Setelah pertemuan yang menegangkan dengan William dan juga Selena, Robert segera meninggalkan ruang tamu dan pergi ke kamarnya.
Charles menyusulnya dan mencoba untuk tetap menghibur Robert agar tidak terlalu marah kepada putranya dan juga Selena. Kini hanya tinggal Brenda dan juga Angga di sana. "Bisakah Aku mengantarmu pulang, Brenda?" Angga menghentikan langkah tepat di sisi Brenda yang tengah duduk di sofa sembari memainkan ponselnya. "Tidak, Terimakasih." Brenda menjawab dengan santai sembari tetap menatap layar ponselnya tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya kepada Angga. Angga tetap berusaha mengajak Brenda berbicara walau mendapatkan respon yang tidak baik. "Brenda, bukankah kamu masih mengenalku?" Angga mencoba bertanya lagi seolah mencari cara agar Brenda memperhatikannya.Pria dengan wajah kejam dan dingin itu berdiri menatap ke arah seorang gadis bernama Selena tanpa belas kasihan, lalu berkata penuh ancaman. "Hutang yang harus orangtuamu bayarkan adalah 10 Milyar, jika lusa kalian tidak membayarkan uang itu, orangtuamu harus menerima akibatnya!" "Lusa?" Selena sangat terkejut. "Bagaimana Aku bisa mengumpulkan uang sebanyak itu hanya dalam waktu dua hari?" "Saya tidak peduli bagaimana kamu mendapatkan uang itu! Terpenting bagi saya adalah uang itu kembali!" Selena Eveline, Gadis berusia 20 tahun itu tampak begitu putus asa. Hutang kedua orangtuanya yang dipakai untuk perawatan dirinya yang menderita penyakit jantung sedari kecil. Hutang-hutang itu semakin menumpuk seiring berjalannya waktu hingga membuat kondisi ekonomi keluarga Selena yang tadinya termasuk orang yang berada, kini bangkrut dan malah terjerat hutang berbunga. "Beri saya waktu 3 bulan, Saya pasti akan membayarnya lunas." ucap Selena dengan nada tegas. "Apa saya tidak
Cukup lama Selena duduk sendirian di bar, sedang menunggu seseorang yang akan kencan dengannya. Saat ia menyeruput minumannya, seorang pria mendekatinya. "Selena?" tanyanya, dengan sedikit senyum di bibirnya. Selena mengangguk, memperhatikan setelan jas yang rapi dan rambutnya yang licin. Pria itu lantas memberi isyarat kepada bartender dan memesan minuman untuk dirinya sendiri sebelum berbalik kepada Selena. "Aku Simon," katanya, sambil mengulurkan tangannya ke arah Selena. "Aku senang kau memutuskan untuk bergabung denganku malam ini." Selena berusaha tersenyum kepada Pria di hadapannya. Ada sedikit kebingungan di rasakan oleh Selena lalu membatin. "Bukankah Lily bilang bahwa Pria yang akan kencan denganku itu bernama William?" "Saya Selena," jawab Selena. "Maaf Tuan, tapi teman saya bilang, Saya akan bertemu dengan Tuan yang bernama William." "Oh.." Simon terkekeh kecil. "Saya utusan Pak William, Saya kemari untuk menjemput dan mengantarkan anda kepada Pak William." Sel
