah semua ulah Mas Riski dan Ibu mertuaku?"

Mbak Rita diam beberapa saat, wanita itu mengalihkan pembicaraan seolah tidak ingin menjawab pertanyaanku.

"Ayo mbak antarkan pada orang tuamu," katanya sambil menarik tanganku pelan membuat aku menuruti saja permintaannya.

"Kita simpan dulu barang-barangmu," katanya dan aku hanya mengangguk mengiyakan ajakan wanita itu.

Setelah selesai menyimpan koper di dalam rumah, Mbak Rita kembali menarik tanganku mengajak aku untuk mengikuti langkahnya. Walaupun tadi aku sempat terpaku dengan keadaan di dalam rumah yang membuat hatiku tersayat.

Rumah yang ditempati oleh kedua orang tauku bahkan bisa dikatakan tidak layak. Bayangkan saja, atap yang sudah bocor tidak ada sedikitpun perbaikan.

Ke mana Mas Riski membawa uang yang aku kirimkan untuk ibu dan bapakku? Apakah ia juga menghabiskan uang itu demi kesenangannya dan kesenangan ibunya semata?

Langkahku terhenti di tepian luasnya sawah-sawah yang ditumbuhi padi yang hijau, mbak Rita menunjukkan dua orang yang sedang mencabuti rumput-rumput di antara tanaman pada itu padaku sambil berkata, "Itu ibu dan bapakku."

Seketika mataku berembun, dadaku sesak dan lidahku keluh, seolah tidak sanggup mengatakan apa pun lagi. Anak macam apa aku ini yang bahkan tidak tahu bagaimana kehidupan orang tuaku di sini.

Di usia mereka yang sudah mulai senja, mereka bahkna masih memikirkan untuk bekerja padahal aku sebagai anak mereka hidup makmur tanpa sedikitpun kekurangan.

Aku semakin tidak dapat membendung air mata ini, tatkala keduanya tersadar bahwa aku sudah pulang. Ibu dan bapak mendekatiku sambil memanggil namaku penuh dengan senyuman khas mereka. Senyuman yang bisa membuat jantungku menghangat. Akan tetapi, tetap saja aku merasa pilu.

"Karin ini benar kamu, Nak?" tanya wanita itu. Bahkan ibu tidak berani menyentuh tubuhku, tangannya hanya ia angkat seolah ingin menyentuh akan tetapi terlihat ragu.

Tanpa berpikir panjang aku sanggup mendekap wanita itu beberapa saat kemudian aku menjatuhkan tubuhku dan benyentuh kakinya sambil menangis' sesegukan.

"Ibu kotor, Nak," jelas wanita itu seolah-olah memberi tahu aku, padahal aku sudah tau.

Ia ikut membungkukkan tubuhnya hingga membuat posisi kami hampir sejajar. Di sentuhnya kedua pundakku dan menarikku agar bangkit dari sana.

"Ibu kotor dan bau, he he," jelas ibu lagi sambil tertawa tidak enak. Hey! Aku ini anaknya mengapa ia masih merasa tidak enakan denganku.

Aku menyalami tangan bapak dengan takzim. Dan lagi-lagi tangisanku semakin pecah.

Apa yang sebenarnya terjadi. Padahal aku sudah mengatakan pada Mas Riski untuk mencukupi kehidupan kedua orang tuaku, agar keduanya tidak perlu lagi bekerja di usia mereka yang hampir senja. Akan tetapi apa yang Mas Riski lakukan.

Untuk saat ini aku belum bisa bicara sedikit pun, aku sedang berusaha keras untuk menghentikan suara sesegukanku ini.

Ibu seolah mengerti, beliau membawa aku ke arah tempat peneduh sederhana yang dibuat dari alat seadanya.

"Kenapa tidak memberitahu ibu kalau kamu ingin pulang?" tanya ibu.

Aku sedang tidak ingin menjawab pertanyaan itu, sekarang kau ingin mendengarkan penjelasan ibu terkait Mas Riski.

"Apakah Mas Riski tidak pernah memberikan ibu uang? Kenapa ibu dan bapak masih bekerja?" Tanyaku dan aku mendapatkan tanggapan serupa dari ibu persis seperti tanggapan Mbak Rita. Mereka hanya diam seperti sedang menyimpan sebuah rahasia besar.

"Oh iya kamu makin cantik Nak," kata ibu mengalihkan pembicaraan sambil menatap aku kagum di sertai sebuah senyuman kebanggaan.

"Jangan mengalihkan pembicaraan, Buk, jelaskan padaku sekarang. Aku ingin mendengarkan penjelasan ibu sekarang juga mengenai Mas Riski dan keluarganya."

"Lupakan saja Karin, semua baik-baik saja." Bapak ikut menimpali seolah mencoba mematikan pembicaraan mengenai topik tersebut.

Semakin ke sini, aku semakin yakin bahwa Mas Riski sudah melakukan kesalahanan besar.

"Apakah Mas Riski mengancam ibu dan bapak untuk merahasiakan sesuatu. Ayolah Pak, Bu, jangan takut begitu. Kenapa harus takut sedangkan ibu dan bapak mengatakan hal yang benar adanya." Timpalku lagi membuat keduanya terdiam sambil saling pandang satu sama lain.

Raut wajah ibu berubah drastis, senyuman yang awalnya tersungging pada sudut bibirnya kini sirna dengan sendirinya.

"Ibu ayo jawab, aku sudah tau segalanya tentang Mas Riski akan tetapi aku ingin mendengarkan pengakuan ibu langsung," ibu kembali diam walaupun tadi sempat terkejut saat mendengarkan perkataanku yang mengatakan bahwa aku sudah tahu segalanya.

"Ibu tidak berani jujur Karin, takutnya kamu menyangka bahwa ibu mengada-ada. Ibu tidak ingin rumah tanggamu dan suamimu hancur karena ibu," jelas Ibu lagi.

"Katakan saja, semua akan tetap sama, walaupun ibu tidak menceritakannya, aku sudah berniat mengakhiri hubungan ini karena Mas Riski selingkuh dengan sahabatku sendiri Tasya." Pengakuanku membuat pupil mata semua orang yang berada di dekatku membesar.

Mbak Rita nampak tidak percaya.

"Nak? Apakah yang kamu katakan tadi benar?" tanya ibu dan aku langsung mengangguk.

"Akan ku ceritakan nanti, sekarang aku hanya ingin mendengarkan penjelasan ibu."

Next nggak?

Komen biar part selanjutnya menyusul

Bersambung ....

Komen (10)
goodnovel comment avatar
Muhammad Arsyad
lanjut donk
goodnovel comment avatar
Nay Shefa
seru dong lnjut
goodnovel comment avatar
Koprin Siagian
lanjut dong
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status