Share

Bab 4 Lingerie Hitam

Author: Nurja
last update Last Updated: 2021-11-12 18:06:47

GUNDIK SUAMIKU (4)

Kulirik ke arah mobil. Mobil Mas Ari masih di tempat semula. Lantas di mana Pak Slamet? 

Gegas kuberlari kecil menuju pintu yang langsung terhubung dengan ruang tamu. 

Pintu pun tidak dikunci. Mungkin Mbok Darmi belum tidur. 

"Nyonya, dari mana?" kutelan saliva yang terasa mengganjal di tenggorokan. Kakiku pun sontak berhenti tepat di keramik pembatas antara pintu dan teras. Cepat aku menoleh ke sumber suara. Benar dugaanku, bahwa itu suara Pak Slamet yang berasal dari depan garasi. 

"Oh, saya habis cek pintu di samping pagar, Pak. Sudah dikunci apa belum. Hanya untuk memastikan, takutnya Mbok Darmi lupa. Maklum, Pak. Sekarang banyak maling." alibiku meyakinkan. Untung saja, tadi masker dan jaket sudah kulepas dan kutinggal dalam mobil. Jadi, kini penampilanku biasa saja. 

"Oh, kalau begitu saya mau pamit, Nya. Mau jemput Pak Ari." pamit lelaki berkumis itu. Aku mengangguk dan menyunggingkan senyuman. Tanpa curiga terhadapku, Pak Slamet mengayunkan langkahnya menuju mobil milik Mas Ari. Lalu melajukannya perlahan. 

Akhirnya napasku yang sempat tertahan. Menghunus juga ke udara. Lega. 

Oya, aku baru ingat soal surat yang dimaksud Mama dan Mas Ari di mall tadi. Mungkin benda itu amat penting sekali dan ada benang merah antara semua yang terjadi saat ini. 

"Mbok mau ke mana?" Mbok Darmi yang tengah berjalan dari arah dapur seketika berhenti mendengar pertanyaanku. 

"Mau tutup pintu garasi, Nya. Udah malam." 

"Mbok, tadi Pak Slamet nggak kenapa-kenapa 'kan?" kutanyakan hal itu. Takutnya ada sesuatu di luar dugaanku. 

"Enggak kok, Nya. Tadi Pak Slamet sempat ke toilet. Setelah itu ke luar, dan tiba-tiba ada Nyonya di sini."

"Oh, ya udah, Mbok. Makasih ya," Mbok Darmi mengangguk. Lantas aku kembali melanjutkan langkah menuju kamar. 

Mata ini sibuk menyisir setiap inci dari laci yang barusan kubuka. Niatku mencari surat itu. Nihil, benda yang kuharapkan tak kunjung kutemukan. Bahkan, nyaris semua lemari dalam kamar ini sudah kugeledah dan tak ada hasilnya. 

Kepalaku mendadak berdenyut nyeri. Mengorek semua dan tak ada hasilnya sama sekali. Apakah aku harus terang-terangan menyanyakan perihal surat itu pada Mas Ari? 

Jangan Vin, jangan. Cari surat itu sendiri saja. yang terpenting adalah. Aku harus segera membalik nama rumah, perusahaan dan kafe yang selama ini dikelola Mas Ari menjadi namaku. 

Bukan apa-apa, memang sebelum Mas Ari sukses begini. Semua modal dari orang tuaku. Bukan sepenuhnya harta Mas Ari. Jadi, bukankah aku yang lebih berhak atas  semua aset ini? Lagi pula, Mas Ari sudah membelikan mamanya Rumah, mobil, dan sebuah toko sembako untuk sumber penghasilan. Tak hanya itu, Mas Ari juga setiap bulan memberi jatah uang pada orang tua juga adiknya yang masih kuliah. Apa jadinya jika semua yang berakar pada Mas Ari harus kutumbangkan. Bisa jadi, hidup mereka akan berubah seratus delapan puluh derajat dari kata mewah. 

