[MATURE CONTENT R-18] Two cousins. An enormous inheritance. Two conditions. And a six-month deadline. Declan Laxamana, a self made billionaire at the age of twenty-seven, encountered a predicament regarding his grandfather’s last will. Don Carlos Laxamana, the patriarch of the Laxamana Real Estate Companies, passed away with a ridiculous conditions on his will that Declan, and his cousin Crem Laxamana has to abide before they could get their hands on the enormous inheritance the late Don left. Declan has no desire with his grandfather’s fortune as he has made his own name in the business industry and is a billionaire himself, but a property verbally given to him by Don Carlos Laxamana is at stake. Secret Cliente Resort, a private island in Batanes that Declan developed and is famous among the business elite might fall in the hands of Hideo Laxamana, the adopted grandson of the late Don Carlos, along with his position as COO if the conditions of the will are not met. What is he willing to do for the inheritance that is rightfully his?
Lihat lebih banyak“Kau tahu, kecerdasan itu diturunkan dari ibunya?”
Lila mengangguk mengiyakan ucapan Sekar, ibu mertuanya. “Itu sebabnya mama memilihmu untuk menjadi istri Sean, untuk melahirkan keturunan-keturunan yang cerdas bagi keluarga Wismoyojati.” Dahulu Lila adalah salah satu mahasiswa pintar yang mendapatkan beasiswa dari perusahaan Wismoyojati. Saat magang di perusahaan itu, Lila menunjukkan kinerja yang sangat baik, hingga membuat Sekar begitu tertarik kepada dirinya. Bahkan untuk bisa mendapatkan dirinya saat itu, Sekar membanjiri keluarga Lila dengan begitu banyak hadiah, agar Lila bersedia menikah dengan Sean, putra tunggalnya. “Tapi setelah mama pikir-pikir, setelah dua tahun pernikahan kalian, apa gunanya memiliki menantu yang cerdas kalau ternyata mandul?” Lila menunduk menyembunyikan kegetiran hatinya. Setelah dilambungkan setinggi langit, lalu dijatuhkan hingga hancur berantakan. “Sean adalah pewaris tunggal di keluarga Wismoyojati, apa jadinya jika dia tidak memiliki keturunan?” tanya Sekar dengan tatap mata yang tajam. “Keluarga ini butuh penerus, bukan hanya untuk meneruskan trah Wismoyojati, tetapi juga untuk melanjutkan kepemimpinan di perusahaan. Jika kamu tidak bisa memberi keturunan maka pilihanmu hanya dua, cerai atau poligami.” Berulang kali Lila menghela napas dalam-dalam berusaha untuk menenangkan hatinya, menata hatinya yang hancur dan berdarah-darah. Lila hanya bisa diam tidak tahu harus memberi tanggapan apa lagi terhadap ucapan ibu mertuanya. Keheningan merambat membuat suasana terasa sangat mencekam. Hingga suara langkah kaki mengalihkan perhatian pasangan mertua dan menantu tersebut. “Maaf, saya terlambat,” ucap Sean sambil menghampiri Lila, kecupan singkat dia labuhkan ke kening istrinya. “Meetingnya baru selesai.” Sean mengambil posisi duduk tepat di samping Lila, menunjukkan keharmonisan rumah tangganya di hadapan Sekar. “Kalian berdua sibuk kerja, terus kapan mau beri mama cucu?” tanya Sekar dengan nada kesal. Bukan hanya karena banyak temannya yang sudah memiliki cucu, tetapi ada kebutuhan yang mendesak yang berhubungan dengan keberlanjutan perusahaan keluarga Wismoyojati. “Lagi on process, Ma,” sahut Sean sambil mengalihkan pandangan ke arah Lila yang menundukkan kepala, lalu dia meraih tangan Lila dan menggenggamnya dengan erat. Bukan untuk berbagi beban, tetapi untuk menyempurnakan sandiwara. “Prosas-proses, dari dulu proses terus nggak jadi-jadi. Kalau memang ladangnya tidak subur, mungkin bisa mencoba cari ladang lain.” Sean tersenyum tipis mendengar kalimat kiasan dari sang mama, sementara Lila tetap diam, merasa tidak berguna. Sekar bangkit dari duduknya lalu. “Sudah waktunya makan siang,” ucap Sekar sambil melangkah menuju ke ruang makan. Lila dan Sean mengikuti di belakang. Mereka menikmati makan siang dalam suasana yang hening. Lila tampak tidak berselera dengan hidangan di depan matanya. Ucapan