Di dalam Ruangan pribadinya yang dibuat khusus untuk menerima tamu seorang Sultan, Mami Siska menatap Pria di hadapannya dengan tanpa berkedip. Pria yang duduk tanpa ekspresi itu menatap jengah Mami Siska yang melihatnya tanpa berkedip itu. Setelan jas mewah merk ternama yang Pria itu kenakan jelas menunjukkan status sosialnya yang tinggi. Rahang kuat dan rambut yang selalu rapih dan klimis membuat aura ketampanannya semakin mempesona. Jambang serta tubuhnya yang kekar altetis menggambarkan betapa jantan dan gagahnya seorang William Massimmo. "Eh... Suatu kehormatan bagi saya, karena kedatangan tamu Sultan ke kediaman saya." celetuk Mami Siska setelah beberapa saat hanya saling tatap. "Saya kemari hanya ingin mengambil milik saya yang sudah kamu curi!" Suara bariton yang terdengar dingin itu sebenernya membuat bulu kuduk Mami Siska merinding. Aura kekejaman jelas kentara dalam suara bariton itu. "Sa..saya mencuri? Maaf, walaupun saya bekerja seperti ini tapi saya bukan
"Baiklah, Aku setuju dengan perjanjian kontrak ini." Seru Selena tanpa ragu, walau hati kecilnya masih menolak. Tapi, untuk saat ini dia tidak bisa menuruti egonya, waktu terus berjalan, Hutang harus segera dilunasi. William terkekeh, lalu menatap Selena dingin. "Tanda tangani kontrak itu sekarang juga." Sejenak Selena memejamkan matanya, sebuah keputusan besar harus dia ambil. Segera dia ambil bolpoin dan menandatangani surat perjanjian itu. Kini dia sudah terikat kontrak, secara tidak langsung, pria di hadapannya bebas bisa melakukan apapun kepadanya. William mulai mendekati Selena, lalu menarik Selena hingga mereka berdiri saling berhadapan. "Mulai saat ini, aku boleh melakukan apapun kepadamu!" bisik William di telinga Selena. Tubuh Selena menjadi bergetar karena ketakutan, dia baru bertemu dengan pria itu tapi sudah terikat perjanjian. Selena hanya memejamkan mata lalu menelan ludahnya. Pria itu begitu dingin dan tanpa ekspresi, di tangannya Selena bagaikan ma
Selena segera mengenakan masker lalu mengikuti Arnold masuk ke dalam rumah sakti. Kali ini, Selena tidak banyak bertanya, sebagai orang yang sudah terikat kontrak dia harus mengikuti apapun keinginan dari pihak pertama tanpa tapi. Wajah saja William menyuruhnya untuk tes kesuburan, karena dia harus melahirkan anak untuknya. Mereka menggunakan lift dan menekan tombol angka 5. Selena terus mengekor di belakang Arnold, sampai tiba di ruangan dokter Angga spesialis Obgyn. Benar saja, William sudah berada di dalam ruangan itu dengan wajah datarnya. "Silahkan masuk Bu." Arnold mempersilahkan Selena masuk dan dia menunggu di luar ruangan. Pria yang memakai jas dokter itu tersenyum hangat pada Selena, lalu mempersilahkannya duduk di kursi sebelah Pak William. "Perkenalkan Saya Dokter Angga, dokter yang akan membantu kalian untuk segera memiliki seorang anak." "Saya Selena Eveline." Ucap Selena sembari mengulurkan tangannya. "Angga, kamu harus ingat kalau semua ini harus di r
Tahap awal proses Bayi tabung adalah melakukan induksi ovulasi dengan memberikan suntikan hormonal dan obat-obatan.Dengan tenang Selena menjalaninya, setidaknya dia akan menjalani kontrak itu tanpa harus melakukan kontan fisik dengan Wiliam. Dokter Angga melakukan tugasnya dengan baik.Berbagai macam obat telah dokter Angga suntikan ke dalam tubuh Selena."Syukurlah, kita telah melakukan tahap awal dari prosedur ini," seru dokter Angga sumringah. "Setelah ini, kamu hanya perlu banyak istirahat agar efek obatnya maksimal." "Baik dokter." jawab Selena sambil tersenyum. "Setelah 2 minggu, kamu harus kembali datang ke rumah sakit untuk melakukan tindakan selanjutnya." jelas Dokter Angga pada Selena. Selena mengerti dengan apa yang di instruksikan oleh Dokter Angga. Setelah selesei menemui dokter Angga, Selena berpamitan untuk pulang. Saat Selena mencari keberadaan Pak Arnold, ponselnya tiba-tiba bergetar. Pesan dari Pak Arnold yang memberitahukan bahwa Pak Arnold tengah berada d
