"Gila!" pekiknya nyaring.
Amera merasa Herman telah kehilangan akal sehatnya lagi, ia merasa sudah masuk ke dalam sarang buaya setelah berhasil lepas dari kandang macan.Berkali-kali Amera mengelus dadanya, memperbanyak mengingat Tuhan. Lama-lama ia bisa kena serangan jantung, hari ini benar-benar membuatnya merasa lelah.Setelah beradu jotos dan mulut dengan Siska, terlebih hampir dilecehkan oleh Bowo. Sekarang ia diminta untuk menjadi Sugar Beby oleh Herman, dunia ini memang tidak pernah mau ramah dengannya."Paman beri kamu waktu sampai besok, kamu bisa hubungi Selvi kalau sudah memiliki jawab yang pasti. Pikiran saja baik-baik dulu," jelas Herman dengan santai.Lagi dan lagi nama Selvi yang dibawa-bawa membuat Amera benar-benar harus waspada kepada tamannya itu, ternyata kecurigaan Bik Tini bukan hanya isapan jempol saja.Namun, apa yang menjadi dasar Selvi melakukan hal ini kepadanya? Apakah benar adSetelah puas bermain dengan Kejora dan sesekali bertengkar dengan Bik Tini, Hermawan memilih berpamitan.Tidak henti-hentinya lelaki itu membujuk Amera untuk bekerja di perusahaan miliknya, walaupun Bik Tini berkali-kali juga meminta Amera untuk menolaknya.Amera menjadi bingung, ucapan siapa yang harus ia ikuti. Hingga malam harinya, wanita itu melamun di balkon kamarnya yang menghadapan langsung ke arah jalan raya."Mas, apa Paman Hermawan bisa aku percaya?" gumam Amera berbicara sendiri seraya melihat germelap lampu jalan berada di bawah sana serta kendaraan yang berlalu lalang.Tidak bisa Amera pungkiri, kalau benar-benar kehilangan sosok lelaki yang begitu ia cintai. Rudy meninggalkan sejuta kisah yang tidak bisa Amera lupakan. Hingga tragedi waktu itu menghantuinya kembali."Mbak Amera! Mbak!" teriak Andre dengan begitu keras seraya mencari keberadaan Amera yang kini tengah berada di kamarnya.Ia menatap heran wajah adik iparnya yang nampak pucat dengan keringat mengucur deras m
Matahari menyapa para penghuni bumi, dengan cahaya yang terang dan hangatnya membuat setiap hari menjadi lebih ceria.Begitupun dengan Amera yang telah semangat dan ceria kembali, setelah berbagi cerita dengan Bik Tini malam ini. Ia berniat untuk bertemu dengan Hermawan di perusahaan lelaki itu.Setelah menghubungi Selvi, wanita itu yang akan menjemputnya pagi ini. Setelah sarapan dan terlihat modis dengan setelah baju ala karyawan perkantor, Amera telah siap untuk mulai bekerja yang sebenarnya."Nak, kamu yakin akan pergi ke kantor Hermawan?"Amera menghentikan langkahnya dan berbalik badan untuk menatap Bik Tini yang bertanya."Aku sudah yakin, Bu. Kita gak mungkinkan hanya berdiam diri saja? Sedangkan kebutuhan sehari-hari tidak ada yang akan kasih seperti sebelumnya," jelas Amera apa adanya. Namun, tanpa ia sadari bahwa ucapannya telah menyinggung perasaan Bik Tini.Wanita paruh baya itu hanya diam, sadar
Baru saja Amera menjatuhkan pantatnya, suara Selvi kembali terdengar, "Loe mau jadi simpanan Pak Her?"Amera yang hendak duduk dibuat tidak jadi, akan pertanyaan Selvi barusan. Ia menatap jengah ke arah temannya itu."Gue masih waras, Vi," balas Amera berusaha menahan emosinya.Namun, Selvi semakin gencar menggoda Amera. Bahkan tanpa merasa malu, wanita itu mengungkapkan bahwa dirinya juga menjadi wanita simpanan Hermawan.Hermawan tidak pernah membuat sebuah hubungan serius dengan seorang wanita mana pun, lelaki itu hanya ingin menikmati hubungan ranjang tanpa ada ikatan.Tentu saja apa yang disampaikan oleh Selvi membuat Amera begitu terkejut, sampai memikirkan tawaran Hermawan pada dirinya."Loe yakin, enggak mau, Ra?" tanya Selvi kesekian kalinya dan mendapatkan gelengan dari Amera dengan sorot mata yakin."Gue punya anak perempuan, Vi. Gak mau gue kena karma, nanti anak gue jadi simpanan om-om," jawab Amera yang tidak ingin terkena dampak dari dosa dan kenikmatan yang sementara.
