“Pak Handoko?” Elara diam sejenak sambil memperhatikan layar handphone-nya, dia memikirkan apakah dia harus menerima panggilan itu atau tidak, sampai kemudian Elara mengukirkan senyumannya karena sebuah hal terlintas di pikirannya dan panggilan langsung dia terima.
“Hallo Om?”
“Hallo, kamu di mana? Bisa kita bertemu sekarang?”
Senyuman Elara melebar dengan pikiran yang semakin fokus pada satu rencana. “Aku di Kantor Om, aku usahakan ke sana ya. Ada apa? Apakah Om rindu?”
“Iya, kita ketemu sekarang ya? Saya tunggu di Kantor.”
“Iya Om, aku selesaikan dulu urusan aku, nanti aku ke sana.”
“Hati-hati.”
“Iya Om, aman.” Sambungan telepon terputus dan sekarang raut wajah Elara berubah dengan rasa bahagia yang muncul.
“Anak baik, selalu ada saja uang yang datang! Aku akan ke sana, setidaknya aku bisa mendapatkan uang untuk bertahan hidup dan juga bisa membayar gaji beberapa karyawan yang punya pengaruh besar dan relasi besar, agar mereka tidak membawa masalah ini ke jalur hukum! Untuk karyawan lain, nanti saja aku pikirkan!”
Elara langsung memasukan handphone-nya ke tas, dia langsung bangkit membawa tas selempang, meninggalkan Ruangan kerjanya menuju ke tempat di mana Handoko berada. Sepanjang perjalanan, Elara memikirkan cara yang bisa dia lakukan, dia mengabaikan masalah yang sedang dia hadapi.
*****
Tangan Elara bergerak lincah, membelai wajah pria berusaia 52 tahun yang sedang memangkunya. Pandangan mereka bertemu dengan tangan Handoko yang masih memegangi pinggang Elara. “Om ... aku ingin sesuatu dong?”
“Ingin apa Sayang?” tanya Handoko penuh dengan kelembutan yang langsung menciptakan senyuman manis di bibir Elara.
“Emh ... aku kemarin liat tas, warna dan bentuknya cantik. Om bisa gak berikan aku uang untuk membeli tas itu?”
Tidak ada penolakan yang Handoko berikan, dia langsung menganggukkan kepalanya. “Berapa? Berapa harga tas itu? Kamu pasti akan terlihat cantik saat menggunakannya.”
Senyuman Elara ditemani dengan rasa lega, dia memang sudah menduga kalau Handoko akan memberikan apa pun yang dia ingikan seperti sebelum-sebelumnya. “Gak mahal kok Om, hanya 195 juta saja. Bisa seperti biasa Om, transfer saja atau kalau mau ... Om bisa menemani aku membelinya?”
“Akan saya transfer sekarang ke rekening kamu.”
Tangan Elara kembali mengelus rahang Handoko yang memang tidak bisa Elara bohongi kalau pria matang yang sedang bersama dengannya mempunyai wajah tampan dengan pesona yang tidak bisa dia abaikan begitu saja, apalagi kalau membahas harta ... itu adalah alasan utama kenapa Elara memilih dekat terus bersama dengan Handoko.
Selama ini Elara masih bisa bertahan sampai sekarang karena uang-uang yang Handoko berikan, dia tidak pernah mau terjun menjadi seorang gadis nakal, tapi karena keadaan dan dia juga bisa mengendalikan Handoko sehingga dia hanya perlu menemani Handoko dinner, makan siang, dan seperti ini. Elara cukup menerima semua itu, apalagi dia bisa mengulur waktu dan juga membujuk Handoko, sehingga tidak ada hubungan di atas ranjang yang terjadi.
Mendengar bunyi notifikasi dari handphone-nya membuat Elara mengambil handphone-nya untuk melihat uang yang sudah Handoko berikan, tapi setelah melihat nominal yang diberikan, alis Elara mengernyit kebingungan. “Kenapa uang yang Om transferkan jumlahnya ... agak ganjil? Apakah Om sedang membulatkan isi rekening Om?”
