LOGINBalok raksasa yang dikerahkan oleh Dewa Ruka mulai hancur secara perlahan. Saat tanah itu berjatuhan, tercipta gemuruh hebat yang menggetarkan langit. Itu seperti dua gunung yang bertabrakan dan hancur hingga pecahannya jatuh laksana hujan meteor.Dewa Ruka terpana melihat Pukulan Bumi Menelan Gunung miliknya yang tengah hancur secara perlahan."Habis sudah...Pukulan itu tidak akan hancur jika bukan aku yang membatalkannya. Saat dia hancur dengan sendirinya, itu berarti sosok yang menjadi sasarannya bukanlah Dewa biasa...Bara Sena, kekuatannya benar-benar tak terukur..." batin Ruka.Para Dewa yang menonton pertarungan terakhir di babak pertama pun takjub dengan apa yang terjadi di Lubang Neraka sana. Mereka tak menyangka, Dewa Cahaya masih bertahan dan tidak terluka sedikit pun meski sudah terhimpit oleh kekuatan hebat pukulan Bumi Menelan Gunung milik Dewa Ruka."Dewa bernama Bara memang luar biasa...Selain membantai semua musuhnya yang merupakan Dewa-Dewa andalan, dia juga memiliki
Dewa Ruka tertegun melihat ledakan besar tersebut. Beruntung dia berada cukup jauh dari tempat terjadinya ledakan. Jika tidak,mungkin dirinya pun akan ikut lenyap seperti yang terjadi pada Dewi Naga Api tersebut.Setelah keadaan menjadi tenang kembali, terlihat sosok Dewa Cahaya Bara Sena yang berdiri sendirian di tengah pusat ledakan. Area di sekitar kakinya nampak menyala merah. Ruka menelan ludahnya sendiri sambil menatap kearah Dewa Cahaya tersebut."Dia sangat kuat...Bahkan dia sudah mengalahkan para dewa berturut-turut tanpa mengalami kelelahan sama sekali. Sekuat apa sebenarnya Dewa Baar Sena ini...? Uh...sekarang hanya tinggal diriku...Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus bunuh diri untuk mengakhiri pertarungan ini dan menjadi juara kedua? Tapi..." "Aku akan memberimu tiga kesempatan, Ruka." kata Bara tiba-tiba sambil menunjuk kearah Dewa Ruka."Apa maksudmu saudaraku?" tanya Ruka sambil mengernyit."Tiga kesempatan untuk menyerang diriku. Setelah kau menyerang tiga k
Ezumi yang tengah bertarung melawan Ruka teralihkan pandangan matanya karena ledakan besar yang membuat sebagian bukit hancur. Ruka memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerang dan menyarangkan tinjunya tepat di dada sang Dewi Naga Api tersebut.Buk!"Akhh!" pekik Ezumi bersamaan dengan tubuhnya yang terpental beberapa tombak ke belakang. Namun dia masih bisa menahan tubuhnya agar tidak terjatuh dengan kedua kakinya. Darah mengalir dari sela bibirnya. Tinjunya terkepal dengan mata menatap marah kearah Dewa Ruka. "Padahal aku tidak berniat membunuhmu...Tapi kau malah memukul seorang gadis tanpa belas kasihan..." geram Ezumi mulai marah.Aura di tubuhnya nampak berbeda dari sebelumnya. Kekuatan api membakar tanah di sekitarnya hingga menjadi merah membara. Ruka menatap tak berkedip saat wujud Ezumi secara perlahan berubah menjadi sosok yang diselimuti sisik merah dengan nyala api yang membara. Mata Ezumi nampak terpejam."Sisik Naga Api...Kekuatan pertahanan yang sulit untuk di tembus.
Bara Sena melesat dengan cepat melewati sambaran petir kuning milik Kojiro Geni yang terus melancarkan serangan dari atas bukit. Sementara itu Ruka bertahan di bawah dengan benteng tanah miliknya. Dia merasa jeri melihat kekuatan Kojiro yang sudah terkenal di Kahyangan Timur akan Kekejamannya."Dewa pembunuh berdarah dingin itu...Sial, kenapa aku harus bertemu dengannya?" batin Ruka.Dia adalah Dewa yang terlahir di wilayah kekuasaan Kahyangan Timur. Namun dia memilih untuk menjadi Dewa Pengembara agar bisa lebih bebas berkelana kemana pun dia mau tanpa harus terikat oleh aturan.Di atas batu, Ezumi nampak berdiri tegap sambil menatap kearah bawah. Kedua matanya menyala merah."Mau bagaimana lagi...Aku harus menyerangnya," batin gadis itu sambil menatap Bara yang tengah menghindari serangan petir kuning. Namun, meski dia bertekad untuk menyerang Dewa Cahaya itu, hatinya tidak setuju dengan tubuhnya. Dia tetap berdiri disana tanpa melakukan apapun.Padahal sebelumnya Kojiro meminta Ezu
Bara Sena dan Ruka berlari dengan cepat di tengah hantaman badai hitam yang bisa mengikis kekuatan jiwa dengan cepat. Beruntung mereka berdua sudah meminum cairan Sumber kehidupan sehingga jiwa mereka terlindungi secara terus menerus selama kurun waktu tertentu. Itu sebabnya mereka harus segera bergegas untuk mencapai perbatasan wilayah aman dengan badai hitam yang berjarak ratusan ribu tombak.Setelah berlari cukup lama, akhirnya mereka melihat batas antara badai hitam dengan tempat yang masih aman. Bara dan Ruka pun menjadi semakin bersemangat untuk segera mencapai tempat tersebut. Mereka baru bisa bernapas lega setelah melewati badai hitam dan kini berada di tempat yang aman."Akhirnya kita melewati badai sialan itu...Sangat menegangkan..." ujar Ruka sambil mengatur napasnya yang memburu. Dia tak percaya saat melihat Bara yang nampak tidak kelelahan sama sekali padahal mereka berlari cukup lama tanpa henti ditambah badai hitam yang terus menerjang bagaikan melawan hujan panah."Ora
Sementara itu di arena Olimpus...Para dewa gempar setelah melihat Herakles dan Perseus gugur di babak pertama. Mereka tidak melihat pertarungan antara kedua putra Zeus melawan Bara Sena karena memang tak ada yang bisa melihat ke dalam Dunia kecil yang ada di bawah gurun tersebut. Mereka hanya bisa melihat Dewa Bumi Ruka yang masih duduk sambil mempertahankan gerbang di gurun pasir itu. Dia sangat sabar menanti rekan-rekannya kembali. Padahal semua rekannya telah tewas di dalam Dunia kecil tersebut.Para Dewa mulai dilanda penasaran dengan apa yang terjadi pada Herakles putra Zeus."Bahkan Herakles yang perkasa dan Perseus yang cerdik tetap kalah...Siapa yang menjadi lawan mereka berdua? Apakah Sukma Geni...? Mungkin Bara Sena? Atau makhluk abadi yang ada di dalam Dunia kecil Misterius itu?" bisik para dewa.Namun dugaan mereka salah karena tak berapa lama kemudian Sukma Geni pun menyusul gugur di babak pertama. Rupanya saat Bara membunuh kedua putra Zeus itu dia masih bertahan hidup.