Sekar sampai saat ini masih terngiang di benaknya, menyita konsentrasi dan fokus berpikirnya. Setelah selesai makan siang bersama, Lila dan Sean harus kembali ke kantor masing-masing. Kini keduanya sudah berada di dalam mobil Sean, mengisi waktu dengan obrolan ringan. “Tadi ngobrol apa saja sama mama?” tanya Sean dengan nada dingin dan datar. “Biasa,” jawab singkat Lila, terlihat enggan untuk membahasnya. “Masalah cucu lagi?” Sikap diam Lila diartikan ‘ya’ oleh Sean. “Kamu ngomong apa?” tanya Sean Lagi. Lila menggelengkan kepala. “Tidak ada, aku hanya mendengarkan saja.” Sean melirik Lila dan berkata dengan tenang. “Dulu mama memiilih kamu karena kepintaranmu.” Lila mengalihkan pandangan ke samping, melihat bahu jalanan sambil menyeka air matanya. Pujian Sean justru terdengar layaknya hinaan. Lila sadar, keberadaannya di keluarga Wismoyojati karena Sekar yang menginginkan dirinya sebagai menantu, bukan Sean yang ingin memperistri dirinya. Sampai dua tahun usia pernikahan, hubungan mereka tetap kaku tidak ada kemajuan berarti, terlihat hangat dan romantis hanya di depan Sekar dan publik saja. Terdengar suara dering ponsel Sean. Mata Lila sempat menangkap nama Bella tertulis di layar ponsel Sean. Lila tahu, Bella adalah sekretaris Sean, sosok wanita yang lebih banyak membersamai Sean daripada dia, istrinya. “OK, aku jemput kamu,” ucap Sean saat berbicara melalui ponselnya, tanpa mempedulikan perasaan Lila. Sean segera meletakkan ponsel ke tempat semula. Pandangannya langsung teralihkan ke Lila yang duduk di sampingnya. “Setelah ini aku ada meeting dengan klien, jadi tidak bisa mengantarmu kembali ke kantor.” Lila hanya mengangguk lemah, dia hanya bisa menerima semua perbuatan Sean. “Aku bisa pesan taksi.” Tidak ada gunanya bersikap manja di hadapan Sean, karena tidak akan berhasil menarik perhatiannya sama sekali. Seputus asa itu Lila menghadapi Sean dan menjalani pernikahan ini. Sean menghentikan mobilnya di depan sebuah restaurant mewah. Tampak di sana Bella sudah menunggu, sekretaris cantik dan seksi yang selalu menemani suaminya. Tanpa banyak bicara dan pamitan, Lila segera keluar dari mobilnya. “Selamat siang, Bu Lila,” sapa Bella dengan ramah. “Siang,” balas Lila dengan seulas senyum di bibirnya. Bella pun segera memasuki mobil mewah milik Sean, dan duduk di posisi yang sebelumnya diduduki oleh Lila, di samping Sean. Cemburu, marah? Lila hanya bisa menebalkan hatinya, sudah biasa dia merasakan pengabaian dari Sean. Rasa putus asa mulai menyergap dalam hati, mungkin mengakhiri pernikahan ini adalah jalan terbaik untuk masa depannya, untuk kebahagiaannya. *** Malam merangkak semakin larut. Sebelum tidur Lila memeriksa beberapa email yang masuk, sebagai persiapan esok hari. Suara pintu kamar yang ketuk mengalihkan perhatian Lila. Sudah pasti itu Sean, karena mereka tinggal berdua di apartemen, terpisah dari Sekar. Lila terkejut melihat Sean berdiri di depan pintu dengan penampilan yang berantakan dan sorot mata yang tajam. Tampaknya dia baru saja menjalani hari yang berat. “Aku pusing.” Lila meneguk ludah dengan kasar, sudah tahu dan hafal apa yang diinginkan suaminya jika sudah berbicara seperti itu. Lila membuka pintu lebih lebar, memberi jalan kepada Sean untuk memasuki kamarnya. Setelah Sean sudah masuk, dengan perlahan Lila menutup pintu. Dia ingin menenangkan dirinya barang sejenak, sebelum menjalankan tugasnya sebagai seorang istri. Sean membuang jasnya sembarang, lalu pandangan kembali tertuju kepada Lila. Tidak sabar, Sean segera menghampiri istrinya. “Lamban!” Sean mendorong pintu dengan kedua lengan yang mengungkung tubuh Lila. Semilir hangat hembusan napas menyapa leher Lila, membuatnya mendesah gelisah diambang kepasrahan. Suara yang tidak sengaja lolos dari bibir Lila layaknya bensin yang membakar gairah Sean. Sean membalik tubuh Lila. Kini mereka dalam posisi saling berhadapan, hingga membuat Sean dengan mudah meraup rakus bibir ranum Lila. Sungguh tidak