Rp211.750.000
Senyuman di bibir Handoko kembali terukir, hingga kemudian dia mengangguk. “Iya, sengaja untuk membulatkan hutang kamu, sehingga totalnya menjadi 7,5 Milyar.”
Jantung Elara dengan seketika tercekat, tubuhnya kaku, dia tidak salah dengar, ada kata ‘hutang’ yangg Handoko Katakan. “Maksudnya Om? Ini Om sedang bercanda bukan?”
Kali ini Handoko menggelengkan kepala dan dia juga memangku Elara agar turun dari pangkuannya, lalu dia bangkit dan menatap Elara dengan tatapan yang sangat serius. “Semuanya sudah saya rinci, dimulai dari semua uang yang kamu minta dengan dana yang kamu gunakan untuk membayar karyawan perusahaan kamu dalam 3 bulan ke belakang.”
“Maksudnya Om? Aku gak paham sama ini semua.” Elara masih mencoba untuk menelaah semuanya, meski pikirannya sudah tertuju pada satu hal.
Hembusan napas kasar Handoko keluar sebelum dia menjelaskan. “Saya kira hubungan kita ini terjalin atas dasar saling suka, tapi ternyata ... kamu memanfaatkan saya untuk kepentingan kamu sendiri.”
“Om, enggak Om. Aku gak memanfaatkan Om, kita menjalani ini atas dasar perasaan yang kita miliki. Om sayang sama aku dan aku juga sayang sama Om.” Elara membantah dengan nada yang manja, dia sengaja memancing Handoko agar percaya padanya, bahkan dia juga hendak kembali menyentuh Handoko, hanya saja Handoko mundur.
“Singkatnya begini, awalnya saya memang tertarik pada kamu, saya juga menjalin hubungan dengan kamu atas dasar keinginan sebelum saya tahu semua niat busuk kamu dan hubungan kita sudah diketahui oleh Istri dan anak saya. Jadi, saya memutuskan untuk berhenti.”
“Terus, kalau memutuskan untuk berhenti, kenapa Om malah menjadikan uang yang sudah Om berikan sebagai hutang?” tanya Elara dengan rasa tidak terima, dia tidak masalah dengan berakhirnya hubungan mereka, tapi kalau semua yang diberikan menjadi hutang, maka itu sama saja membuat dia semakin terjebak di masalah yang besar.
“Tidak, saya tidak menjadikan semua uang itu sebagai hutang. Sejumlah uang yang sudah saya berikan pada kamu atas dasar suka rela dari saya tidak saya catat ke dalam hutang kamu, karena saya juga tidak akan meminta apa yang sudah saya berikan saat saya sadar, untuk 7,5 Milyar yang saya jadikan hutang, adalah uang yang kamu minta saat kamu memanfaatkan saya, dana untuk membayar karyawan kamu dan juga Dana yang kamu bicarakan untuk menjalankan sebuah project yang sampai sekarang saya tidak tahu apakah project itu sudah berjalan atau tidak.”
Semua penjelasan yang Handoko katakan sulit untuk Elara bantah, karena semua itu memang benar. Handoko melangkah ke arah mejanya, lalu mengambil sebuah berkas yang berisikan beberapa lembar, lalu diberikan ke Elara yang membuat Elara semakin tanda tanya.
“Sebenarnya saya sudah mengirimkan berkas ini ke Rumah kamu, tapi kamu tidak ada di Rumah, makanya saya menyuruh kamu ke sini untuk menemui saya.” Handoko begitu pandai mengatur semuanya. “Di dalam sana, semuanya sudah tertera, rincian uang sampai jumlah yang saya berikan juga dengan dokumen-dokumen palsu yang kamu berikan pada saya dan ... masalah ini akan saya bawa ke Ranah hukum, jika kamu tidak segera membayar 7,5 Milyar pada saya.”