Dari pada aku pusing memikirkan surat Itu. Mendingan aku amankan saja surat rumah dan lain-lain untuk kubalik nama besok. 

Tanganku terulur pada brankas yang permukaannya dingin karena AC. Dan lalu memasukan beberapa digit angka. Kini, semua aset sudah berada di tanganku termasuk surat kendaraan mobil kesayangan Mas Ari. Aku jadi terpikir, bagaimana jika sandi pada brangkas ini aku ganti. Biar tahu rasa dia, sudah isinya kosong. Menjengkelkan pula, karena pin yang susah diterka. 

Semua berkas ini kuamankan di laci lemari pakaianku. Dan kuncinya hanya ada padaku sekarang. Bahkan Mas Ari pun tak akan pernah tahu keberadaannya. 

Setengah jam sudah aku menyusuri setiap sudut ruangan ini. Tak hanya gerah body, pikiranku pun ikut-ikutan gerah. Lebih baik aku mandi saja sebelum Mas Ari datang. Akan kuberikan kejutan manis saat nanti ia pulang. 

*

Setelah acara mandiku selesai. Mas Ari juga belum pulang. Baiklah, akan ada kejutan manis untuk menyambut kedatangannya nanti. 

Rambut kugerai bebas dengan balutan lingerie tipis berwarna hitam yang kontras dengan warna kulitku yang putih bening. Wajah ini kupoles dengan make up natural. Lip cream warna nude sukses menyempurnakan riasan pada wajahku. 

Grendel pintu terdengar berputar. Itu menandakan Mas Ari sudah pulang. Bagaimana reaksi dia melihat penampilanku malam ini? 

"Wah, baunya harum sekali ...." terlihat dari bayangan cermin di meja riasku. Mas Ari datang mendekat, setelah ia meletakan jas dan juga tas kerjanya di sofa. 

Aku yang sedang menyisir rambut hanya tersenyum tipis. 

Lelaki berwajah teduh itu memelukku dari belakang. 

"Sayang ... kamu menggodaku saja, lihat nih, junior berontak." bisiknya di ceruk leherku. Membuat bulu kudukku meremang. 

Jujur, aku teramat jijik dengan sentuhannya. Namun kutahan, agar ia tersiksa dengan yang ia sebut juniornya tadi. 

"Mas, kamu mandi dulu ya," kataku mencoba melepaskan kedua tangannya yang melingkar di perutku.

"Nggak mau, maunya sekarang." rengeknya manja. Bak anak kecil yang tengah meminta permen. 

"Iya, nanti. Tapi kamu mandi dulu ya," uraiku lembut. Ia memonyongkan bibirnya. 

"Iya, aku mandi dulu, tapi janji ya, setelah aku mandi." perlahan ia melepas kedua tangannya dan melenggang menuju kamar mandi. 

Kutanggapi kepergiannya dengan senyuman miring. 

*

"Sayang, sekarang yuk, tadi 'kan kamu janji." Mas Ari yang hanya mengenakan handuk kembali merengek seusai melangsungkan ritual mandinya. "kamu kok ganti baju? Mana lingerienya tadi?" ia yang baru tersadar lantas menegurku yang tengah berbaring di ranjang. 

"Maaf, Mas. Tamu bulanan aku tiba-tiba datang. Maaf banget ya," tukasku lalu mengerjapkan mata dan menarik selimut hingga sebatas dada. 

"Hah, apa?!"

