Hantaran Diminta Kembali Lila duduk di kursi malas itu dengan wajah masam. Ia merasa jenuh. Seharian kesibukannya hanya menonton televisi, scrool medsos sampai ia membuat semua akun medsos yang dulu tak pernah disentuhnya. Karena ia tak punya ponsel yang cukup canggih untuk mempunyai akun media sosial sebanyak itu. Tapi nyatanya Lila bosan, ia belum memiliki teman satupun. Ia akhirnya men-follow beberapa orang agar ia mendapat teman. Ia merasa menjadi orang paling kudet di dunia. Tak ada konfirmasi dari beberapa teman yang ia add meski Lila tahu ada tanda titik hijau di foto profil mereka. Lila menghembuskan nafas jenuh, ia meletakkan begitu saja ponselnya di atas meja kecil yang ada di sebelahnya. "Kenapa Bu Lila terlihat sewot?" Sapaan ramah itu membuat Lila seketika menoleh. "Mbak Aiza?"Seru Lila melihat orang yang berjalan mendekatinya. Lila segera beranjak dari malas dari anyaman sintetis itu. Ia mengamati Aiza yang berjalan mendekat ke arahnya. Wanita itu memang
Hantaran Diminta Kembali Lila mengikuti Aiza memasuki supermarket itu. Aiza sedang sibuk berbicara dengan ponselnya. "Mbak Lila nunggu di kantorku saja, ya, aku ada meeting sebentar!" ucap Aiza sambil menyimpan kembali ponselnya. "Maaf, aku lupa ada meeting mendadak hari ini," lanjut Aiza dengan wajah menyesal. "Tidak apa-apa! Mbak Aiza bekerja dulu, aku mau jalan-jalan dan belanja!"ucap Lila sambil tersenyum. Ia sudah cukup lega bisa keluar dan menghirup sejenak kebebasannya. "Maaf, ya. Jangan pulang dulu, nanti aku traktir makan, ya!" Seru Aiza sambil berjalan menuju kantornya. Lila mengangguk sambil melambaikan tangan. Lila memutuskan untuk berjalan-jalan sembari menunggu Aiza selesai bekerja. Ia menuju lantai dua. Ada pameran furniture dan tampak sebuah butik yang baru dibuka.Tampak rangkaian balon dan beberapa papan ucapan selamat terdapat di depan butik itu. Lila berjalan mendekati butik itu. Terlihat dua manekin yang memakai busana couple yang bagus dan anggu
Hantaran Diminta Kembali Lila melirik ponselnya yang terus berdenting, banyak notif masuk dari aplikasi biru. Ada banyak pesan di aplikasi birunya. LiIa mengambil ponsel dan memeriksa banyak notif yang masuk. Bahkan massager-pun ramai dengan pesan.Lila terkejut melihat postingan ada di berandanya. Lila merasa tidak membuat postingan apapun. Tapi di beranda itu ada yang meng-upload foto candid Lila yang sedang duduk di restoran itu. Tampak tas mewah Lila ikut terekspos. Di postingan yang lain, ada juga foto minuman dari cafe mahal itu. "Siapa yang membuat postingan ini?" tanya Lila terkejut.Ia menunjukkan ponselnya ke arah Rizal."Aku yang membuat!" sahut Rizal santai.Pantas saja tiba-tiba semua akun medsos-nya ramai. Ternyata semua ulah Rizal.Lila beralih ke aplikasi chating itu. Banyak nomer tidak ia kenal, mengirim pesan padanya.Lila memilih membaca pesan dari paling atas. Pesan dari sahabat dan satu-satunya teman dekatnya. "Lila, maaf aku memberi nomer ponselmu pada L
Hantaran Diminta Kembali Aiza keluar dari ruang meeting dengan tergesa. Ia menempelkan ponsel di telinganya. Aiza melangkah cepat menuju eskalator. Kakinya yang terjulur ke tangga ia tarik kembali. Ia melihat Lila dan Rizal berdiri berdampingan menuruni eskator. "Maaf, kau sudah selesai shopping ya rupannya?" tanya Aiza begitu Lila turun.Aiza melihat banyak paperbag di tangan Lila. "Iya, kami mau pulang," Jawab Rizal dengan nada datar. Membuat Aiza merasa bersalah. "Maaf, aku tadi yang ngajak jalan. Malah aku tinggal meeting!"ucap Aiza sambil memegang tangan Lila menunjukkan wajah penuh penyesalan. "Enggak apa-apa. Aku ditemani Mas Rizal, kok!"Jawab Lila sambil tersenyum. "Kami antar kamu pulang dulu, Za!" ucap Rizal menawarkan tumpangan untuk Aiza. Lila melirik ke arah Rizal. Ia tahu suaminya itu menyukai Aiza. Lila mencoba membaca mimik wajah Rizal saat bicara dan menatap Aiza. Tapi Lila kecewa tak melihat apapun di sana. Apa Rizal terlalu pandai menyembunyikan pera
