Share

2. Dua Miliar

Penulis: NARA
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-02 23:44:48

'Pembawa sial'

Kata itu memang sering Lili dengar dari mulut mama mertuanya. Sudah menjadi semacam label yang menempel di dirinya sejak awal pernikahannya dengan Zian.

Lili tidak pernah membalas, hanya diam dan mencoba memahami. Ia percaya, Zian mencintainya dan akan selalu membelanya, seperti yang selama ini suaminya itu lakukan.

Tapi hari ini, semua keyakinannya seperti runtuh dalam sekejap.

Zian, yang selama ini menjadi pelindungnya, justru mengatakan hal yang sama seperti yang mama mertuanya katakan. Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut suaminya, tanpa beban, tanpa rasa bersalah.

Lili tahu Zian sedang frustrasi dan membuat emosinya labil. Tapi Lili tidak pernah menyangka, di tengah semua itu, Zian justru akan melampiaskan kemarahan padanya, dengan kata-kata sekejam itu.

Lili beranjak dari sofa ketika melihat Zian kembali keluar dari kamar, dan sepertinya akan pergi.

"Sayang, kamu mau ke mana?" tanya Lili menghampiri sang suami.

"Dugem!" sahut Zian asal. "Sudah tahu kondisi kita sedang susah, masih tanya mau ke mana, tentu saja mau cari pinjaman. Emang kamu mau bantu aku hah? Kamu aja bisanya cuma bawa sial!" seru Zian.

"Sayang, kenapa kamu bicara seperti itu?" tanya Lili, tidak menyangka sang suami akan mengatakan lagi kata tersebut.

"Kenapa? Kamu tidak suka?" tanya Zian menatap tajam pada sang istri. "Kamu saja tidak bisa membantu aku," Celetuknya.

"Aku sudah coba untuk mencari pinjaman, sayang. Tapi semua tidak bisa memberi pinjaman."

"Tinggal jual saja rumah kamu, apa susahnya."

"Tapi—"

"Eleh, kalau kamu masih cinta sama aku. Jangan banyak tapi, tinggal jual saja rumah itu." Zian memotong perkataan dari Lili.

"Rumah itu masih di tempati mama dan papa, sayang."

"Eleh banyak alasan!" seru Zian lalu mendorong tubuh sang istri agar tidak menghalangi langkahnya.

Lili hanya menatap pada sang suami yang keluar dari dalam rumah. "Apa aku harus menjual rumah itu? Tapi bagaimana dengan mama dan papa." ucap Lili bingung, dirinya benar-benar ingin membantu sang suami, tapi jika ia menjual rumahnya. Orang tuanya akan tinggal dimana.

Hal tersebut benar-benar membuat Lili bingung. Dan ia memutuskan untuk pergi menemui sahabatnya untuk menceritakan apa yang sedang dirinya alami.

Sampai akhirnya Lili tiba di sebuah Kafe yang sering dirinya kunjungi bersama dengan sang sahabat, untuk menunggu sahabatnya datang.

Saat Lili sedang menikmati secangkir kopi, tiba-tiba seorang pria menarik kursi dan duduk tetap di hadapannya.

"Sendirian?" Tanya Lio sambil mengukir senyum.

Lili tidak menjawab pertanyaan dari pria tersebut, yang ada bingung kenapa Lio tiba-tiba datang.

"Sedang berantem dengan Zian?"

Pertanyaan Lio kali ini membuat Lili menautkan keningnya, karena Lio tahu apa yang sedang ia alami dengan sang suami.

"Terima aja tawaran aku, pasti Zian akan bangga padamu."

Lili menggelengkan kepalanya, masih jelas apa yang Lio tawarkan, agar dirinya mau tidur dengan pria tersebut. Supaya Lio mau meminjamkan uang.

Kemudian Lili beranjak dari duduknya, dan langsung meninggalkan kafe tersebut. Tidak sudi dirinya harus tidur dengan pria selain suaminya.

Tanpa Lili sadari, Lio mengikuti langkahnya. Dan saat Lili sedang menunggu sebuah taksi, Lio mengsejajarkan tubuhnya di samping Lili.

"Kamu." ucap Lili menatap pada Lio.

"Kenapa?"

"Untuk apa kamu mengikuti aku, hah!"

"Aku tidak mengikuti kamu, aku sedang menunggu taksi." Bohong Lio.

Lili tidak menimpali ucapan dari Lio yang ada menghentikan taksi yang lewat.

