LOGINDamian membawa Leo ke kamar, sebelum bicara lebih lanjut pada pelayan yang tiba-tiba berada di dalam unit apartemennya. Langkahnya cepat namun hati-hati, saat Leo ingin segera beristirahat.Setelah memastikan Leo terbaring nyaman di atas ranjang besar dengan seprai abu-abu gelap, Damian menarik selimut hingga menutupi tubuh istrinya. Tatapannya tertahan beberapa detik, menelusuri wajah pucat Leo yang kini terlelap. Ada rasa bersalah yang mengendap di dadanya, bercampur dengan kekhawatiran yang sulit ia uraikan. Mengingat, baru hari ini setelah kemarin mungucap janji suci, ia melihat Leo mengalami morning sicknees karena kehamilannya.Damian kemudian keluar dari kamar dan menutup pintu perlahan. Baru beberapa langkah ia melangkah, ia mendekati pelayan perempuan yang berdiri di ruang tengah unit apartemennya."Katakan, siapa yang menyuruh kamu ke sini?" tanya Damian penuh selidik. Suaranya datar, namun ada tekanan yang jelas terasa."Nyonya Tuan," jawab pelayan itu singkat, menundukkan
"Ya, aku akan datang. Tapi tidak sekarang, aku sedang bersama istriku."Nada suara Damian terdengar tenang, bahkan sedikit tegas ketika mengucapkan kata istriku, pada seseorang yang menghubunginya. Kemudian Damian mematikan sambungan telepon tanpa memberi kesempatan lawan bicaranya menimpali. Setelah itu, tangannya bergerak, kembali menarik selimut, dan menyelimuti tubuh Leo yang sejak tadi sudah terbaring di atas tempat tidurnya.Leo tidak menoleh, tatapannya kosong menatap sekeliling kamar, seolah pikirannya melayang jauh dari tempat itu."Siapa yang menelepon?" tanya Leo tiba-tiba begitu penasaran, suaranya datar, nyaris tanpa emosi. "Pacar kamu?" Damian terdiam sejenak, lalu tersenyum. Bukan senyum menggoda, melainkan senyum tulus yang selama ini jarang Leo lihat darinya. Ia menatap wajah Leo yang separuh tertutup selimut."Aku tidak punya pacar," ujar Damian lembut. "Yang aku punya hanya istri. Dan istriku hanya kamu." Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan dengan suara lebih da
Keputusan Lio sudah tidak bisa di ganggu gugat, sang putri harus segera menikah dengan Damian, yang memang mau bertanggung jawab. Meskipun Leo sudah menolak untuk menikah dengan Damian, tapi tetap saja Lio memaksa putrinya itu. Untuk menikah dengan Damian. Lio tidak ingin orang-orang tahu, jika putrinya hamil di luar nikah, karena itu sama saja dengan mencoreng nama besar perusahaannya.Dengan terpaksa, Leo menerima keputusan dari sang papa. Fab hari ini, tepat seminggu setelah Leo mengetahui bahwa dirinya hamil, pernikahan itu akhirnya terlaksana. Tidak ada pesta mewah, tidak ada gedung besar atau dekorasi berlebihan. Pernikahan sederhana itu berlangsung di kediaman Leo, hanya dihadiri keluarga inti dan beberapa kerabat dekat dari kedua belah pihak. Meski sederhana, suasana sakral tetap terasa ketika janji suci diucapkan dengan lancar, mengikat dua jiwa dalam satu ikatan suci yang tidak sepenuhnya diinginkan oleh salah satunya.Damian tampak begitu bahagia. Senyum tidak pernah lep
Leo kini menangis tersedu-sedu, bahunya bergetar hebat sejak tespack itu menunjukkan juak dirinya hamil. Tes kehamilan yang kini berada di genggaman sang mama terasa begitu berat, seolah menjadi bukti dari kenyataan pahit yang belum siap ia terima. Ia hamil dan Leo tahu betul, bayi yang kini tumbuh di dalam rahimnya adalah bayi Damian.Air mata terus mengalir tanpa bisa ia bendung. Kepalanya dipenuhi ketakutan, penyesalan, dan rasa bersalah yang bercampur menjadi satu. Ia merasa hidupnya hancur dalam sekejap, tepat ketika ia berpikir masalahnya dengan James sudah selesai, tapi ternyata kenyataan pahit harus ia terima lagi.Sebagai seorang ibu, Lili benar-benar terpukul mendapati kenyataan jika putrinya hamil. Hatinya remuk melihat putrinya harus menghadapi kehamilan di luar pernikahan. Namun, di balik kekecewaan itu, ada kasih seorang ibu yang jauh lebih besar. Lili tahu, Leo sudah terlalu banyak terluka. Ia tidak ingin menambah beban di pundak putrinya.Lili melangkah mendekat, dudu
Damian mendorong pintu unit apartemennya perlahan, masih dengan senyum samar yang menempel di wajahnya. Ia baru saja pulang setelah memberikan buket bunga pada Leo. Sebenarnya Damian ingin menghabiskan sedikit waktu bersama gadis itu, sekadar duduk, berbicara, atau menatap wajahnya beberapa detik lagi. Namun, Leo malah meninggalkannya di sebuah restoran.Hal itu sedikit menusuk, tapi tidak cukup untuk menghapus kebahagiaan kecil yang Damian rasakan hari ini.Karena ia kembali lagi mendapat foto Leo. Sesuatu yang sangat berharga bagi Damian.Ia menjatuhkan tubuhnya ke sofa dan menatap layar ponselnya. Foto Leo sedang tersenyum itu terpajang di layar, membuat jantungnya berdebar seperti remaja jatuh cinta. Jemarinya menyentuh layar, seolah-olah ia sedang mengusap pipi Leo secara nyata."Koleksiku bertambah," gumamnya puas. Damian bangkit, matanya berbinar. "Semoga cepat atau lambat, bukan cuma foto kamu yang ada di ruangan itu. Tapi kamu sendiri, Leo." Ucapnya, tanpa memudarkan senyum.
Sebulan berlalu, meskipun sulit. Akhirnya Leo dengan perlahan bisa melupakan James. Dan menjalani aktivitasnya seperti biasa.Meskipun mantan tunangannya itu, coba terus untuk mendekatinya. Tapi Leo benar-benar sudah mengakhiri semuanya, dan tidak ingin menggubris James. Dan ia juga tidak mengijinkan siapapun di rumah, mengijinkan James datang.Sedangkan Damian, dengan pria itu. Leo sering bertemu, bukan hanya karena Leo sering ke rumah kayu bersama Damian.Tapi ternyata, Damian adalah rekan bisnis perusahaan keluarga Leo, dimana Leo bekerja disana.Bukan hanya itu saja, tapi Damian juga sering memberi kejutan demi kejutan pada Leo, seperti membawakan buket bunga dan hadiah kecil, karena memang Damian ingin mendapatkan Leo.Meskipun Damian telah mendapat izin dari orang tua Leo untuk mendekati putrinya, tapi Leo tepat dengan pendiriannya. Tidak ingin memulai hubungan dengan siapapun lagi, dan lebih fokus dengan karirnya.Seperti malam ini, saat Leo sedang makan malam dengan Rubby sang