Hantaran Diminta Kembali"Suruh saja Lila menjual tasnya buat modal usaha, Mas!" ucap Rizal sambil tersenyum jahil. Mas Heru dan Mbak Nita tertawa sumbang menanggapi ucapan Rizal. Mereka mengira adik iparnya itu sungguh-sungguh tak mau membantunya. Mereka masih belum menebak arti gurauan Rizal itu. "Kamu beli tas mahal, Li?" tanya ibu dengan tatapan tajam menyelidik. Lila yang masih terkejut itu tampak gelagapan. "Enggak, Bu. Ini tas-" sahut Lila bingung."Jangan-jangan kamu ikut-ikutan seperti mbak Selvi, ya?" omel ibu dengan nada ketus. "Wanita itu pernah membeli tas seharga 50 juta," seru ibu gusar. Bapak, mbak Nita dan Mas Heru seketika terlonjak kaget, mereka menatap Lila bergantian dengan tas yang tergeletak di meja itu. Mas Heru dan Mbak Nita tidak mengenal siapa Selvi, tapi mereka sudah shock mendengar harga tas yang dibeli wanita itu. "Enggak, Bu. Tas Lila hanya seharga motor matic saja!" Jawab Rizal enteng, tapi membuat seisi rumah sontak ternganga. Mereka percaya i
Hantaran Diminta Kembali "Kalian menginap saja di sini, kapan lagi kita bisa berkumpul seperti ini!"kata ibu dengan nada memaksa. Lila merasa tak enak menolak permintaan ibu, ia juga masih sangat kangen dengan rumah dan keluarganya. "Iya, kalian menginaplah, kamu tidur di kamar depan saja, biar mbak pindah ke kamar kamu!" ucap Mbak Nita segera berdiri dari duduknya. "Nggak usah," Cegah Lila cepat. Ia tahu Azam, bayi kecil itu sudah tidur di dalam sana. Mbak Nita ingin memberikan kamarnya pada Lila, karena kamar depan lebih luas dengan ranjang lebih besar. Sementara kamar Lila yang terletak di tengah itu adalah kamar sederhana saja. "Enggak apa, aku akan mengemasi-" potong Mbak Nita berkeras, wanita itu akan beranjak untuk menyiapkan kamarnya. "Enggak usah, lagian rumah kami dekat. Kami pulang saja!"ucap Lila akhirnya, ia mencekal tangan kakaknya. Ibu nampak sedikit kecewa mendengar keputusan Lila. "Kamu ini kok buru-buru amat ingin pulang?" kata Rizal sambil melirik Lila.
Hantaran Diminta Kembali""Kamu ngapain?" tanya Lila terkejut. "Memberimu hukuman!" Sahut Rizal dengan nada rendah. Lila membuka matanya lebar, dadanya berdegub dan ia berdoa agar ia selamat malam itu. Rizal diam, memejamkan mata. Apakah ia dan Lila siap untuk ritual ini. Sebagai pria ia memiliki hasrat, tapi sebagai suami, Rizal ingin merasa bahwa ia sudah layak dan siap untuk Lila. Rizal ingin saat ia "bersama" Lila, tak ada bayangan wanita lain dalam pikirannya, tak ada nama wanita lain yang akan ia sebuat selain nama istrinya. Begitupun Lila, Rizal tidak tahu bagaimana perasaan Lila yang sebenarnya padanya. Apa ada nama Dimas di sana. Apalagi ia melihat Lila masih menyimpan foto Dimas di kamarnya. Rizal mengeratkan pelukan dan menempelkan dahinya pada kepala Lila. Rizal menghela nafas dalam. Lila merasakan kepala Rizal yang menempel pada kepalanya. Ada perang batin di hatinya. Kecemasan dan rasa takut. Pikirannya nyaris sama dengan Rizal. Ia tidak ingin membayangkan p
Hantaran Diminta Kembali Rizal melesakkan tubuhnya di kursi kerjanya. Hari itu terasa sangat sibuk buatnya. Tetapi hasil jerih payah itu sangat memuaskan. Sebanding dengan kerja yang dilakukan Rizal dan timnya.Mereka bekerja dengan loyalitas dan disiplin karena mereka juga mendapat gaji yang sebanding dengan usaha maksimal yang mereka lakukan. Yuda mengetuk pintu. Tak lama pria tinggi itu masuk dan membawa nampan. Yuda meletakkan nampan dengan secangkir teh panas dan sekotak buah potong sebagai cemilan Rizal. Rizal mengambil garpu dan menusuk sebuah kiwi dan memasukkan ke mulutnya. "Anda terlihat sangat lelah!" ucap Yuda sambil meletakkan cangkir di depan Rizal. "Iya, pekerjaan ini membuatku penat." sahut Rizal sambil melihat jam yang menunjukkan angka empat, sementara dirinya yang sebagai atasan masih berada di ruangan kerjanya."Ambil cuti saja, Pak!" ucap Yuda memberi saran dengan hati-hati. Rizal diam, ia menatap Yuda sekilas. "Kenapa?" tanya Rizal malas. Yuda