Lutut Elara terasa lemas, lalu dia duduk di kursi yang semula Handoko duduki. Napasnya mulai tidak beraturan, dia tahu kalau semua berkas itu legal dan kepalanya semakin terasa sakit, pusing memikirkan bagaimana jalan keluar dari semua masalah ini.
“Saya tidak akan memberikan waktu banyak, karena Istri saya ingin semua masalah ini cepat selesai dan saya tidak mau tahu, kalau kamu harus segera menyelesaikan semua masalah ini!” tekan Handoko yang kemudian dia melangkah pergi meninggalkan Elara di Ruangannya.
Mata Elara terasa sulit terbuka, dia terus terpejam dengan pikiran yang kalut. “Harus bagaimana aku menyelesaikan masalah yang setiap hari malah semakin bertambah?” Elara merasa kalau kehidupannya semakin bertambah berat.
“Memangnya kamu tidak tahu apa yang harus kamu lakukan saat ada yang memanggil kamu ke Ruang private?”Dengan penuh kejujuran, Elara menggelengkan kepalanya. “Maaf Tuan, saya tidak tahu, karena saya baru di sini.” Elara menjawab dengan penuh kesopanan, dia sadar kalau dia harus bersikap profesional untuk menghindari masalah nantinya. “Apakah Tuan ingin saya menari di sini untuk Tuan saksikan secara pribadi?”Dominick mengangguk, lalu alunan musik dimulai dan dia begitu memperhatikan setiap gerakan dari Elara, terlihat sedikit malu, hanya saja tidak begitu kaku dengan tubuh indah yang membuatnya cukup merasa terhibur, apalagi saat melihat gerakan Elara yang semakin menyatu dengan musik.Waktu berlalu, hingga kemudian Dominick bangkit dengan tangan yang secara perlahan menyentuh Elara dan itu membuat Elara merasa tidak nyaman, tapi dia masih berusaha menyatu dengan musik dan terus menari dengan indah. “Kita lanjutkan tarian ini di atas tempat tidur.”Sontak bola mata Elara membulat, dia
“Apakah kamu sudah siap malam ini?” tanya Fia sambil memperhatikan Elara yang berulang kali menghela napas dengan sangat panjang.Terlihat jelas dari tatapannya, kalau Elara tidak bersemangat, lesu penuh dengan keterpaksaan. “Siap tidak siap? Aku bisa apa? Karena aku juga tidak mau kalau harus dipenjara!”“Ya ... sudahlah, jalani saja, setidaknya pekerjaan ini bayarannya menjanjikan, apalagi kalau di penampilan kamu selanjutnya, bahkan bisa saja sekarang juga, jika kamu bisa menarik perhatian penonton dan kamu akan mendapatkan tips yang cukup besar dari mereka.”Hembusan napas Elara keluar dengan kasar, dia mengangguk dengan jelas dan dari ujung Ruangan, seorang wanita dengan lipstick merah menyala dan kipas di tangannya mendekat. “Elara! Siap-siap sekarang, segera ke belakang panggung, pertunjukan akan dimulai 5 menit lagi dan saya tidak ingin ada yang telat dan mengacaukan semuanya!”“Baik Madam,” jawab Elara secara terpaksa.“Jangan lupa, lepas jaket yang kamu gunakan, karena tida
“Tidak ada cara lain, kita harus menerima perjodohan dari keluarga Scott, kita harus menikahkan Elara dengan Putra Sulung keluarga Scott, karena hanya itu yang bisa menyelamatkan perusahaan kita!” Nada bicara Wandah begitu tinggi, setengah gemetar. Pikirannya kacau memikirkan kondisi perusahaan keluarga yang menjadi satu-satunya sumber penghasilan besar yang tersisa, sehingga saat perusahaan diambang kehancuran, semuanya panik.Bola mata Elara membulat penuh amarah, tangannya mengepal kuat. “Aku tidak sudi menikah dengan pria cacat! Aku masih pantas mendapatkan pria yang sepadan denganku!”Melinda yang sedari tadi diam mendengarkan Mertuanya berucap, langsung menatap Elara tajam, dia tidak suka terhadap penolakan yang Elara berikan. “Kapan? Kapan waktu itu tiba? Mana yang akan tiba lebih awal, pernikahanmu dengan pria yang bisa menolong hidupmu atau kehancuran dirimu? Kita sudah bangkrut Elara!”Elara tahu bagaimana kondisi perusahaannya, bahkan sejak lama dia sudah tahu kalau perusah
