Vina dan Gladies akhirnya mengobrol berdua, ditemani teh hangat dan cemilan. Mereka saling berbagi cerita tentang kejadian yang mereka alami selama setahun terakhir. Saat sedang asyik mengobrol, tiba- tiba Indry terbangun dan duduk di dekat mereka dengan matanya yang sayu dan rambutnya yang acak- acakan. "Astaga, kamu tu ngagetin aja dek," sahut Vina. "Kakak Vivi, kakak lagi hamil kan ya sekarang?" "Iya, kenapa ade?" "Aku tuh galau kakak." "Hubungannya kamu nanya Vina hamil sama kamu galau tu apa? Hadeh, masih mabuk ni anak, udah sana tidur lagi," omel Gladies. "Aku cuma nanya Kak. Tapi, aku tu intinya mau cerita." "Trus, sejak kapan kamu panggil Vina jadi Vivi?" "Ngga apa-apa, kan ya kakak Vivi?" "Udah sih Beb, kamu ni seneng banget ganggu dia." Gladies terkikik geli. Sementara Indry meleletkan lidah ke arahnya. Vina hanya menggelengkan kepalanya. "Ya udah, kamu mau cerita apaan?" tanya Vina. "Aku galau sama pacar aku kakak." "Dia di mana sekarang?" "Di Bekasi, aku tadi
Seperti biasa , Vina tidak pernah bisa bangun terlalu siang. Sehingga jam 10 pagi pun ia sudah terbangun. Sedapat mungkin Vina tidur sebelum jam 3 pagi, supaya ia juga tidak terlalu lelah, mengingat usia kandungannya yang belum memasuki 4 bulan. Drrtt drrttt Vina tersenyum saat melihat siapa yang meneleponnya. "Hallo Papa dede," sapa Vina. "Sehat Sayang? Pagi ini mual- mual ngga?" "Tadi, pas bangun sih agak mual. Ya, sampai empat bulan kata dokter kan wajar." "Ada minum susu ngga?" "Ada. Oya, Mama gimana? Udah berangkat?" "Sehari sesudah kamu berangkat, Mama berangkat. Tadi pagi ada telepon, katanya empat hari lagi Mama operasi, rahimnya mau diangkat." "Mama sama siapa di sana ?" "Ada Acim, iparnya Papa." "Ya, mudah- mudahan lancar ya operasinya lancar." "Iya, kangen ngga, Sayang?" "Alaaah baru juga lima hari aku di sini," kata Vina. "Ooh, ya udah aku kangen sama orang lain ajalah." "Hish dia ini. Kalau ada apa-apa kabarin ya, Sayang" "Iya, kamu baik-baik ya. Nanti kal
Pagi itu seperti biasa, Romi membantu Papa membuka toko. Untuk beres-beres rumah ada asisten rumah tangga yang membantu. Setelah semua rapi, Romi mampir ke tempat kos Vina, bisa berdebu kalau tidak dibersihkan. Ia juga ingin beristirahat sebentar di sana. Karena semalaman Papa kebetulan kumat sakitnya dan ia harus menjaganya. Papa Romi kadang kala kumat seperti orang epilepsi, kejang- kejang bahkan terkadang beliau mengompol. Usianya memang sudah tua, 72 tahun. Tetapi, jika dilarang untuk bekerja selalu menolak. Alasannya tidak ada yang bisa dipercaya mengelola toko.Terkadang Romi merasa kesal, karena sebagai anak tidak dihargai. Sepintas jika orang tidak tau pasti akan mengira sang anak malas, tidak mau membantu orang tua. Padahal orang tuanya yang bandel tidak mau dibantu. Namun, Romi jarang membantah , jika sudah merasa kesal, ia memilih pergi menenangkan diri. Hubungan Papa dan Romi memang tidak begitu dekat. Seringkali bertengkar, terlebih sekarang, saat sang Mama tidak
Tidak terasa, akhirnya dengan susah payah , Vina menyelesaikan kontrak kerjanya di Palembang. Dan pagi ini ia sudah bersiap- siap menunggu jemputan travel yang akan membawanya kembali pulang ke Jambi. Sementara Gladies, Septy, Ririn dan Indry akan kembali ke Jakarta sore harinya. "Maaf ya, aku duluan . Kalian nanti hati- hati ya," Kata Vina sambil memeluk semua temannya satu persatu. "Kakak Vivi juga hati- hati ya, jangan lupain aku loh," ujar Indry sambil menyerahkan bungkusan kepada Vina. "Loh, apa ini?" Vina keheranan "Itu kue brownies sama cupcake trus ada Beberapa kue lagi. Aku inget kemarin kak Vivi pengen makan yang manis-manis tapi karena hujan, jadi ga bisa keluar, kan?" Jawab Indry. Air mata Vina menetes seketika, ia merasa begitu terharu atas perhatian Indry. Vina memang paling dekat dengan Indry, sekalipun kadang ia sering meledek gadis itu, tapi jauh dalam hatinya Vina sudah menganggap Indry seperti adiknya sendiri. "Makasih banyak ya dek. Kamu inget aja, padahal
