Share

Bab 2

Author: Nanaz Bear
last update Last Updated: 2025-04-24 16:33:37

"Mbak Nara, Mbak habis nangis? Kok matanya sembab begitu?" tanya Sofia, adik perempuan suamiku yang baru beberapa hari lalu lulus SMA. Dalam rumah ini hanya dia yang memperlakukanku dengan baik. Mungkin karena alasan itulah aku cukup dekat dengannya.

"Aku cuma lagi kangen sama Almarhum Ibu dan Ayah," jawabku berbohong. Namun sesuai dugaanku Sofia tak langsung mempercayai jawabanku.

"Mbak, kalau ada masalah lebih baik cerita saja ke aku. Siapa tahu bisa sedikit mengurangi beban Mbak Nara. Aku tahu Mbak menderita tinggal di rumah ini. Maaf ya Mbak kalau keluargaku selalu memperlakukan Mbak dengan tidak baik." Sofia menggenggam tanganku seolah menyalurkan kekuatan untukku yang tengah terluka. Aku selalu terharu dengan kebaikan wanita itu padaku.

"Kamu enggak perlu minta maaf Sofia. Ini bukan salahmu ataupun keluargamu. Menantu miskin sepertiku memang tidak ada gunanya. Aku paham kenapa mereka tidak mau menerimaku," air mataku mengalir semakin deras. Sungguh aku menangis bukan karena ingin ingin di kasihani Sofia. Aku juga berusaha menghentikannya agar Sofia tak perlu melihatnya. Namun tetap tidak bisa.

"Mbak Nara jangan bilang begitu. Enggak baik. Menurutku Mbak itu kakak ipar paling baik yang pernah ada. Mbak tulus mengabdi di rumah ini. Cuma orang-orang disini saja yang enggak sadar atau pura-pura buta!"

Mendengar ucapan Sofia rasanya aku mendapat sedikit kekuatan. Aku mulai berpikir untuk menceritakan masalahku kepadanya. Aku ingin meminta solusi pada Sofia bagaimana caranya menghadapi wanita jahat seperti Adel. Namun sebelum sempat melakukannya tiba-tiba ibu mertuaku muncul dengan wajah sangarnya.

"Kamu kok mau-maunya dengerin curhatan perempuan cengeng ini Sofia? Dia itu selain bisa nangis dan mengeluh bisa apa lagi?" suara ibu mertuaku terdengar dingin tanpa perasaan. Hatiku yang tadi sedikit membaik tiba-tiba kembali remuk. Airmataku pun semakin deras mengalir membuat ibu mertuaku semakin muak.

"Bisa berhenti nangis enggak kamu? Tiap hari kerjaannya cuma nangis! Enggak capek apa?" bentaknya, membuatku semakin ketakutan.

"Bu, bisa enggak jangan kasar-kasar sama Mbak Nara? Salah apa dia sebenernya sama Ibu sampai Ibu begitu membencinya?" Sofia langsung berdiri di depanku seperti biasa menjadi pelindungku. Bagiku dia jauh lebih membelaku dibanding suamiku sendiri.

"Kamu masih tanya kesalahan Nara apa, Sofia? Kamu sendiri tahu Ibu dan Ayah paling benci sama orang miskin! Coba saja Nara selevel dengan keluarga Adel, Ibu pasti enggak akan pernah membencinya!"

Meski ucapan itu bukan pertama kalinya keluar dari mulut mertuaku tetap saja terasa menampar telingaku. Aku terlahir di keluarga miskin juga bukan kemauanku. Namun meski begitu aku tak pernah malu dan menyesal karena meski kedua orang tuaku miskin, tapi mereka begitu bekerja keras membesarkan ku hingga aku bisa lulus kuliah dan bekerja di perusahaan ternama sebelum menikah dengan Bang Galih. Sayang sekali baru sebentar bekerja, orangtuaku meninggal karena sebuah kecelakaan. Dan saat aku terpukul dengan kepergian orangtuaku, aku dikenalkan dengan Bang Galih oleh keluarga pamanku. Bang Galih yang nampak baik dan begitu perhatian denganku membuatku luluh dan setuju untuk menikah dengannya. Dan beberapa bulan setelah pernikahan kami, Bang Galih membujukku untuk berhenti bekerja. Bodohnya, aku setuju saja dengan permintaannya.