"Terima kasih sudah mencari ibu pengganti untuk melahirkan anak kita, Mas." Baru kali ini William melihat binar bahagia pada mata indah Sofia setelah penyakit kanker merenggut kebahagiaannya."Anak kita akan segera lahir, dia akan menjadi penggantiku saat aku tiada nanti." Sofia mengucapkan hal itu sembari menahan tangis. "Sayang." William kembali mendekap istrinya itu. "Kamu tidak akan meninggalkan Aku, kamu akan sembuh dari penyakit itu."William masih belum bisa terima istrinya menderita kanker, apalagi jika harus kehilangannya. Berbagai informasi bahkan rumah sakit di seluruh dunia sudah William cari agar bisa menyembuhkan istrinya. Tapi sampai detik ini, dia belum mendapatkan rumah sakit yang bisa dan mau mengobati istrinya.Kanker yang di derita Sofia cukup langka dan ganas, banyak yang menyerah bahkan tak sedikit yang bilang lebih baik memanfaatkan waktu yang masih ada untuk berbahagia bersama.Sofia menatap sayu pada William. "Akan ada anak kita yang menghiburmu ketika ak
William tengah berada di apartemen dimana Selena berada. Pria itu duduk di sofa besar yang membentuk letter L sembari menikmati wine dengan pikiran yang berkecamuk. Malam itu, William harus melakukan hubungan badan bersama Selena sebagai proses pembuahan pertamanya.Hari ini adalah masa subur Selena, peluang untuk mendapatkan anak jauh lebih besar. Apalagi Sofia, istri pertama William mendesaknya untuk segera melakukan tugasnya, agar mereka segera memiliki anak. "Pak William." Panggil Selena yang berdiri di depan pintu kamarnya, William hanya menengok ke arah gadis itu tanpa menjawab."A..apakah Bapak ingin membersihkan diri dulu?" Selena tergagap karena merasa canggung.Karna wine yang di minumnya, kondisi William kini sudah mulai mabuk. Gadis itu menggunakan lingerie yang berkimono, tentu di dalam kimono itu Selena mengenakan gaun yang super seksi dan nerawang. William menjawab dengan datar. "Aku tidak ingin mandi." Selena mengangguk, lalu hendak masuk ke dalam. Langkah Sele
Setelah pertemuan yang menegangkan dengan William dan juga Selena, Robert segera meninggalkan ruang tamu dan pergi ke kamarnya. Charles menyusulnya dan mencoba untuk tetap menghibur Robert agar tidak terlalu marah kepada putranya dan juga Selena. Kini hanya tinggal Brenda dan juga Angga di sana. "Bisakah Aku mengantarmu pulang, Brenda?" Angga menghentikan langkah tepat di sisi Brenda yang tengah duduk di sofa sembari memainkan ponselnya. "Tidak, Terimakasih." Brenda menjawab dengan santai sembari tetap menatap layar ponselnya tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya kepada Angga. Angga tetap berusaha mengajak Brenda berbicara walau mendapatkan respon yang tidak baik. "Brenda, bukankah kamu masih mengenalku?" Angga mencoba bertanya lagi seolah mencari cara agar Brenda memperhatikannya.
