Share

HUMAN AND THEIR NIGHTMARE (Bahasa Indonesia)
HUMAN AND THEIR NIGHTMARE (Bahasa Indonesia)
Penulis: Psychopath Tender

PROLOG

    Mereka bersembunyi jauh di dalam kegelapan ....

    Menunggu hingga kau bangun dan terjaga dari lelap.

    Dengan mata besarnya yang berwarna merah menyala, tubuh kecil yang diselimuti lendir hijau dan lengket, serta kuku di tangan dan kaki yang begitu panjang.

    Mereka bukanlah makhluk yang senang berburu sendirian. Sendiri membuat mereka tak berdaya, namun jika bersama dengan semuanya, mereka akan semakin kuat dan kuat. Tak peduli sehebat apa teknik seseorang untuk berubah, mereka tetap tidak akan mau mengerti. Sebab, mereka lebih sering mencari mangsa bersama kelompoknya.

    Mereka lincah, bahkan mampu berlari dengan kedua kakinya layaknya manusia, bisa mengeluarkan raungan keras seperti sang Alpha, sanggup mencabik mangsa dengan mulut yang dibekali gigi super tajam. Mereka bertubuh kecil dan sering dianggap tak berbahaya, namun sebaliknya, mereka adalah makhluk yang keji dan buas.

    Merekalah sang Goblin, dikenal juga sebagai bagian dari bangsa peri Nature, yang tugasnya menjaga alam. Goblin adalah makhluk kerdil yang bersembunyi di hutan yang lebat. Mereka memiliki tinggi sekitar 3cm sampai dengan 2 m itu hiduo dengan keberadaan yang jauh dari pemukiman warga.

    Mereka tertutupi oleh pekatnya malam sembari menunggu malam yang agung tiba.

    Yaitu saat bulan purnama ... tepat di malam itu, di mana orang-orang yang sangat mempercayai perintah tuhan memberikan mereka persembahan secara cuma-cuma.

    Tak peduli pria ataupun wanita, orang tua ataupun anak-anak, para goblin yang hanya tahu berburu dan memangsa itu akan tetap setia mengejar mereka ... sampai tak ada seorang pun yang tersisa.

    Kau tak boleh meremehkan siapapun musuhmu, apalagi memandang kekuatannya sebelah mata.

    Sebab, mereka tak suka pengkhianat.

    ***

    Hahhhh! Hhh! Sampai kapan!?

    Sampai kapan aku harus berlari?!

    Aku sudah tak sanggup lagi membawa kedua kakiku ini berlari! Rasanya begitu berat, telapak kakiku terasa sakit dan angin malam yang kuterjang terasa menusuk kulit.

    "Cepat, Len! Lari lebih cepat!" Aku memberi perintah kepada sahabatku, meneriakinya untuk menambah laju kecepatan kami.

    Bukan aku saja yang saat ini berlari tergesa-gesa. Di sebelahku ada Elena, sahabatku sejak kecil. Aku membawanya ikut serta dalam pelarian ini, lari dari "mereka" yang begitu mengerikan. Tak bisa kutebak apakah mereka masih berlari mengejar kami.

    Hahh ... hahh ... bagaimana ini?! Sendi-sendi di kakiku seperti mau lepas! Tapi aku tak bisa berhenti sekarang!

    "Ayo lari lebih cepat, Len!" Aku menarik tangan Elena sedikit lebih kuat, aku bahkan tak sadar sudah meremas pergelangannya dengan kuat.

    "Tu-tunggu, Aaron!" Gadis itu meringis kesakitan, entah karena perbuatanku yang menarik tangannya atau karena batu-batu kecil yang menusuk kakinya, tapi aku benar-benar panik sekarang, dan indra pendengaranku seolah ditulikan!

    "Kita harus cepat atau mereka akan menangkap kita!"

    Aku sangat panik, bahkan aku tak berani menoleh ke belakang. Aku tahu dari derap langkah kaki mereka yang terdengar dekat; pastilah makhluk-makhluk bergigi tajam itu semakin dekat denganku dan Elena. Tangannya yang kurus berbalut kulit kehijauan itu sebentar lagi akan menjangkau kami berdua, menangkap kami hidup-hidup.

    Aku ketakutan dan memilih mengeratkan genggamanku pada Elena. Tubuhku tak bisa berhenti gemetar, ditambah lagi fakta di mana Elena tak berhenti menangis sejak tadi sempat meringis kesakitan, dan itu berhasil membuatku frustrasi mendengarnya!

    Andai saja orang-orang bodoh itu tidak pingsan di tempat itu, mungkin saja aku dan Elena masih bisa pulang ke rumah dengan selamat sekarang ....

    Argh, bodoh! Apa yang kupikirkan?! Ini justru lebih baik daripada harus mati bersama para pengikut ajaran sesat yang saat ini sedang sekarat di tengah hutan!

    Tak peduli seberapa jauh desa tempat tinggalku dengan posisi kami saat ini, aku dan Elena harus segera mencapainya. Kami masih terus berlari, tak peduli dengan suasana hutan yang mencekam dan gelap ini. Intinya kami berdua harus pulang!

    Jujur saja, aku benci gelap! Aku benci segala sesuatu yang berhubungan dengan mereka yang tidak terlihat oleh mata. Bahkan, jika aku bertemu dengan mereka saat ini dengan suasana yang mengerikan ini, sudah kupastikan besok aku akan ditemukan tak sadarkan diri!