sabar, Sean segera mengangkat tubuh Lila menuju ke peraduan mereka. Seperti biasa, Sean bukanlah pria yang egois di atas ranjang, dia akan memberi kesempatan kepada Lila untuk mencari kepuasannya sendiri, dengan bergerak liar di atas tubuhnya. Hingga saat Sean merasa harus kembali mengambil alih kendali, dia mengubah posisi membuat Lila berada dibawahnya. Suara desah dan erangan bersahutan, peluh pun bercucuran. Perburuan kenikmatan itu telah hampir mencapai puncaknya. Kembali Lila harus menelan kekecewaan. Saat pekik kenikmatan itu tidak tertahan lagi, ternyata harus dibarengi dengan lelehan air mata, kala Lila merasakan cairan kental menumbuk dagunya. Jika pada saat awal pernikahan, Lila bisa menerima sikap Sean sebagai upaya untuk menunda memiliki momongan, tentu tidak dengan sekarang. Setelah dua tahun pernikahan, Sean tetap sama. Setiap kali melakukan hubungan suami istri, Sean selalu menggunakan pengaman. Jika dia sampai lupa, maka Sean akan membuangnya di luar seperti yang baru saja dia lakukan. Lila merasa betapa tidak berharga tubuhnya. Sean tidak pernah memperlakukan dirinya selayaknya seorang istri, tetapi hanya sebagai pelampiasan hasrat biologisnya saja.HERA'S POV Nagpatuloy ang preparations ko for the engagement party kahit puyat ako kakaisip sa mga bagay bagay. The event planner and I started the meeting around ten in the morning at natapos kami ng two in the afternoon. We stayed in the mansion while I share the ideas I want her to incorporate for this event. Sa bawat ideyang sinasabi ko ay ipinapakita niya sa akin ang portfolio niya showing something similar sa mga sinasabi ko, kaya mabilis at maayos naming natapos ang meeting for today. Siya na ang bahala sa lahat ng napag-usapan namin, and I'll just supervise from time to time. Naipaprint na din ang mga invitations at ibibigay ko ang mga ito kay Declan mamaya pag-uwi nya. Wala naman kasi akong iimbitahang pamilya o kaibigan man lang. Medyo nagcocontemplate na din ako if iinvite ko nalang ba ang mga kapatid ni papa or mga kamag-anak ko sa side ni mama, para hindi naman nakakahiya sa side ng soon-to-be bride na wala man lang kahit na isang pupunta. At patungkol naman dito highsc
HERA’S POV “Oh my god, Hera, ikaw nga!” Halos sumigaw ito sa loob ng botique. Ramdam ko ang hilaw na ngiti na gumuhit sa labi ko nang makilala kung sino. Sa lahat naman ng pwedeng makita rito ay dating kaklase ko pa, and not just a classmate kundi si Jennete Martinez pa talaga. Kung sa boys ay may Declan, ang representative naman ng mga babaeng bully sa classroom ay si Jennete. She’s the typical annoying ‘It Girl’ na ayaw na ayaw na nasasapawan ng ibang babae sa classroom. And this woman had the biggest crush on Declan. Sa naaalala ko nga, pinagkakalat nito noon na silang dalawa ni Declan ang King and Queen of La Oriente Academy, ang school na pinapasukan namin dati. “Girls, look! It’s Hera!” Nagulat ako ng bigla siyang may tinawag. And oh my gosh, never in my life na gusto ko nalang lamunin ng lupa. It’s Jennete and her group of friends, Alice and Sophie. The most annoying trio of LaOriente Academy. “Oh my god, si Hera nga!” Halos sabay nilang sabi. “Hi, guys.” Awkward akong napa
HERA’S POV “Declan,” Napabangon ako bigla. “Oh my god, hindi ka ba marunong kumatok?” Inis kong dugtong. Ang sarap batuhin ng unan eh. “Well be married soon, so what’s the big deal?” Sagot nito. “Big deal kasi hindi pa tayo kasal! What if nagbibihis pala ako?” Singhal ko sa kanya. “Even better then.” Ngumiti ito ng maloko. “Sira ulo!” Inis kong usal at tumayo. “What do you want? Nagawa ko naman ng maayos ang pakikipag-usap kay attorney ah!” I added. Akala ko pagkaalis ni Attorney Hidalgo ay babalik na ito sa trabaho. “I’ll be busy with work, so ikaw na ang bahala para sa engagement party nating dalawa.” Sagot niya na nagpagulat sa akin. “Engagement party?” Ulit ko. “Yes. Use the card I gave you, if it’s not enough, I’ll give you more money to spend.” Saad nito. Hindi naman iyon ang ibig kong sabihin. Bakit kailangan pa naming magpaengagement party? “Ang ibig kong sabihin, bakit kailangan pa nating magpaengagement party? It’s not like it’s a marriage we both want, so bakit ka