Dengan segera Lili masuk ke dalam taksi tersebut. Namun, saat ia ingin menutup pintu.

Pintu tersebut di tahan oleh Lio, dan ia langsung masuk dan duduk di samping Lili.

"Keluar!" perintah Lili. "Aku yang lebih dulu menghentikan taksi ini." kata Lili.

Tapi Lio tidak mendengar, yang ada menyuruh supir taksi tersebut untuk melajukan mobil.

"Jalan Pak, ke jalan senandung nomor lima puluh."

Lili menautkan kening, karena tujuan yang baru Lio sebut, adalah alamat rumahnya dimana kedua orang tuanya tinggal.

Saat taksi mulai jalan, Lio menatap pada Lili. "Rumah kamu masih disana kan?" tanyanya.

"Kenapa kamu tahu?" tanya Lili bingung, karena ia baru mengenal Lio setelah menikah dengan Zian. Dan semua sahabat sahabat sang suami tidak ada satupun yang tahu dimana rumahnya.

Namun, Lio tidak menjawab pertanyaan dari Lili yang ada menyadarkan tubuhnya di kursi.

"Bagaimana kalau aku tambah jadi dua miliar, itu cukup untuk membayar hutang Zian kan?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gairah Sahabat Suamiku    95. Partner Ranjang

    Setelah selesai bertemu dengan tamunya dari luar negeri. Lio segera ingin menemui Lili yang ia suruh untuk menunggunya di kafe dimana keduanya sering makan, karena ia tidak ingin Lili menunggunya di kantor, takut perempuan itu bosan.Namun, sebelum menuju kafe yang tidak jauh dari kantornya. Lio mampir terlebih dahulu di sebuah toko bunga dan membeli satu buket bunga Lily putih yang begitu indah.Senyum merekah dikedua sudut bibir Lio, sambil menatap buket bunga Lily yang berada di tangannya. "Cantik, sama seperti kamu. Li," Ucap Lio bayangan Lili muncul memenuhi otaknya.Bergegas Lio masuk ke dalam mobil, dan menuju kafe dimana Lili sudah menunggunya cukup lama. "Maaf Li, bila kamu menunggu lama." kata Lio di dalam mobil.Setelah mobilnya terparkir di halaman parkir kafe. Lio bergegas masuk dan menuju meja dimana Lili menunggunya.Tautan kening menghiasi wajah Lio, karena meja itu kosong. Padahal jelas, tadi Lili mengirim foto nomor meja yang kini telah kosong.Lio kini memutuskan me

  • Gairah Sahabat Suamiku    94. I Love You

    Lili segera menjauhkan kepalanya, untuk melepas tautan bibirnya dengan bibir Lio, bukan hanya karena ada mama Feli dan juga Romi, tapi ia sadar tidak pantas ia berciuman dengan pria yang tidak memiliki status apapun dengannya.Meskipun Lili sudah menyimpan rasa pada Lio di dalam lubuk hatinya yang paling dalam."Maaf," Ucap Lio menyadari ia sudah terlalu jauh pada Lili.Lili menganggukkan kepalanya sambil mengukir senyum.Mama Feli kini mendekati keduanya. "Teruskan saja tidak apa-apa. Mama tidak lihat kok." Ucapnya sambil tersenyum.Mambuat pipi Lili merah merona. Sedangkan Iko sendiri langsung menanggapi ucapan sang mama. "Nanti Ma, kalau tinggal berdua kami teruskan lagi." Ucap Lio asal.Mambuat Lili langsung menatap tajam padanya."Jangan marah, aku hanya bercanda." kata Lio, ingin rasanya ia membawa Lili ke dalam pelukannya lagi.Lili menggelengkan kepalanya, bertepatan mama Feli meraih tangannya, lalu meraih tangan Lio kemudian menyatukannya. "Mama berharap, kalian cepat bersam

  • Gairah Sahabat Suamiku    93. Kejutan

    Romi menahan langkah Lio yang baru saja hendak melangkah keluar dari ruang kerjanya. Wajah Romi tampak sedikit tegang, seolah berusaha keras untuk menyembunyikan kegelisahan."Kamu mau ke mana?" tanya Romi."Mencari Lili," jawab Lio tanpa ragu, rahangnya mengeras. "Aku yakin Luna dalang di balik menghilangnya Lili."Romi menghela napas panjang, mencoba tetap tenang. "Biar aku saja yang mencari dia. Kamu kembali saja ke ruang kerja kamu. Aku janji akan cari Lili dan membawanya padamu."Lio menatap Romi tajam. "Tidak bisa! Kamu tidak tahu bagaimana rasanya kalau orang yang paling kamu cintai menghilang begitu saja. Aku ingin memberi pelajaran pada siapa pun yang sudah berani menyentuh Lili."Romi mendekat, menepuk bahu sahabat dan juga atasannya itu. "Aku justru takut, Li. Jangan-jangan ini hanya akal-akalan Luna untuk memancingmu keluar. Serahkan padaku. Kamu tetap di sini, jaga fokus. Hari ini juga ada rapat penting yang harus kamu hadiri, karena rapat itu tidak bisa ditunda atau diwa