William membawa istrinya pergi meninggalkan kediaman Massimo. Betapa kecewa hati William pada sikap dan arogansi keluarganya terutama Kakeknya yang tidak pernah berubah. Dahulu ketika dirinya memilih Sofia, William dan Sofia pun tidak kalah banyak menemui rintangan, walau akhirnya Kakeknya menyetujui karena tahu latar belakang Sofia yang berasal dari keluarga yang cukup berpengaruh. Namun itu semua tidak cukup membuat Robert bisa menerima Sofia sepenuh hati. Sikap dan sifat Sofia yang lembut dan penuh kasih malah membuat Robert merendahkan mendiang istri pertamanya itu. Robert bilang istrinya tidak memiliki ambisi untuk mendukung William, segala macam tekanan Kakek berikan termasuk tentang kelahiran seorang pewaris. Hingga membuat Sofia frustasi dan malah mendapat penyakit yang berbahaya yang merenggut nyawa istri pertamanya itu.
Brenda tersenyum penuh ejekan kepada Selena, seolah dia tengah merasa akan memenangkan sebuah kompetisi. Situasi William dan Selena yang terpojok, membuat Brenda seperti memiliki kesempatan untuk merebut William dari pelukan Selana. Kini mereka berlima sudah duduk di sofa ruang tamu keluarga Massimo dengan suasana yang menegangkan. "Apa yang ingin Kakek tanyakan?" William membuka suara dengan setenang mungkin. Robert menatap tajam cucu kesayangannya itu seperti hendak menerkamnya. "Jelaskan pada kami kenapa Gadis itu tidak ada di datar pasien IVF, William!" Suara Robert bahkan menggelegar sampai memenuhi rumah besar itu. "Sudah pasti kek, karena Selena adalah pasien khusus, Angga tidak ingin publik mengetahui identitasnya," William terlihat santai mengahadapi Robert . "Bukankah akan berbahaya jika publik mengetahui lebih awal tentang identitas Selena yang sebenarnya?" Brenda tanpa pikir panjang langsung ikut berkomentar. "Memangnya identitas Selena yang sebenarnya a
Ponsel William tidak berhenti bergetar saat pasangan suami istri itu tengah bersiap untuk menemui Robert. Selena yang melihat ponsel William berdering langsung mengambilkannya dan memberikan kepada suaminya. "Mas ini Dokter Angga, jawablah dulu." "Akhirnya dia menjawab juga panggilanku!" Sambil meraih ponsel lalu mengangkat telepon dengan menjauh dari Selena. "Halo Ga, kenapa Kamu bisa selalai ini membiarkan Kakek dan Ayahku ke rumah sakit tanpa mempersiapkan rencana!" William langsung memberondong pertanyaan kepada Angga dengan nada ketus. Saat ini William sangat kesal kepasa sahabatnya itu yang di nilainya tidak becus untuk menutupi rahasianya. [Maaf Wil, Aku sedang sibuk karena ada seminar dan Resepsionis yang seharusnya bilan
Siang itu, Robert dan Charles mendatangi rumah sakit tempat Angga bekerja. Sudah 3 hari ini Robert menunggu kabar baik yang ingin dia dengar tentang calon cicitnya. Resepsionis menyambut mereka ramah karena sudah sangat mengenal keluarga Massimo. "Selamat Siang Bapak Robert dan Bapak Charles, Ada yang bisa saya bantu?" "Kami ingin bertemu dengan Dokter Angga, bisakah kami langsung menemuinya?" "Baik Pak, tunggu sebentar." Sang Resepsionis segera menelepon ke ruangan Angga tapi tidak ada yang menjawab, Hilda nama Resepsionis Angga lalu mengecek jadwal dokter Angga. "Oh Maaf Pak, hari ini Dokter Angga sedang ada seminar di hotel Anggara, sore nanti baru bisa kembali." Robert terlihat kesal lalu berdecak. "Ck... bagaimana kalau saya lihat cucu dan menantu saya? Dimana
Selena menggeliatkan tubuhnya, sinar matahari membangunkannya di pagi hari itu. Suaminya masih memeluknya erat, Setelah pertempuran panas mereka semalam. William benar-benar mampu mengendalikan diri, untuk tidak mengekspresikan hasratnya terlalu frontal, dia sangat lembut untuk meraih kepuasannya. Kecupan kecil Selena berikan di pipi William, pria itu hanya bergerak sebentar lalu tertidur kembali. Perlahan Selena turun dari ranjang, ranjang tempat mereka memadukan cinta dan memuaskan hasrat. Perut Selena sangat lapar, mungkin karena dirinya tengah hamil, makannya rasa lapar itu sangat mengganggunya. "Oke, kali ini kita akan membuat sarapan apa?" cicit Selena saat membuka kulkas. Bahan-bahan masakan di kulkas sudah tersedia lengkap setelah mereka berbelanja di supermarket kemarin.