Seandainya saat awal menikah aku tidak berhenti bekerja, aku yakin aku bisa mengumpulkan banyak uang dan membuat bangga keluarga suami. Sayang sekali penyesalanku tidak berarti lagi. Sekarang aku cuma menjadi seorang istri yang hanya bisa mengandalkan uang suami untuk bertahanhidup.

"Bu, kok tega sih selalu ngomong kayak gitu? Bukannya sebelum Ayah sukses dengan toko bangunannya, kita juga pernah hidup serba kekurangan? Ibu lupa atau pura-pura lupa masalalu kita?" Sofia membalas dengan nada tinggi, tak habis pikir dengan pemikiran ibunya.

"Justru karena Ibu pernah merasakan susahnya hidup miskin, Ibu enggak mau lagi hidup dalam kesusahan! Kalau saja dulu Galih mau menerima perjodohan dengan anak teman ibu yang punya toko emas, hidup kita pasti lebih terjamin!"

Sofia menggelengkan kepalanya. Tampak kecewa dengan ibunya sendiri.

"Mbak, kita ke kamar aja yuk. Kalau di sini terus, bisa ketularan gila kita nanti!" ajaknya setengah berbisik.

"Dasar anak kurangajar! Sudah dicuci kamu sama si miskin ini sampai-sampai berani bicara begitu sama Ibu!" teriak ibu mertuaku. Dia baru saja ingin berdiri dari sofa ketika Adel datang memperburuk suasana.

"Ya ampun, Bu. Ibu kan punya darah tinggi jadi jangan marah-marah begini. Nanti darah tinggi Ibu kumat loh!" ujar Adel kemudian menoleh ke arahku dan Sofia.

Lalu dengan wajah menyebalkan dia berkata, "Kalian ini enggak bisa ya bicara lebih lembut sama Ibu? Kalau darah tinggi ibu kumat siapa yang mau tanggungjawab?"

Setelah puas mencibir, Adel mulai merayu ibu mertuaku agar menjauh dari kami.

"Udah, kita kekamar aja ya, Mbak. Enggak usah dengerin orang-orang zalim itu," Sofia menarik tanganku dan aku menurut. Kami pun masuk ke kamar, dimana Sofia terus menghiburku hingga jam menunjukan pukul satu siang.

Tiba-tiba suara ibu mertuaku terdengar lantang mengagetkan kami.

"Sofia, makan!"

Sofia pun mengajakku ke meja makan. Aku ingin menolak dan memilih makan sendiri setelah semuanya selesai tapi Sofia terus memaksa.Akhirnya aku berani mengikuti langkahnya.

Saat sampai di meja makan aku melihat hanya ada Ibu dan Ayah mertuaku saja.

"Loh, kok cuma ada Ibu dan Ayah? Mbak Adel mana? Kok enggak ikut makan?" tanya Sofia sambil mencentong nasi.

"Ibu menyuruhnya mengantar nasi ke toko buat Galih. Kasihan punya istri tapi kayak enggak punya istri. Semua serba sendiri!"

Aku tersentak. Seketika dadaku terasa sesak.

"Bu, kenapa enggak nyuruh aku saja? Mas Galih itu suamiku, bukan suami Adel," ucapku. Untuk pertama kalinya berani protes.

Ibu mertuaku melirikku dengan tatapan merendahkan.

"Lah, kerjaan kamu cuma ngurung diri di kamar. Enggak ada inisiatif sedikit pun buat ngurus suami. Lihat tuh Adel, meski lebih muda dari kamu dia lebih bisa merawat suami dibanding kamu!"

Ucapannya membungkamku. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Sofia yang geram akhirnya ikut bicara. "Bu, Ibu nyuruh Mbak Adel nganter makanan ke Bang Galih apa enggak takut Bang Rudy salah paham? Kalau Ibu nggak mau jaga perasaan Mbak Nara setidaknya jagalah perasaan Bang Rudy. Kalau dia cemburu dan salah paham gimana coba?"