  • Gairah Sahabat Suamiku    92. Rencana Licik

    Setelah malam panas yang terjadi antara Lili dan Lio terakhir kali, hati Lili perlahan mulai luluh. Ia mulai membuka hatinya pada Lio, pria yang selama ini dengan sabar selalu ada di sisinya, menawarkan bahu untuk bersandar, telinga untuk mendengar, dan dada yang lapang untuk menampung segala keluh kesahnya. Perlahan, luka yang dulu menganga akibat pengkhianatan Zian mulai mengering, meskipun status pernikahan mereka belum resmi berakhir.Perceraian Lili dengan Zian benar-benar memakan waktu lama, karena Zian yang dengan sengaja mempersulit prosesnya. Ia kerap mangkir dari persidangan, membuat agenda sidang harus terus ditunda. Sementara itu, di sisi lain, Lio sudah lebih dulu menuntaskan perceraiannya dengan Luna, meski prosesnya pun tidak berjalan mulus. Luna bersikeras mempertahankan rumah tangga mereka dengan berbagi alasan. Hingga akhirnya Lio menyewa beberapa pengacara kondang agar bisa segera resmi menjadi duda, dan bebas dari belenggu rumah tangga yang selama ini membuatnya te

  • Gairah Sahabat Suamiku    91. Nafsuan

    Akhirnya dengan sedikit memaksa, Lili menarik tangan Lio menjauh dari Bela dan juga Zian. Ia benar-benar tidak ingin terjadi keributan di rumah sakit, apalagi di tempat yang seharusnya tenang seperti ini. Lio yang sudah sejak tadi menahan emosi, nyaris melayangkan pukulan ke wajah Zian yang terus saja melontarkan provokasi."Li, kenapa kamu menahan aku? Kamu tahu kan, Zian pantas dapat pelajaran dari aku," gerutu Lio dengan rahang mengeras. Ia berdiri di depan pintu ruang perawatan mama Feli, napasnya memburu menahan amarah.Lili langsung meletakkan jari telunjuknya di bibir Lio, mengisyaratkan agar ia diam. "Sst... tenang dulu. Kita ke sini untuk melihat mama, bukan untuk ribut. Jangan bikin masalah di rumah sakit," Ujar Lili lembut, menatap mata Lio dengan penuh pengertian.Lio menatap Lili beberapa detik, sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Maafkan aku, Li. Kadang emosiku susah dikontrol kalau sudah menyangkut kamu. Rasanya aku pengen hancurin siapa aja yang nyakitin kamu." T

  • Gairah Sahabat Suamiku    90. Zina

    Dengan langkah cepat, Lio yang baru saja tiba di rumah sakit langsung menggandeng tangan Lili. Ia menarik tangan perempuan itu dengan lembut menyusuri lorong rumah sakit, melewati beberapa suster yang tampak sibuk, menuju ruang perawatan di mana mama Feli dirawat. Sejak tadi pikiran Lio dipenuhi rasa cemas. Bagaimana kondisi mama Feli? Kenapa tiba-tiba harus dibawa ke rumah sakit? Padahal semalam, wanita paruh baya itu masih tampak sehat saat menolong Lili dari Luna.Namun, langkah mereka terhenti tiba-tiba. Bukan karena mereka sudah sampai, melainkan karena Lili berhenti melangkah. Napas Lili tampak sedikit memburu, wajahnya agak pucat.Lio langsung merasa bersalah. "Maaf," ucapnya pelan, menatap Lili dengan wajah menyesal. Ia baru sadar langkahnya terlalu cepat. "Kamu capek, ya?"Lili tersenyum lemah sambil mengangguk. "Jalan kamu terlalu cepat, Lio. Kamu jalan duluan aja." Pintanya, jujur tenaga Lili belum penuh sepenuhnya setelah aktivitas semalam di kamar hotel bersama Lio."Tida

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status