"Hari ini kita akan meeting bersama dengan direktur dari Beauty Care Healthy Pak. Beliau ingin membahas masalah kerja sama yang kita tawarkan tempo lalu. Saya sudah memberikan list produk-produk yang mereka punya. Apa Bapak sudah menentukan produk apa saja yang akan kita pilih?""Pak? Pak Alden?"Alden seketika tersentak saat mendengar ucapan Nareen, sekertarisnya. Ia menggelengkan kepalanya dengan cepat lalu menegakkan tubuhnya, mengingatkan dirinya untuk fokus."Kita pilih produk terbaru mereka dan produk nomor tiga puluh empat sebagai produk andalan.""Baik Pak, kalau begitu akan saya persiapkan bahan-bahan meetingnya.""Baik."Alden memijat kepalanya saat sekertarisnya beranjak pergi dari ruangan kantornya. Ada apa dengan dirinya hari ini? Apa dia baru saja melamun karena kejadian tadi pagi? Yang benar saja Alden Syarakar! Apa ia baru saja goyah hanya karena telah mengecup kening Keina Nayara tadi sebelum berangkat bekerja?Ia sudah gila! Sepertinya ia sudah gila karena mengingink
Keina menghentikan langkahnya saat melihat siapa yang berada di hadapannya saat ini. Ia tertegun di tempat tidak mempercayai pandangannya saat ini, bagaimana bisa? Dari seluruh tempat yang ada di kota ini, bagaimana bisa ia bertemu dengan Alden dan juga Shiren?Namun, alih-alih merasa terkejut, Alden malah membuang wajah. Jantung Keina terasa tercubit melihat sikap Alden yang sama sekali tidak perduli. Memangnya apa yang ia harapkan? Apa ia berharap bahwa Alden akan marah dan merasa cemburu melihat dirinya bersama dengan Adrian? Itu tidak mungkin. Tidak akan pernah terjadi hal seperti itu."Keina, ada apa? Kau tidak suka tempat ini?"Keina tersentak mendengar ucapan Adrian di sebelahnya, ia menggelengkan kepalanya lemah lalu tersenyum tipis, "Tidak apa-apa, ayo kita mencari tempat duduk."Keina memilih tempat duduk yang berada dalam jarak pandang Alden. Meski ia tahu Alden tidak akan cemburu, tapi entah kenapa ia ingin Alden melihat interaksi yang ia lakukan bersama Adrian. Jika Alden
Adrian melepaskan pegangan tangannya dengan perlahan saat mendengar jawaban dari Alden. Ia tidak menyangka bahwa ia akan bertemu dengan suami Keina hari ini juga. Ia terdiam, merasa kalah dengan status yang dimiliki oleh pria itu."Saya minta maaf, kami hanya makan bersama, jangan marah karena kami–"Belum selesai Adrian menjelaskan situasi mereka, Keina mengangkat sebelah tangannya, "Tidak perlu dijelaskan Adrian, tidak apa-apa?"Adrian termenung mendengar ucapan Keina, sama sekali tidak mengerti kenapa Keina masih terlihat santai kala suaminya melihat dirinya pergi bersama pria lain."Ayo kita pergi."Pria itu terlihat menggenggam tangan Keina lalu beranjak keluar dari restoran."Alden! Tapi aku bagaimana?"Adrian mengangkat alisnya saat melihat seorang perempuan cantik mengejar kepergian mereka. Ia termenung melihat pemandangan itu, kenapa pria itu pergi bersama dengan wanita lain? Bukankah dia suami Keina?Keningnya berkerut melihat pemandangan yang mengherankan ini, situasi perni
Tepat disaat Alden sedang kebingungan, sekertarisnya datang ke ruangannya. Nareen terlihat mengulurkan sebuah berkas kepadanya lalu berkata dengan nada sopan, "Ini laporan meeting kita dengan Beauty Healthy Care kemarin Pak,"Alden mengangkat wajahnya sejenak melihat berkas yang diberikan oleh Nareen. Ia membaca laporan itu sekilas kemudian mengangguk, "Baik, simpan saja laporannya."Nareen menganggukkan kepalanya, "Kalau begitu saya permisi.""Tunggu Nareen,"Nareen mengangkat alisnya saat mendengar Alden memanggilnya kembali, "Ya Pak? Ada yang bisa saya bantu kembali?""Apa kamu punya pacar? Maksud saya, kamu pasti pernah berpacaran, bukan?"Perempuan itu terlihat mengerjapkan matanya mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Alden. Selama bekerja dengannya, Alden sangat kaku dan jarang sekali membuka pembicaraan. Ia mengangkat alisnya selama beberapa tahun bekerja dengan Alden, tidak pernah ada pembicaraan yang bersifat pribadi diantara mereka. "Kenapa Bapak bertanya seperti itu?""T
