Sesampainya di kampus, mereka terpisah karna harus mengikuti kelas di fakultasnya masing-masing.. tapi sebelum berpisah, Arthur sempat berucap lirih " Nura, nanti kalau ada jam kosong kita ketemu di perpustakaan ya, aku akan tunggu disana"
Belum sempat Nura membalas, Arthur-pria itu sudah lebih dulu berlalu dari pandangannya seolah yakin bahwa gadis itu pasti akan datang menemuinya nanti. .. Di kelas, Nura segera duduk dan menaruh tas juga byeol - nama biola kesayangannya. Saat sedang serius menata buku musik diatas meja belajarnya, tiba-tiba ada yang menepuk bahu nya pelan dari belakang. Nura yang kaget sontak menoleh, ternyata itu ulah Mecca sahabat terbaiknya sejak awal masuk kuliah. "Duh ca, kebiasaan deh pagi-pagi bikin kaget orang mulu nih kerjaannya." gerutu Nura, sebal, lalu kembali bersuara "Eh tapi tumben banget kamu ca, dateng telat dari aku, biasanya kan seorang Mecca dari subuh udah nongkrong aja di kelas sambil bantuin pa Yusuf beresin kelas wkwkwk" "iya iyaa maaf deh best udah bikin kaget kamu pagi-pagi gini, tapi sebenernya bukan salah aku juga sih, kamu nya aja tuh yang serius banget sampe aku panggil daritadi ga denger.. " Nura yang mendengar nya sedikit bingung, "ah masa sih aku seserius itu ca? padahal aku ga ngapa-ngapain loh cuma ini nih nata buku doang buat nanti matkul nya Pa Dirga" "yeeh si neng ga percayaan, nih buktinya suara aku sampe abis gini.. pokonya gamau tau kamu harus balikin suara emas aku ra, istirahat nanti traktir aku minum.. okeey nura yang cantik dan baik hati walau kadang suka nyebelin kalo lagi bengong" timpal Mecca "Hmm dasaar giliran ada maunya aja kamu muji-muji, mana ujungnya kaya ga ikhlas gitu lagi wkwk" "Jadi gimana nih traktirannya?? ayolah raaa please" "iya bawel nanti aku traktir kamu minum sepuasnyaa, sampe gentong-gentong nya juga deh aku kasih hahahaha" "Nuraaaaaaaaaaaa........" teriak Mecca, sementara yang diteriaki langsung menutup telinga sambil tersenyum jahil, puas membuat sahabatnya itu kesal. .. Setelah sedikit berdebat dan saling goda, akhirnya Mecca menyerah dan duduk di samping Nura. Mereka mulai menata buku-buku dan alat musik masing-masing sambil sesekali tertawa melihat kebiasaan satu sama lain. Suasana kelas pagi itu menjadi lebih hangat, meski dosen yang mengajar belum datang. Tak lama kemudian, Nura teringat pesan dari Arthur yang tadi pagi sempat ia dengar. Hatinya tiba-tiba berdetak lebih cepat. Dengan sengaja, ia menoleh ke jendela kelas, berharap bisa melihat sosok Arthur yang tadi sempat berjanji akan menunggunya di perpustakaan. “Eh, Ra… kenapa sih kok diem aja? Kayak lagi mikirin sesuatu yang dalem banget,” goda Mecca sambil menyandarkan dagunya di tangan. Nura tersentak, lalu tersenyum canggung. “Ah, nggak apa-apa… cuma kepikiran aja, mungkin nanti aku ke perpustakaan sebentar." Mecca mengangkat alis, setengah serius setengah jahil. “Hah? ngapain ra kamu ke perpus? kan hari ini gaada tugas. Hayooo.. jangan-jangan mau ada yang ditemuin nih.. ciee cieee nuraaku udah dewasa ternyata ya 😜.” " ah apaan sih ca, jangan ngeledekin aku gitu ah" Nura pura-pura kesal, tapi sebenarnya ia menahan senyum malu, hatinya tiba-tiba terasa hangat. Ia merasa ada campuran gugup dan senang yang sulit dijelaskan. Matanya menatap buku yang ada di depannya, tapi pikirannya justru melayang ke tempat lain. Bel kelas pun berbunyi. Nura mendengarkan dengan seksama, tapi pandangannya sesekali menoleh ke arah pintu, berharap melihat sosok familiar itu masuk. Di dalam hatinya, sebuah harapan sederhana muncul: semoga