Ibu mertuaku terkekeh kecil. "Rudy itu orang terpelajar enggak mungkin berpikiran picik kaya Nara. Rudy pasti paham Adel baik sama Abangnya karena kita ini keluarga."

Aku mengepalkan tangan di bawah meja berusaha menahan gejolak amarah yang mendidih di dadaku. Picik? Aku yang picik? Bagaimana bisa dia mengatakan itu padaku sementara jelas-jelas dia yang membiarkan Adel berlaku kelewat batas pada suamiku. Dadaku terasa sesak oleh kemarahan yang tertahan. Aku ingin membalas ucapannya, ingin meneriakan segala ketidakadilan yang selama ini kutelan bulat-bulat. Tapi apa gunanya? Aku tahu tak peduli sekeras apa pun aku mencoba membela diri, di matanya aku tetaplah perempuan rendahan yang tak punya hak untuk berbicara.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 73

    Hari itu langit cerah, tapi hati Nara justru mendung. Dengan langkah berat, ia kembali masuk kerja meski hatinya penuh gejolak. Ia tahu, hari-hari menyedihkannya yang penuh dengan ejekan, hinaan, sindiran dan tuduhan kejam dari rekan-rekan kerjanya mungkin akan kembali ia rasakan terutama dari Lusi, teman dekat yang kini berbalik jadi musuh.Nara sendiri tak tahu bahwa Lusi sebenarnya sudah tak bekerja lagi di perusahaan itu. Yang ia tahu hanyalah bayangan buruk yang menunggu di balik pintu kantor. Dengan helaan nafas panjang, ia melangkah masuk ke ruangannya seakan sedang menyiapkan perisai untuk menghadapi hujatan yang pasti akan datang."Semua akan baik-baik saja, Nara. Pak Justin bilang aku tak boleh lari lagi dari masalah," gumamnya, berusahael menyemangati diri sendiri meski suaranya bergetar.Namun, sesampainya di meja kerjanya, ia justru dibuat bingung. Semua orang yang biasanya menyambutnya dengan cacian kini diam. Tak ada satupun yang menatapnya apalagi melempar sindiran."K

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 72

    "Bang, besok pagi pinjemi aku baju. Aku mau kerja lagi." ucap Justin mantap, tatapan matanya penuh tekad.Erryl yang bersandar di sofa menoleh terkejut, keningnya berkerut. "Kau tak takut lagi kalau Ayahmu akan menangkapmu?" tanyanya dengan nada serius."Sebenarnya takut," Justin menarik nafas panjang lalu menghembuskannya berat, "tapi aku enggak bisa biarin Nara celaka. Lusi pasti akan berbuat macam-macam di kantor."Erryl menyandarkan tubuh ke depan, suaranya tenang tapi tegas. "Lusi sudah kupecat, dia tidak bisa menyakiti Nara di perusahaan. Untuk sekarang, setidaknya perusahaan tempat paling aman untuknya."Justin terperanjat, "Dipecat?" Tanyanya seolah tak percaya."Iya. Siang tadi Ayahmu datang dan hampir saja menggeledah rumah Nara kalau aku tak mencegahnya. Dan kau tahu dalang di balik semua ini?" Erryl menatap lurus ke arah Justin."Lusi, kah?" Justin balik bertanya, suaranya bergetar menahan emosi."Betul sekali. Makanya setelah tahu aku langsung memecat wanita itu dan menyu

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 71

    "Bang, kamar tamu kok banyak barang. Enggak diberesin dulu apa biar aku bisa tidur dengan nyaman?" tanya Justin sambil keluar dari kamar tamu dengan wajah masam.Erryl yang tengah bersandar santai di sofa menoleh sejenak, alisnya sedikit terangkat. "Barang?" gumamnya berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk pelan. "Oh, itu semua barang Bastian. Mungkin karena buru-buru, dia enggak sempat bawa pulang."Justin berjalan mendekat lalu menjatuhkan tubuhnya di sofa, tepat di samping Erryl. "Barang Bastian? Bukannya dia sekarang ada di luar kota?" tanyanya curiga."Tadi aku ada urusan mendesak dengannya," jawab Erryl sambil menatap ke langit-langit mengenang kembali rasa kecewa yang beberapa jam lalu ia rasakan. "Aku kan suruh dia pulang hari ini, dan jujur aku lega sekali karena semua urusan ini selesai meski aku ngerasa sedikit kecewa dengan keputusan akhir yang dia ambil."Justin memberanikan diri menatap wajah abang sepupunya. "Apa ini soal Lusi?" tanya Justin hati-hati.Alis Erryl l