Bersambung 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   ENDING

    Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 65"Duh, maaf ya, Mas. Saya nggak sengaja," ucapku segera ikut tertunduk memunguti barang-barang yang berupa makanan ringan tersebut.Aku dan orang yang tadi kutabrak menggunakan troli itu sama sama tercengang ketika saling tatap."Kamu!" ucapku tertahan. Bisa-bisanya ya, aku juga ketemu dia di sini."Bu Vina, bisa-bisanya ya kita ketemu juga di sini?" Perkataan William mewakili apa yang aku katakan dalam hati."Haduh, nggak di kantor, enggak di mall. Semua ketemunya sama kamu kamu aja Will." Aku bersungut."Lagian sih, Bu Vina kenapa na

  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   64

    Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 64"Papaku meninggal Vin. Barusan aku dapat telepon dari pihak rumah sakit. Katanya mamaku yang menyuruh pihak rumah sakit buat melepaskan semua alat medis yang dipakai Papa karena kami sudah tidak mampu membayar.""Innalilahi wainnailaihi rojiun," ucapku dengan dada yang berdegup cepat. Teringat pada masanya aku pernah ditinggalkan Ibu pulang ke Rahmatullah.Isak tangis terdengar dari sambungan telepon."Jess, ini sekarang kamu lagi ada di mana? Masih ada di kontrakan 'kan? tanyaku juga panik."Iya, Vin. Aku mau ke rumah sakit tapi aku nggak punya uang buat naik ojek."Aku menghela napas. Ya Allah, tadi aku lupa nggak ninggalin uang buat Jessica."Kamu tunggu aku ya, jangan ke mana-mana. Aku akan segera ke kontrakan kamu

  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   63

    Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 63Jessica langsung menutup wajah dan meletakan ponsel yang masih menyala itu di atas kasur. Aku heran dengan perangai anehnya.Lekas kulihat gawai itu dan membaca pesan di sana. Begitupun sebuah foto testpack bergaris dua yang dikirim seseorang.Nomor bernama Mama itu yang mengirimkan foto alat tes kehamilan dengan garis dua dengan pesan bertuliskan.[Jessica! Ini apa maksudnya?! Mama menemukan testpack ini di tempat sampah kamar kamu.]

  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   62

    Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 62"Di jalan Cempaka dekat dengan toko kue."Degh!Jalan Cempaka? Dekat dengan toko kue? Jangan-jangan …."Kamu kenapa Vin?""Hah, apa?!" Aku terhenyak saat Jessica mengibaskan tangan di depanku. Ah, pasti tadi aku melamun karena memikirkan nama jalan itu."Kok kamu ngelamun?" Jessica menatapku heran."Eh, enggak pa-pa kok. Oya, kamu sudah puas belum jenguk papamu? Kalau sudah ayo kita ke rumahku, soalnya udah mau malam."

  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   61

    Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 61Aku menggaruk tengkuk yang tak gatal. Sebegitu tahunya Jessica tentang hidupku juga sekitarku."Vina, dosa nggak sih kalau aku menggugurkan bayi haram ini?""Astaghfirullahaladzim, Jessica!"Aku sontak beristighfar mendengar pertanyaan konyol dari Jessica. Bisa-bisanya dia berpikiran hal bodoh begitu."Katanya kamu seorang Islam. Kalau kamu muslim, pasti kamu tahu hal itu dosa apa enggak." Kucetuskan dengan tegas."Tapi aku sama sekali nggak menginginkan anak ini lahir Vin. Kamu nggak tahu gimana rasanya jadi aku." Jessica protes. Dan

  • Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya   60

    Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 60Menjalani hari-hari kami masing-masing tanpa bertutur sapa lagi seperti sebelumnya.Mataku berkaca-kaca, menatap seonggok cincin berkilau yang Panji berikan padaku. Aku akan menjaganya, sebagaimana pesan yang ia katakan sebelum pergi.Aku masih berdiri dengan tubuh kaku seolah berat untuk beranjak pergi meninggalkan bandara ini.Punggung Panji semakin jauh dan jauh. Meski samar terlihat ia menoleh ke arah sini. Itu tidak akan membuat perpisahan kami tertunda.Selamat jalan, kasih. Semoga kau segera bisa lekas sembuh dan bisa berlari lagi mengejar apa yang belum tersampaikan. Aku berdoa dalam diam. M

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status