pertemuan dengan Arthur nanti tidak hanya sekadar pertemuan biasa. Saat bel istirahat pertama berbunyi, Nura dengan cepat merapikan bukunya. “Mecca, aku ke perpustakaan dulu ya, ada yang nungguin,” ucapnya sambil tersenyum malu-malu. "tapi raa kan kamu udah janji mau traktir aku minum" rengek Mecca Nura seperti tidak mendengar rengekan sahabatnya, ia pun bergegas keluar, langkahnya terasa ringan meski jantungnya berdebar kencang. "wooy raa.. Nuraaaa.." panggil Mecca kesal, lalu kembali bersuara " pokonyaa kamu hutang minuman ke aku yaa ra" .. Di perpustakaan, dia bisa melihat Arthur duduk di meja pojok, dengan buku terbuka di depannya tapi matanya tetap menatap pintu, seolah tahu pasti siapa yang akan datang. Saat Nura semakin dekat, Arthur bangkit sedikit dari kursinya. Senyum tipis namun hangat merekah di wajahnya. “Eh, ra… kamu datang,” lirihnya, tapi penuh arti. Nura tersenyum, langkahnya sedikit ragu tapi hati merasa yakin. “Iya… kan aku udah janji tadi.” Dan di sana, di antara rak-rak buku dan cahaya matahari yang menembus jendela, sebuah pertemuan sederhana namun penuh arti pun dimulai.Hari itu terasa lebih panjang dari biasanya. Sejak gosip kecil tentang dirinya dan Arthur beredar, Nura jadi merasa seluruh mata di kelas menyorotinya. Awalnya ia berusaha cuek tak mau peduli, tapi ternyata gosip yang tadi nya kecil itu sudah menyebar lebih jauh dan menjadi besar.Terlebih lagi, ketika ada mata yang melihat Arthur menunggu Nura di depan kelas. Ia sengaja membawa buku partitur yang tadi dibelinya untuk diberikan pada Nura. Hal itu pun memicu kesalahpahaman lain“Eh, itu kan Arthur, nungguin siapa sih?”“Liat deh… oh, kayaknya Nura. Wah, jangan-jangan mereka…?”Bisikan itu tidak luput dari telinga Mecca. Ia yang kebetulan lewat, langsung memasang ekspresi penuh arti. “Hmm… cocok juga ya,” batinnya sambil melirik.Gosip yang awalnya hanya berupa celetukan ringan, berubah menjadi percakapan serius saat masuk ke grup chat kelas.“Kayanya bener deh apa yang dibilang Mecca kemaren, soalnya tadi ada anak-anak yang liat Arthur nungguin di depan kelas kita sambil bawa sesuatu
Setelah cukup lama menikmati waktu berdua, mereka pun memutuskan untuk kembali ke kampus, kebetulan Arthur masih ada mata kuliah yang harus ia ikuti dan Nura pun ada janji dengan sahabatnya.Jalanan sore itu ramai oleh segerombolan mahasiswa yang baru saja selesai kelas, angin semilir berhembus, membawa aroma tanah basah karena gerimis yang sempat turun siang tadi, menambah suasana syahdu antara mereka. Arthur berjalan bersisian dengan Nura disamping kanan nya, menenteng segelas kopi yang hampir habis isinya.. sementara Nura, ia lebih banyak diam, mencoba mengatur langkah agar tak terlalu dekat tapi juga tak terlalu jauh.. Sayangnya langkah ringan mereka tak luput dari pandangan Mecca, dari kejauhan ia sudah berdecak kecil sambil mengangkat alis "wuiih beneran nih udah jalan pulang berdua doang? jangan jangan..."Yah tentu aja, seperti yang bisa kita tebak, Mecca gadis itu gabisa menahan diri, ia buru-buru mengeluarkan ponselnya, dan mengetik sesuatu di grup kelasMecca : "Guys, brea