    Segala hal yang terjadi malam hari ini membuatku gila!

    "Akh!" Elena terpekik sesaat sebelum jatuh tersungkur ke depan, kakinya tersangkut di akar pohon yang sedikit menyembul keluar dari dalam tanah. Dan sialnya, aku tadi lupa memperingatkannya.

    "Kau tak apa, Len?!" tanyaku cepat. Aku panik sendiri, sebab bisa saja makhluk itu sudah berdiri di belakang kami. "Ayo, Len, kita harus cepat kembali ke desa!"

    "Hanya di sanalah kita berdua bisa aman!"

    Buru-buru aku membantu gadis bersurai emas itu berdiri. Jantungku terus saja berdegup kencang setiap detiknya, yang kupikirkan hanyalah cara agar bisa kembali ke desa, ini masalah hidup dan mati! Aku benar-benar tidak ingin ditangkap oleh makhluk yang mengerikan itu.

    "AARON! MEREKA DATANG!"

    Elena berteriak tepat di depan telingaku. Sial, aku lengah. Makhluk-makhluk hijau berkepala botak itu sudah berhasil menemukan kami berdua. Aku dengan cepat meraih tangan Elena yang sempat terlepas dariku, dan segera menyeretnya untuk kembali berlari bersama. Lagi-lagi aku tak peduli dengan ringisan yang keluar dari mulutnya.

    "HUAAA!"

    Aku dan Elena jatuh bersamaan disusul dengan pekikan nyaring sang gadis, langkah kami kembali terhenti. Di saat genting dan menegangkan seperti ini, mengapa kemalangan selalu menghampiri? Tentu saja, waktu semakin cepat berlalu.

    "AARON! TOLONG!"

    "ELEN!" seruku panik. Sial, aku kecolongan! Mereka menangkap Elena!

    Aku berusaha meraih Elena yang terus saja berteriak minta tolong. Siapa yang bisa mendengarkan teriakan itu di tengah hutan!? Teriakan seperti tadi hanya bisa menarik beruang menuju kemari!

    Namun saat itu ... bayanganku bersentuhan dengannya. Di bawah sinar bulan yang menyinari malam gelap tanpa bintang ... aku melihat mereka. Dengan kedua mataku sendiri.

    Makhluk-makhluk itu menarik kaki Elena, namun gadis kecil bersurai emas itu melakukan perlawanan. Karena tak berdaya melawan makhluk tersebut, akhirnya Elena pun pasrah saat makhluk-makhluk kecil itu membawanya masuk ke bagian hutan yang paling dalan.

    "Tidak! Jangan pergi Elena! Elena kembali!" Aku berteriak sambil terus berusaha mengikuti sahabatku yang tubuhnya diseret tanpa belas kasihan oleh segerombolan makhluk yang hidup dalam kegelapan.

    Aku bisa melihat tatapan Elena berubah menjadi kosong. Kini, dia terlihat seperti wadah tanpa jiwa.

    Betapa takutnya Elena dengan sang goblin, makhluk yang dipanggil oleh orang-orang di desaku sebagai bentuk dari perlindungan kutukan dalam sebuah ritual pemujaan yang gila dan sesat.

    "ELEN! ELENA!"

    Aku berusaha menjangkau tangan mungil sahabatku, tak lagi memikirkan rasa sakit di telapak kakiku yang tertusuk ranting pohon. Aku harus menolongnya!

    "Tolong aku, Aaron!" Elena menangis histeris. Namun aku yakin, aku bisa menyelamatkannya! Bertahanlah sedikit lagi, Len!

    Senyumku mengembang, sedikit lagi. Sedikit lagi tanganku berhasil menggapainya ....

    "Akh!" Lagi-lagi aku melakukan hal konyol, aku tak memperhatikan langkahku, hingga membuatku kembali tersandung akar pohon.

    "AAAROON!!!"

    Aku bangkit dan berusaha mengejar Elena kembali. Gadis itu terus berteriak dalam derai air matanya. Namun, sisa tenaga yang kumiliki membuatku tertinggal jauh darinya. Elena semakin tertelan oleh kegelapan hutan.

    "ELEENNN!!!" pekikku histeris. "TIDAK ELEN! KEMBALIII!"

    "KEMBALIKAN ELENA PADAKUUU!!!"

    Hhh ... hhh! Aku semakin panik. Mustahil aku bisa mengejarnya dengan keadaanku saat ini. Tidak! Ini semua belum berakhir. Aku segera berbalik badan, dan memutuskan untuk kembali menuju desa sama seperti sebelumnya.

    Aku tak peduli jika harus meminta tolong kepada para penduduk desa itu untuk mencari sahabatku, aku hanya ingin Elena diselamatkan.

    "Maafkan aku, Elen!" Aku menyeka mataku yang basah. "Maafkan kebodohanku ini!"

    Sial, aku mulai menangis. Aku sangat memalukan. Apakah aku masih memiliki keberanian untuk menatap Elena dengan keadaan lemah seperti ini?

    Apakah aku gagal menyelamatkan sahabat baikku?

    Aku menggosok mataku dengan cepat, tapi ada satu hal pasti yang masih saja mengganjal pikiranku saat memilih pergi meninggalkan hutan dan juga Elena yang dibawa oleh segerombol makhluk bernama Goblin.

    Itu ... adalah saat di mana aku melihat wajah ketakutan Elena yang berlinang air mata. 

    Sungguh, aku tidak akan pernah bisa melupakannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status