"Paman sedang bercanda, 'kan?" pekik Amera. Hermawan menatap sekilas ke arah Amera yang nampak begitu terkejut dan menggeleng pelan sebagai jawaban dari pertanyaan wanita itu.Amera membuang nafasnya kasar dan meminta agar Hermawan untuk menghentikan mobil, namun lelaki itu tidak mau menuruti permintaannya."Paman! Aku mau turun di sini saja!" teriak Amera bagaikan angin lalu untuk Hermawan.Namun, Amera tidak menyerah. Ia memukuli bahu Hermawan, tapi segera dihentikan oleh lelaki itu yang kini menatap tajam kearahnya."Jangan kekanak-kanakan, Ra. Ingat, kamu sudah punya anak!" kata Hermawan dengan nada sedikit meninggi membuat Amera terdiam dan memilih membuang wajahnya ke arah lain.Sebagai seroang perempuan ia merasa begitu dihinakan, walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa statusnya lah yang membuat setiap pandangan orang menjadi begitu.Apalah dirinya yang hanya seorang janda, di mana membuat lelaki baik yang bujang ataupun sudah memiliki istri tertarik kepadanya.Isak tangis Amer
Malam ini Kejora tidak mau tidur bersama Amera, gadis kecil itu hanya ingin ditemani oleh Bik Tini. Bahkan sampai pagi sekalipun, Kejora tidak ingin bertemu dengan Amera.Apa yang dilakukan oleh Kejora membuat hati Amera terasa di robek, sebelum berangkat bekerja. Tidak lupa wanita itu berpesan kepada Bik Tini agar membujuk Kejora supaya sang putri mau memaafkan dirinya."Bu, aku titip Kejora. Mungkin mulai saat ini, aku akan sangat sibuk bekerja," jelas Amera seraya memasang sepatu seraya menatap ke arah Bik Tini dengan penuh harapan. Setelah sarapan, wanita paruh baya itu nampak sibuk sendiri. Seolah menghindari dirinya, hal itu yang Amera rasakan."Bu," panggil Amera lagi sebab tidak ada respon dari Bik Tini sampai wanita paruh baya itu menghampirinya yang tengah duduk di ruangan tamu.Bik Tini membuang nafas panjang, sebelum berbicara. Nampak sekali raut wajah kekecewaan yang tergambar dari wanita paruh baya itu."Nak Mera, apa salahnya Kejora? Dia hanya ingin bertemu dengan Nak A
Saat ini seorang wanita cantik tengah berdiri di hadapan seorang lelaki paruh baya dengan wajah yang menunduk, baru saja berkerja. Namun, nasib sial menimpa dirinya.Amera merasa begitu malu, sampai tidak berani mengangkat kepalanya untuk menatap Hermawan yang kini tengah menahan emosi.Bisa-bisanya berkas yang kemarin Amera kerjakan lenyap begitu saja tanpa jejak sama sekali, berkali-kali ia meminta bantuan kepada Selvi. Tapi, tamannya itu tidak mau membantu. Dengan alasan, tidak tahu–menahu dengan file yang kemarin Amera ketik di laptop wanita itu."Ra, bukan aku gak percaya sama kemampuan yang kamu miliki. Tapi, berkas tersebut merupakan file berharga." Hermawan mendesah berat, baru sehari Amera berkerja. Berkas amat penting hilang, lelaki paruh baya itu memijat dahinya yang terasa berdenyut.Walaupun sudah berhasil menekan perusahan Bowo, tapi kali ini ada masalah yang lebih berat. File yang diberikan Selvi kepada Amera kemarin merupakan proposal yang akan diajukan ke beberapa par
Tubuh Amera telah basah oleh keringat, ia menghampiri Hermawan yang baru saja keluar dari ruangan kerjannya."Pak Her," panggil Amera membuat lelaki itu berbalik badan dan menatap ke arahnya.Amera merasa bersalah, karena telah teledor. Bukan hanya itu saja, Amera bahkan belum memberikan jawaban pasti tetang ajakan lelaki yang ada dihadapannya itu untuk menikah.Sebab, Amera masih tidak mau kalau nama Kejora diubah. Walaupun hanya demi status saja, sebab bagi Amera. Kejora tetap anak kandung Rudy, sekalipun suaminya telah tiada."Ayo ikut aku," ajak Hermawan membuat Amera mendongak untuk menatap wajah lelaki itu.Sesaat kemudian, Amera bergegas mengikuti langkah jenjang Hermawan. Hingga mereka berada di area pakiran.Amera selalu mengabaikan tatapan sinis karyawan lain, walaupun sering terdengar bisikan-bisikan mereka yang merendahkan dirinya serta mengatakan hal yang menyakitkan.Bahkan, Amera bisa mengingatnya. Seperti, 'Janda gatel!.' 'Wanita murahan,' dan lain-lainnya lagi."Pak,
Mata Amera membulat sempurna, ketika melihat siapa yang baru saja menabrak dirinya. Dengan cepat ia bergegas bangun dan meraih tangan wanita itu, di saat hendak kabur."Mau ke mana kamu, hah!" bentak Amera dengan garang, emosinya mendidih seketika. Tidak perduli dengan para karyawan yang mulai ramai setelah jam makan siang dan ingin kembali bekerja.Amera tidak akan pernah melepaskan mangsanya, cengkraman tangan ia perkuat dan membuat wanita itu mengeluh kesakita."Lepaskan! Dasar wanita bar-bar!" pekik Siska mengeluh. Namun Amera tetap tidak mau melepaskannya."Ngapain kamu ke sini, hah?" bentak Amera lagi.Selvi yang baru saja masuk telah disuguhkan dengan pemandangan yang cukup ekstrim tersebut, sebisa mungkin wanita itu terlihat tetap tetang dan melangkah perlahan."Ingat karma, Vi," batin Selvi. Namun, naas. Amera menyeru namanya dengan lantang dan membuat langkah Selvi harus berhenti seraya berbalik badan.Niat hati tidak ingin terlibat dalam urusan Amera, tapi wanita itu yang