Setelah beberapa saat ngobrol dan tertawa di kafe, Nura dan Arthur duduk di sudut yang lebih tenang. Di luar, suara orang lalu-lalang dan mesin kopi tetap terdengar samar, tapi di meja mereka seolah ada “ruang hening” sendiri.Arthur menyandarkan tubuh ke kursinya, kedua tangannya melingkari cangkir kopi hitamnya yang masih mengepul. “Ra… aku suka tempat kayak gini,” katanya dengan nada santai. “Bukan cuma karena kopinya, tapi karena suasananya. Tenang, nggak ribut kayak kantin.”Nura menatap secangkir latte di depannya, menggulirkan jarinya di atas tutup gelas. “Aku juga suka… ruang yang tenang. Kayak gini tuh bikin aku bisa mikir lebih jernih. Walau…” ia berhenti sebentar, menarik napas pelan, “kadang hening itu malah bikin aku kepikiran hal-hal yang bikin jantung deg-degan.”Arthur tersenyum, matanya tak lepas dari wajah Nura. “Deg-degan yang baik kan?”Nura melirik sekilas lalu buru-buru menunduk. “M-mungkin…” jawabnya pelan, wajahnya mulai memanas.Ada jeda. Tapi bukan jeda yang
Nura mendorong pintu cafe, suasana hangat dan semerbak aroma kopi langsung menyambutnya. Di salah satu sudut, Arthur sudah menunggu dengan senyum tipis, tak lupa buku catatan kecil juga sudah setia menemani.“Hai… datang juga akhirnya,” ucapnya ramah, sambil bangkit untuk menyapa Nura.“Hi… iya, maaf ya agak lama, tadi ada urusan kecil dulu di kelas,” jawab Nura sambil tersenyum malu."iya gapapa ra, santai aja kali", lalu mereka duduk, dan Arthur langsung memanggil pelayan.“Satu cappuccino untuk saya… dan satu latte manis untuk teman saya,” katanya sambil tersenyum pada Nura.Nura menelan ludah tipis, hatinya berdebar. Tapi begitu minuman datang dan ia mencicipi sedikit, ekspresinya berubah. Latte itu terlalu manis untuk seleranya.“Oh… ini… hmm… manis banget,” gumam Nura pelan sambil menahan senyum malu.Arthur menatapnya penasaran.“Hah? Manis? Aku kira kamu suka kopi manis…, gimana apa mau aku ganti aja yang sesuai selera kamu?”Nura menggeleng kecil, menatap cangkirnya.“Sebenar
Keesokan paginya, Nura sampai di kelas jam 7 kurang 15 menit, sebenarnya jadwal tetap matkul aransemen & orkestrasi itu dimulai jam 8 tapi gadis itu sengaja datang lebih awal ke kampus karna hari ini ada ujian tertulis, dan kejadian di perpustakaan kemarin tentu aja bikin dia ngga fokus untuk belajar, jadilah di pagi yang tenang ini Nura, si gadis cantik bertubuh mungil itu sibuk mengulang lagi hafalannya..Baru saja ingin membuka lembar berikutnya, kehebohan menghampiri, merusak ketenangan batin pagi itu.. ya siapa lagi kalau bukan ulah Mecca Wulandari"Ra.. raa.. Nuraa" tapi si pemilik nama enggan menyahuti, Semua orang di kelas menoleh saat suara lantang Mecca terdengar.“NURAA ALFIANDRI~!” teriaknya, membuat Nura hampir meloncat dari kursi karena kaget.Nura menatap Mecca dengan mata setengah kesal, setengah ingin menahan tawa.“Ca… ya ampun… bisa diem sebentar nggak sih? Aku lagi mau fokus ujian nih!”Mecca hanya tersenyum jahil, melangkah ke bangku sebelah Nura sambil menepuk m
Nura duduk di depan Arthur, masih sedikit gugup tapi berusaha terlihat santai. Arthur menutup bukunya perlahan, menatap Nura dengan senyum tipis yang hangat.“Ra aku ga nyangka kamu bakalan dateng, aku pikir kamu bakalan sibuk sama latihan musik di kelas, ternyata bisa nyempetin datang juga,” ucap Arthur, suaranya tenang tapi ada nada senang yang sulit disembunyikan.Nura tersenyum malu-malu, “Iya… aku sempat kepikiran juga sih. Lagipula, aku penasaran sama buku-bukunya, siapa tahu bisa ngebantu tugas kita nanti.”Mereka mulai membuka buku-buku, membicarakan tugas dan referensi yang harus dicari. Tapi percakapan mereka perlahan bergeser ke hal-hal ringan, seperti kebiasaan unik teman-teman kuliah, cerita lucu masa SMA, dan pengalaman aneh selama kegiatan kampus. Tawa kecil mereka sesekali terdengar di ruang perpustakaan yang tenang.Tiba-tiba, Mecca muncul di pintu, membawa minuman dari kantin. Matanya membelalak melihat Nura duduk berdua dengan pria asing itu.“Eh?! Nura… siapa tuh?!