Setelah satu hari berada di kantor keamanan, akhirnya Radit di nyatakan tidak bersalah setelah bukti cctv dan pengacara keluarga Radit datang. "Maafkan kami telah melakukan kesalahan telah menangkap orang yang tidak bersalah," ucap seorang petugas dengan nada penuh penyesalan. Terlebih saat tahu latar belakang Radit bukan dari keluarga yang sembarangan, melainkan dari keluarga yang cukup berpengaruh. Radit memaklumi kesalahpahaman yang terjadi, "Masalah ini bisa saya lupakan, tetapi lain kali kalian harus benar-benar mengecek kebenaran informasi yang masuk agar tidak terjadi salah paham seperti ini lagi." Petugas keamanan merasa lega. "Tentu Pak Radit, Terima kasih atas maklum Anda." "Tapi kalau boleh tahu, kalian mendapatkan informasi dari siapa bahwa Saya yang mencuri di supermarket?" Wa
Praaannggggg.... botol kosong bekas wine pecah berkeping-keping ketika di lemparkan ke tembok yang sudah terlihat tua. "Apa yang kamu lakukan! jaga sikapmu Bruno!" Arnold terlihat sangat marah ketika Pria misterius yang bersamanya itu melemparkan botol kosong sampai pecah. Pria misterius itu dipanggil Bruno karena tidak memiliki identitas yang jelas, Arnold bahkan tidak tahu nama asli Pria misterius itu. "Ka..kapan Aku akan mem..membunuh si Wil.. William itu, hah!" Bruno berkata dengan terbata. "Bersabarlah sedikit lagi, kita tetap harus berhati-hati saat berhadapan dengan orang kaya seperti mereka, atau kalau tidak kita sendiri yang akan hancur!" Arnold mencoba untuk menenangkan Bruno. "Aarrgghhhhh," Bruno sangat marah karena selama ini hanya di kurung di bangunan tua tidak berpenghuni. "Kita ha..harus segera melakukan misi kita, kalau kamu tidak mau A..Aku yang akan menghabisinya sendiri!" Bruno hendak keluar dari bangunan tua itu namun Arnold mencegahnya. "Heii.. apa
Ternyata William tidak langsung meminta jatah kepada Selena, melainkan mengajak Selena untuk menonton film bersama. "Kenapa kita malah jadi menonton film sih, Mas?" keluh Selena. "Memangnya kenapa? kamu sudah tidak sabar merasakan monsterku lagi?" ledek William membuat pipi Selena memerah. tapi Selena nampak kesal bahkan bibirnya mengerucut ke depan. "Bukankah kamu yang sudah tidak sabaran sejak tadi?" William langsung memeluk istrinya yang merajuk. "Baby, kita harus melakukannya perlahan-lahan, Mas takut jika kita terlalu menggebu itu akan memperngaruhi kesehatanmu dan juga bayi kita." Selena mendesah, alasan suaminya memang benar. Mereka harus melakukannya dengan berhati-hati. "Lalu kita akan menonton apa?" "Hmmm.." William nampak bingung. "Kita akan menonton film yang penuh dengan romansa." "Baiklah, Ayo kita lihat film itu." William lantas memilih film 364days, film yang terdiri dari beberapa seasons itu cukup fenomenal dan unik. Tapi yang membuat Willia