Vina dan Romi menanti dengan gelisah di ruang tunggu. Mereka mendapat nomor antrian 18, masih harus menunggu 3 nomor lagi. Sesekali, Romi meremas jemari Vina memberi kekuatan padanya untuk lebih tenang, meskipun ia sendiri merasa sedikit cemas. Bagaimana tidak cemas, jika semalaman Vina mengeluh sakit setiap beberapa jam sekali. Suhu tubuh Vina pun sedikit demam. Sehingga Romi tidak dapat tidur nyenyak karena menjaga Vina. "Pusing ngga Sayang?" Tanya Romi. Ia melihat wajah Vina begitu pucat. "Ngga, cuma lemes aja , trus perut rasanya kram, ngga enak banget," jawab Vina lirih."Tahan ya, sebentar lagi giliran kita kok."Vina hanya bisa mengangguk. Setelah menunggu sekitar 45 menit, akhirnya tiba giliran Vina untuk memasuki ruangan periksa.Dokter Nabila, dokter yang bertugas begitu ramah, ia tersenyum manis saat Vina dan Romi masuk."Selamat pagi, Bapak, Ibu. Ada keluhan apa? Atau hanya ingin periksa kandungan saja?" Sapanya ramah."Kandungan saya sudah memasuki usia empat b
Vina dengan sedikit terpaksa mengikuti anjuran Romi untuk tidak melakukan apapun. Romi menyuruhnya untuk bedrest sejak pulang dari Rumah sakit. Dan sore ini, Romi membawa banyak sekali bungkusan di tangannya."Apa itu?" Tanya Vina."Ini manggis. Ini obat herbal, ini Gold G, jelly Gamat. Aku udh googling dan katanya ini semua bagus untuk toksoplasma selain obat dari dokter apalagi dalam.kondisi hamil begini. Nanti Manggis ini kulitnya jangan dibuang. Kita rebus kaya rebus jamu gitu, airnya di minum." Vina melongo mendengar ucapan Romi, lebih melongo lagi ketika semua bungkusan yang di bawa Romi di buka. "Ini harus diminum semua? Buat aku semua?""Ya iya, kan yang sakit kamu, Sayang. Masa aku? ""Iya. Tapi sebanyak ini, apa nantinya ngga akan bentrok sama obat dari dokter?""Aku udah tanya, ngga apa-apa. Asal, minumnya diselingi ngga langsung gitu. Ya udah , kamu sekarang makan dulu, trus minum obat. Ni, aku tadi beliin Nasi goreng kesukaan kamu, telurnya didadar biar mateng. Ma
Vina sudah boleh pulang. Dan, pagi ini dia sudah kembali ke kosan. Tentu saja, Romi tidak membiarkannya banyak bergerak dulu. Dan rupanya, Vina pun tetap harus meminum semua obat yang Romi belikan."Meskipun dede udah ngga ada, virusnya belum sembuh bener. Kamu mesti abisin semua obat yang aku beliin . Emang ngga mau nanti kalau kita udah nikah, punya baby lagi?"Vina menepuk dahi. 'frontal banget sih, baru aja keguguran udah ngomongin soal bayi lagi. Terniat banget mau ngehamilin lagi,' omel Vina dalam hati. Antara sebal dan geli sebetulnya."Papa sama Mama udah tua, Mama udah tau kamu keguguran, dan Mama suruh kita cepet- cepet nikah." Deg, Vina terdiam. Ia merasa sedikit bingung jika bicara soal pernikahan. Selama ini, Vina tahu bahwa Mama Papa Romi beragama Budha, Romi sendiri memeluk Katholik. Sementara Vina?Jika mereka menikah, harus secara apa nanti??"Kok malah bengong?Nggak mau nikah sama aku?" Tanya Romi"Aku bingung, nanti kita nikah secara apa? Ya, aku dulu aktif di p
Kondisi Vina sudah jauh membaik, ia sudah tidak lagi menangis atau bermimpi buruk. Meski setiap hari Romi selalu mencekokinya dengan obat-obatan herbal dan lainnya, tapi Vina menurutinya. Dan, sore ini Vina sudah tampil manis mengenakan dress berwarna hitam dengan bahan halus dengan kerah sabrina membuatnya tampil cantik. Vina hanya mengenakan make-up tipis, ia tidak ingin berdandan terlalu tebal. Malam ini Romi mengajaknya untuk mengikuti Misa Malam Natal. "Hmm, besok malam, aku mau ke Gereja. Lusa kan Natal, jadi mungkin aku ke kosan agak malam pulang dari Gereja," kata Romi sehari sebelumnya. Dan entah mengapa Vina tiba- tiba ingin ikut."Aku mau ikut. Udah lama aku ngga ke Gereja," jawab Vina membuat Romi melongo antara kaget dan heran."Kamu yakin? Ngga lagi kesambet atau salah makan kan?""Ish, orang mau ibadah dia malah bilang kesambet. Seriuslah, besok jam berapa? ""Ya udah, aku jemput jam enam sore. Misanya jam tujuh malam." Dan, Vina pun bersiap untuk berangkat. Ia