HERA'S POVIkasampung araw ko na ngayon rito sa bahay ni Declan. Normal lang na kumalat ang balita na may babae siyang inuwi sa bahay niya. Iyon rin siguro ang dahilan kung bakit nakarating sa abugado nito ang tungkol sa aming dalawa. I think an attorney is better, kumpara myembro ng pamilya niya ang pumunta rito para makita ako. He doesn't live with his parents, at wala rin itong binabanggit na ipapakilala niya ako sa mga ito. Don't tell me, ulila na siya?Anyway, kaninang umaga ay itinuloy namin ang naudlot naming pag-uusap kagabi dahil sa kung ano anong kalokohang pinaggagagawa niya. Ang nakakainis lang ay parang ako lang ang apektado sa nangyaring iyon. He's acting like nothing happened, expertise ata niya ang magpatay malisya just like when he kissed me inside his car. He informed me that Attorney Hidalgo will arrive around two in the afternoon, and now I only have three hours to prepare. I have to do well on this, kasi kung hindi, baka magalit sa akin tong lalaking to kapag hin
HERA'S POV"W-What do you mean to see me?" Napabalik ako sa loob at isinara ang pinto."Seat." Utos nito."No," I crossed my arms. "Mamaya ano nanamang gawin mo sa akin." Inis kong saad."So you came here thinking I'll do something again?" Tumayo siya at lumapit sa akin."D-Declan," Bahagya ko siyang itinulak dahil masyado siyang malapit. Pero sa halip na lumayo ay mas lalo pa siyang lumapit, dahilan para mapaatras ako hanggang sa tumama ang likuran ko sa may pinto. "Declan, ano ba!" Napataas ako ng boses.He trapped me between his arms, at kahit subukan kong umalis ay inihaharang lang niya ang kamay niya habang nakasuot ng blankong ekspresyon sa mukha."You're as beautiful as the last time I saw you, Helaena." Bulong niya.I could smell the wine in his breathe. "Declan, are you drunk? Kung lasing ka na ay ipagpabukas nalang natin ang pag-uusap, okay?" Sinubukan ko uling itulak ang kamay niya, nagbabakasakaling sa pagkakataong ito ay pakawalan na niya ako, but still he didn't move.Ki
CHAPTER 7 HERA’S POV My prediction was wrong, it took 35 minutes for them to pack it all. Dagdagan mo pang hindi nakakatulong itong si Declan. He was randomly adding stuff to my already piled-up purchases. On a side note, okay na rin na biglang sumulpot tong lalaking to, so I don't have to deal with my sister anymore. Cheska has been giving me looks for the past 35 minutes. Kung hindi nga lang siguro dahil sa inasal niya sa akin kanina o sa presensya ng mama ni Kian ay kating kati na itong magtanong kung sino ang lalaking kasama ko. Hinawakan ko ang kamay ni Declan at katulad kanina, nilalambing ito. He's giving me weird looks now like 'have you gone crazy, woman?' is the only thing playing in his head. They help us load everything into Declan's car. Pero sa sobrang dami ay hindi nagkasya ang mga ito. We have no other choice but to have it delivered to his mansion. "S-Sorry kung natagalan ako sa loob, and about what I did earlier—" Natigilan ako sa pagpapaliwanag when he suddenl
Maligayang pagdating sa aming mundo ng katha - Goodnovel. Kung gusto mo ang nobelang ito o ikaw ay isang idealista,nais tuklasin ang isang perpektong mundo, at gusto mo ring maging isang manunulat ng nobela online upang kumita, maaari kang sumali sa aming pamilya upang magbasa o lumikha ng iba't ibang uri ng mga libro, tulad ng romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel at iba pa. Kung ikaw ay isang mambabasa, ang mga magandang nobela ay maaaring mapili dito. Kung ikaw ay isang may-akda, maaari kang makakuha ng higit na inspirasyon mula sa iba para makalikha ng mas makikinang na mga gawa, at higit pa, ang iyong mga gawa sa aming platform ay mas maraming pansin at makakakuha ng higit na paghanga mula sa mga mambabasa.
Komen