“Hei! Jangan main-main denganku! Aku butuh uang yang banyak, semua lowongan kerja yang kau berikan tidak akan menolong hidupku! Aku mungkin bisa bertahan hidup 1 minggu atau 1 bulan ke depan dalam keterpaksaan dengan uang itu, tapi hidupku akan hancur selamanya, bahkan aku tak yakin aku masih bisa bebas dengan semua hutang yang menggunung!”Seorang perempuan bernama Elara Felicya G. bukan membutuhkan uang untuk bertahan hidup, melainkan untuk menyelamatkan hidupnya yang sudah dititik kebangkrutan, perusahaan yang dia pegang, mengalami kehancuran karena kesalahan yang tak sengaja dia lakukan, dia terjebak dalam banyak jebakan.“Aku butuh uang yang banyak, menjanjikan dan bisa menolong kehancuranku Fia!”Hembusan napas keluar dari mulut Fia, pikirannya sudah terasa panas, kepalanya terasa akan pecah mendengarkan masalah sahabatnya. “Aku sudah memberimu banyak uang sebagai bentuk pertolongan untukmu dan aku juga sudah menawarkan pekerjaan yang melebihi gaji satu bulan sebagai karyawan, t
“Pak Handoko?” Elara diam sejenak sambil memperhatikan layar handphone-nya, dia memikirkan apakah dia harus menerima panggilan itu atau tidak, sampai kemudian Elara mengukirkan senyumannya karena sebuah hal terlintas di pikirannya dan panggilan langsung dia terima.“Hallo Om?”“Hallo, kamu di mana? Bisa kita bertemu sekarang?”Senyuman Elara melebar dengan pikiran yang semakin fokus pada satu rencana. “Aku di Kantor Om, aku usahakan ke sana ya. Ada apa? Apakah Om rindu?”“Iya, kita ketemu sekarang ya? Saya tunggu di Kantor.”“Iya Om, aku selesaikan dulu urusan aku, nanti aku ke sana.”“Hati-hati.”“Iya Om, aman.” Sambungan telepon terputus dan sekarang raut wajah Elara berubah dengan rasa bahagia yang muncul.“Anak baik, selalu ada saja uang yang datang! Aku akan ke sana, setidaknya aku bisa mendapatkan uang untuk bertahan hidup dan juga bisa membayar gaji beberapa karyawan yang punya pengaruh besar dan relasi besar, agar mereka tidak membawa masalah ini ke jalur hukum! Untuk karyawan
“Kalian sudah melihatnya bukan? Dia ada di sebelah sana, sedang terpuruk, minum sendirian dan ... kalian punya waktu banyak untuk bersama dengannya.”“Jangan lupakan kalau kita sudah membayar, sehingga kita harap kalau kamu tidak memberikan batasan atas apa yang akan kita lakukan padanya!”Senyuman terukir dengan jelas di bibir perempuan bernama Selina, dia mengangguk dengan santai. “Tentu saja, aku tahu bagaimana permainan dalam dunia ini, kalian sudah membayar mahal, kalian bebas melakukan apa saja dengan dia, lagi pula ... aku tidak peduli dengan dirinya yang sudah tidak memiliki apa pun.”Keempat pria itu dengan seketika mengangguk, mereka paham dengan apa yang sudah dibicarakan, hingga akhirnya mereka semua berjalan menjauh dari tempat ini untuk menghampiri Elara yang sekarang sudah berbaur menyatu dengan lagu yang sedang menggema.Tubuh indah perempuan bernama Elara Felicya bergerak menari mengikuti alunan musik dengan kesadaran yang sudah setengah hilang karena pengaruh alkohol