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 70

    Setelah Justin tertangkap basah berada di dalam rumah Nara, kini mereka bertiga duduk di ruang keluarga. Suasana terlihat begitu tegang."Nara, apa maksudnya ini? Justin tinggal di rumahmu tapi kamu tak memberitahuku?" tanya Erryl dengan tatapan tajam yang membuat udara di ruangan seakan menipis."Nara enggak salah, Bang. Aku yang memohon sama dia untuk diizinkan tinggal di sini tanpa memberi tahu siapapun!" sela Justin cepat seolah ingin membela Nara."Kamu juga sama. Punya masalah sebesar ini bukannya mencariku malah datang ke Nara. Kamu sadar enggak kalau Ayahmu tahu kamu ada di sini, ini bisa jadi masalah serius!" Suara Erryl meninggi, nadanya penuh geram."Kamu itu dekat dengan Ayahku maka dari itu aku enggak bisa mempercayaimu. Menurutku rumah Nara merupakan tempat paling aman. Ayahku enggak akan pernah curiga aku tinggal di sini!" Balas Justin, matanya menantang.Padahal, ingin rasanya Erryl mengatakan pada Justin tentang kejadian tadi siang saat Ayah Justin hampir saja datang

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 69

    "Kak Erryl, boleh aku masuk?" Suara Bastian terdengar ragu saat melihat pintu kamar Erryl tidak tertutup rapat.Erryl yang duduk di tepi ranjang mengangkat kepalanya. "Aku memang sengaja tidak mengunci pintu karena menunggumu. Jadi gimana? Apa kau sudah menyelesaikan masalah dengan istrimu? Kau akan meninggalkan wanita jahat itu kan?" tanya Erryl penasaran.Bastian menarik nafas panjang seperti sedang mengumpulkan keberanian sebelum berbicara. "Maafin aku, Kak!" Hanya itu yang keluar dari bibirnya, suaranya bergetar."Maaf? Kenapa kau minta maaf?" Dahi Erryl berkerut, firasatnya langsung buruk."Jangan bilang kau mau memberikan kesempatan kedua untuk wanita itu!" ucap Erryl cepat, matanya tajam menatap adiknya.Bastian menunduk. "Kak, aku enggak bisa hidup tanpa Lusi. Aku belum siap kehilangannya. Maaf kalau aku mengecewakanmu!" Bastian berbohong, itu jelas bukan alasan sebenarnya membatalkan cerai. Tapi sayangnya dia tak mungkin mengatakan alasan sebenarnya pada pada sang kakak.Erry

  • ISTRI ADIK IPARKU YANG KEGATELAN   Bab 68

    "Sayang, aku bisa jelasin semua. Ini enggak seperti yang kamu pikirkan!' suara Lusi bergetar, matanya memohon, mencoba meraih tangan suaminya.Namun tanpa sepatah kata, Bastian langsung mengayunkan tangannya. Plak!Tamparan keras itu mendarat di pipi Lusi. Rasa panas membakar kulitnya dan air mata seketika mengalir. Bukan hanya sakit yang Lusi rasakan tapi juga malu. Apalagi Bastian melakukannya di hadapan Erryl."Kak, aku minta maaf. Aku enggak tahu istriku segila ini sama kamu!" ucap Bastian dengan suara berat menahan amarah."Maaf!" ucapnya lagi.Erryl menatap dingin. "Kalau bukan karena menjaga perasaanmu, aku sudah memasukan wanita jahat ini ke penjara. Sekarang, aku kasih waktu kalian selesaikan masalah ini sendiri. Aku dukung seratus persen kalau kamu mau membuangnya. Dia bukan istri yang baik!" Nada suaranya penuh kebencian tapi ia memilih menjauh tanpa ingin ikut campur. Erryl kemudian berbalik meninggalkan ruangan.Begitu Erryl pergi, Lusi langsung meraih lengan Bastian. "B

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status