Akhirnya Alden membelinya. Seikat bunga tulip putih yang sudah dirangkai sedemikian rupa oleh pemilik toko yang ia jajaki.Alden menghela nafasnya saat teringat perkataan sang pemilik toko."Tulip putih ini selain melambangkan sebuah kesucian suatu hubungan, ia juga melambangkan permintaan maaf dan juga pengampunan. Saya yakin kekasih Anda akan menyukainya karena saya merangkainya dengan tulip berwarna merah ini.""Apa tulip merah juga artinya baik?" Tanya Alden bingung."Tentu saja. Sudahlah bawa saja semua ini, percaya pada saya, Anda pasti cepat dimaafkan jika membawa kedua bunga ini."Dan begitulah akhirnya, Alden menuruti perkataan sang pemilik toko lalu membawa bunga itu. Sudah terlanjur basah, ia akan memberikan bunga ini kepada Keina nanti.Alden akhirnya tiba di kediamannya. Ia mengangkat alisnya saat melihat keadaan rumah yang sepi. Apa Keina masih marah dan berdiam diri di dalam kamar saat mendengar deru mesin mobilnya.Alden menghela nafas. Ia berjalan menuju kamar yang di
Keina terlihat terperangah mendengar ucapan Alden di hadapannya. Ia mengangkat alisnya dengan bingung, pria kemarin? Apa maksudnya Adrian? Kenapa tiba-tiba Alden membahas Adrian."Apa maksudmu?" Tanya Keina dengan raut wajah tersinggung.Alden bangkit dari duduknya, ia menatap tajam ke arah Keina, "Tidak perlu memasang raut wajah bodoh seperti itu. Kau pasti bersenang-senang dengannya hingga baru datang sekarang."Keina menghela nafasnya panjang, padahal ia baru saja tiba, tapi Alden sudah memulai perdebatan."Apa aku harus menjawabnya?" ujar Keina dengan lelah, merasa malas menjelaskan kepada Alden karena pria itu selalu saja salah paham.Alden terlihat mengibaskan tangannya, "Tidak, tidak perlu. Kau benar seharusnya aku tidak terlalu ikut campur. Sebaiknya kita mulai dari awal lagi, kau mengurus urusanku sendiri dan aku pun juga begitu."Keina memutar matanya dengan jengah. Saat ini ia merasa sangat lelah, "Terserah kau saja.""Baiklah, sebaiknya kita tidak perlu bersinggungan lagi
"Bisa gila aku!" gumam Alden kuat saat melihat arti dari bunga tulip merah. Ia tidak mempercayai penglihatannya saat ini, jadi bunga tulip merah memiliki arti sebagai pemberian cinta yang mendalam. Pantas saja! Pantas saja Keina tersenyum dan wajahnya memerah. Keina pasti menertawakannya di dalam hati."Bodoh! Bodoh! Bodoh!""Astaga, Pak! Itu laporan pekerjaan kita!"Alden seketika tersentak saat mendengar teriakan Nareen yang baru saja tiba. Ia menjatuhkan pandangannya ke arah tangan yang sedang meremas sesuatu. Apa yang sudah ia lakukan sebenarnya?Alden segera meletakkan berkas itu lalu menyusunnya kembali. Melihat hal itu, Naren menghela nafas lalu berkata, "Biar saya yang membereskannya lagi,"Meski terlihat dongkol, Nareen mengangkat wajahnya. Raut wajah Alden terlihat sangat frustasi membuatnya menjadi iba.Nareen terlihat berdeham lalu bertanya, "Apa saran yang saya berikan tidak berhasil?"Alden mengangkat wajahnya, raut wajahnya seketika menjadi kesal, "Ini semua memang gara
Uhuk!Keina hampir memuntahkan makanannya saat mendengar ucapan Alden. Kalimat Alden begitu ambigu di telinganya. Tidur bersama? Apa maksudnya?Sadar bahwa ia salah bicara, Alden segera menambahkan, "Maksudku kita tidur di kamar yang sama. Seperti dulu. Aku khawatir kau tidak bisa tidur dan membuat kesehatanmu kembali terganggu. Jika kau sakit, siapa pula yang terkena getahnya? Tidak, aku tidak mau diomeli kesekian kalinya oleh orang tuaku."Keina mendengus mendengar ucapan Alden. Jadi, Alden menjaganya hanya takut terkena omelan? Yang benar saja."Terserah kau saja."Keina segera meneguk air yang berada di hadapannya. Ia mengiba-ngibaskan tangannya di depan tubuh. Panas sekali rasanya, entah karena cuacanya atau karena ia memang sedang gugup.Setelah makan, Keina memilih mengerjakan sesuatu menghindari Alden yang bergerak ke ruang televisi. Entah kenapa saat ini ia sangat canggung berada di sekitar Alden. Yang benar saja, kenapa ia kembali menjadi seperti ini sebenarnya."Jika kau in