"Jangan hubungi aku!" suara Romi dari balik sambungan ponsel Devi menggema memenuhi ruang makan. Devi sengaja mengaktifkan pengeras suara saat menghubungi sang suami, karena sejak tadi ia gelisah, Romi belum pulang padahal sudah lewat jam makan malam.Namun, saat sambungan ponselnya terhubung, Devi tidak menyangka sang suami, akan mengatakan kata yang begitu menyakitinya."Mas, aku menghubungi kamu hanya ingin menanyakan dimana kamu sekarang?" tanya Devi, coba untuk menahan getaran suaranya, karena ucapan ketus dari Romi."Bawel banget jadi istri!" Romi membalas ucapan Devi dengan sangat ketus.Devi sontak menatap Mama Riri, Papa Rey, dan Rama yang sedang duduk di kursi makan bersamanya. Ketiganya pun refleks memandang Devi balik, ekspresi mereka jelas menunjukkan keterkejutan sekaligus amarah mendengar kata-kata Romi.Rama yang duduk tidak jauh dari Devi langsung bangkit, wajahnya memerah menahan emosi, ia benar-benar tidak suka dengan ucapan adiknya pada Devi. "Berikan ponselmu pad
Lio menautkan kening, sebelum meminum kopi yang sudah berada di tangannya.Karena kopi tersebut, bukan jenis kopi yang sering ia minum.Membuat Lio kembali menaruh kopi tersebut, dan tidak jadi meminumnya."Dasar bodoh." Lio mengumpat, yang di tujukan pada Romi, karena office Boy yang mengantar kopi tersebut bilang, jika sahabat dan juga asistennya itu yang membelikan kopi untuknya.Bergegas Lio mengambil ponselnya, untuk menghubungi Romi, ingin menanyakan bisa bisanya dia membelikan kopi yang salah.Namun, belum juga Lio menekan nomor ponsel Romi.Tiba-tiba pintu ruang kerjanya terbuka, dan Romi masuk ke dalam.Tatapan tajam langsung Lio tunjukkan pada Romi."Maaf, aku kembali lebih lama. Tadi di dokter kandungan Devi, banyak sekali pasien." jelas Romi, harusnya masuk kerja tepat setelah makan siang, tapi sekarang sudah lewat waktu yang seharusnya.Lio tidak mempermasalahkan hal itu, tentu saja ia tidak menanggapi ucapan dari Romi.Yang ada Lio langsung menanyakan tentang kopi yang t
"Tolong aku, perut aku sangat sakit, tolong." Wilona terus meringis sambil menekuk tubuhnya, tangannya menekan-nekan perut seolah benar-benar kesakitan. Padahal dalam hati ia tertawa puas atas bakat aktingnya sendiri. Jika ini sinetron, ia yakin sudah menang penghargaan sebagai aktris terbaik.Apa pun akan Wilona lakukan demi mendapatkan Lio. Ia tidak peduli pria itu sudah menikah dan sangat mencintai istrinya. Yang Wilona tahu hanya satu, Lio kaya raya. Dan kekayaan sebesar itu hanya pantas dimiliki olehnya, bukan oleh perempuan seperti Lili. Apalagi kondisi keuangan Wilona sedang sekarat. Utang menumpuk, kartu kredit diblokir, dan perusahaannya di ambang kehancuran. Jika tidak segera mendapatkan atm berjalan seperti Lio, bisa-bisa ia benar-benar tidur di jalan.Ketika melihat Lio berjalan mendekat, Wilona langsung menyembunyikan senyum liciknya. Ia yakin sandiwara ini berhasil. Ia bahkan sudah membayangkan Lio akan panik, mungkin akan menggendongnya ke rumah sakit, atau setidaknya m
Karena ancaman sang istri, Lio akhirnya memberitahu. Jika Romi dan juga Wilona kembali menjalin hubungan.Namun, Lio tidak memberi tahu kenyataannya, jika Romi dan juga Wilona telah tidur bersama dan bercinta. Tentu saja hal itu membuat Lili geram, karena Romi berani memainkan sahabatnya. "Bajingan sekali dia," kesal Lili."Sayang, katanya aku tidak boleh berkata kasar. Tapi kamu berkata kasar," Lio mengingatkan sang istri, dimana Lili tidak pernah berkata kasar, tapi kali ini, istrinya tersebut berkata kasar.Lili langsung memukul pelan mulutnya sendiri. "Ya ampun, aku khilaf." ucapnya menyesali. "Dan itu semua karena Romi, sayang." Kata Lili. Lio tersenyum melihat ekspresi sang Isrti."Aku harus memberi tahu Devi, sayang. Ini tidak bisa di biarkan." ujar Lili, merasa kesal. Padahal bukan suaminya yang berkhianat, tapi ia seolah merasakan apa yang Devi rasakan, jika sahabatnya itu tahu tentang kenyataannya.Tentu saja Lili harus memberi tahu Devi sang sahabat, karena Romi telah men
Lio dan Lili kini saling pandang, keduanya sama-sama terkejut ketika melihat sosok Bela datang ke rumah mereka. Padahal, pesta gender reveal baru saja selesai, para tamu undangan pun sudah pulang satu per satu. Tidak ada yang menyangka, terutama Lili, bahwa Bela akan muncul di depan rumah mereka tanpa undangan, seolah-olah membawa sesuatu yang tidak baik.Bela berjalan mendekati keduanya dengan wajah penuh kesungguhan. Melihat itu, Lio refleks berdiri tegak di depan Lili, seperti ingin melindungi istrinya dari kemungkinan bahaya. Ia tahu, Bela tidak pernah datang tanpa maksud tersembunyi, dan selama ini perempuan itu memang kerap menyimpan niat buruk terhadap sang istri."Apa aku boleh bicara pada kalian?" tanya Bela."Tidak, pergi dari sini!" ucapnya tegas, tidak ingin berkompromi dengan orang yang berniat jahat pada istrinya. Lalu ia menoleh ke arah penjaga rumah yang berdiri tidak jauh dari sana. "Pak, kemarilah!"Penjaga rumah segera menghampiri majikannya tersebut. "Iya, Pak. Ada
Siang setelah Lio tiba dari luar kota, malamnya diadakan pesta gender reveal yang sempat tertunda. Pesta itu berlangsung di halaman belakang, disisi kolam renang, yang telah dihias dengan balon berwarna pink dan biru, lampu hias yang digantung di setiap sudut, serta meja-meja yang ditata rapi dengan berbagai macam menu makanan.Meskipun sederhana, suasana terasa sangat meriah dengan dihadiri oleh keluarga inti dan sahabat dekat Lili dan juga Lio. Namun, bagi Lili dan Lio, kebahagiaan itu sudah lebih dari cukup. Mereka tidak membutuhkan pesta mewah, hanya ingin momen berharga itu disaksikan oleh orang-orang terdekat yang mereka kasihi.Acara utama pun tiba. Semua mata tertuju pada pasangan yang malam itu tampil serasi. Lio dan Lili mengenakan pakaian bernuansa merah jambu. Warna itu dipilih bukan sembarangan, mereka berdua memang sama-sama berharap anak pertama mereka berjenis kelamin perempuan. Sejak awal Lili selalu bermimpi memiliki anak perempuan yang bisa ia dandani, sementara