MIB-2
Eksim di pantat yang tidak sembuh-sembuh sepanjang musim. Dari musim duren sampai musim rambutan.“Woy, tolong kondisikan ketawa lu!” sengit Zivanka kepada Juno.“Ih amit, gelay.” Nia bergidik saat melihat Juno ngakak sampai ngeces.“Ada yang elitan dikit nggak kutukannya?” Di sela-sela tawa, Juno mengejek.“Diam nggak, lu? Mau gue timpug, nih?” Zivanka yang kesal bersiap dengan botol wiski.Juno terpaksa menyudahi tawanya yang terpingkal. Padahal jarang-jarang ada lawakan manjur begini. Sayangnya ini bukan lawakan, tetapi sesuatu hal serius bagi Zivanka. Berhubung Juno sudah diam, botol wiski yang masih di tangan langsung ditenggak Zivanka.“Duh, bahaya guys!” Mala tepuk jidat.Mabuknya Zivanka adalah sebuah musibah bagi mereka. Dalam keadaan normal saja sudah bar-bar, apalagi dalam keadaan dipengaruhi alkohol. Jiwa kerasukannya akan keluar dan sungguh memalukan. Kalau sudah memalukan tingkat dewa, Nia, Mala juga Juno akan menyerahkannya kepada sopir taksi untuk mengantar pulang.“Biarkan saja, dia lagi frustasi.” Nia menanggapi maklum.“Ya udah, kita siap-siap pasang muka tembok.”Baru Juno selesai berucap, rupanya wiski sudah membuat Zivanka teler. Gaya saja yang badung, begitu minum langsung jeprut urat malunya.“Guys, yok ajeb-ajeb!” teriak Zivanka memimpin ke dancefloor.Para pengunjung lain yang tengah dance memberi ruang buat ia bergabung. Sesuai prediksi, goyangan Zivanka selalu mencuri atensi. Seakan kelebihan stok energi, ia terus berjoget. Dari mulai goyang keramas, goyang kucek baju hingga goyang khasnya yang mirip orang kesurupan. Kepala geleng-geleng, mata merem tiba-tiba melotot, tangan serta kaki mencak-mencak, jaipongan dan lompat katak. Begitulah gaya Zivanka yang lupa diri akibat alkohol. Maka dari itu, ia jarang ikut minum.Pengunjung yang mulanya merasa heboh dengan goyang Zivanka, pada akhirnya mundur dan ketakutan. Kalau sudah begini, terpaksa Juno serta temannya menyeret Zivanka untuk pulang. Namun, karena kondisi mereka yang sama-sama mabuk, jadi tidak pernah ikut mengantar.“Taksi!”Setelah mendapatkan sopir langganan yang diterawang jujur, adil, dan beradab, Zivanka langsung diserahkan. Seperti biasa, sopir mengantar penumpang absurbnya tersebut ke kediaman Baskara Kalala. Tiada lain adalah orang tua dari Zivanka sendiri.“Astaga, Ziva!” Baskara berteriak mendapat kelakuan putri satu-satunya itu.Ingin rasanya cakar tembok karena tak tega cakar anak sendiri. Sungguh tekanan darah Baskara bisa melonjak kayak harga diri yang terinjak.“Hallo, Ferguso!” Zivanka menyapa papinya sambil sempoyongan.“Ziv, tega bener kamu. Masa Papi disamain dengan 4n jing milik si Marimar.” Protes Baskara rasanya sia-sia.“Duh, kenapa si Ziva kemari? Harusnya kan dia di hotel sama ustaz mantu.” Mira yang baru keluar kamar keheranan.“Itu dia, Papi juga nggak tahu. Keknya si Ziva mabuk, Mi.”“Astaga, kenapa putri kita gini amat?”“Mami sih, dulu ngidamnya numpang mandi mulu di Mall, jadi malu-maluin kan si Ziva.”“Kok, malah Mami yang disalahin?” Mira yang tidak terima langsung berkacak pinggang.“Iya-iya, Papi yang salah.” Buru-buru melempar kesalahan kepada diri sendiri daripada urusannya jadi panjang nan rumit.Baik Baskara maupun Mira sama-sama memijat lutut saking pusingnya mendengar racauan Zivanka yang mengabsen penghuni Taman Safari. Pengantin wanita mana yang mabuk di malam pertama saat pengantin prianya seorang ustadz. Mau taruh di mana muka ini? Sama-sama bingung dan kewalahan dengan sikap Zivanka, akhirnya Baskara menghubungi Azkio.Dua puluh menit kemudian, Azkio datang dengan rasa bersalah. Karena di malam pertama saja, dia sudah gagal jagain Zivanka. Dia segera meminta maaf kepada mertua. Sadar betul kalau sudah menikah, sepenuhnya istri adalah tanggungjawab suami.“Ustaz mantu, kami sudah memilih Anda sebagai suami Ziva. Itu artinya kami yakin kalau Anda bisa jadi pawang yang diandalkan.” Baskara berucap penuh karismatis.“Iya, Pi. Sekali lagi maafkan saya,” sesal Azkio.Sejak awal orang tua Zivanka sudah berulangkali mengamanhkan. Tolong selamatkan putrinya dari kesesatan duniawi. Meski badung, dijamin masih segelan. Masih bisalah dicocok-cocokin dengan ustaz t!k t0k. Terkesan memaksa, tetapi sungguh ini adalah mimpi yang menjadi nyata.“Pi, andai kita punya mantu ustaz. Mungkin kita bisa terbebas kali ya, dari beban dosa si Ziva.” Mira mengutarakan mimpinya itu pada suatu malam sepulang dari pengajian partai.Usut punya usut, Baskara adalah salah satu caleg baru yang diusung oleh partai islam. Setelah bergabung dengan partai tersebut, cara pandangnya terkait agama ikut berubah 180 derajat. Karena mau tidak mau sering terlibat dalam pengajian rutin yang diselenggrakan petinggi juga kader. Sehingga perlahan hidayah menembus hati yang telah lama karatan.Begitulah awal mula sepasang suami-istri itu sangat menggebu-gebu ingin bermantukan ustadz. Kenapa Azkio? Kebetulan saja terlibat sengketa tanah wakaf dengan panti asuhan yang salah satu pengurusnya adalah Azkio.Saat pengadilan memenangkan gugatan Baskara, seharusnya bangunan panti yang sudah berpuh-puluh tahun itu digusur. Aih-alih menggusur, Baskara malah tertarik menukarnya dengan menjadikan Azkio sebagai menantu."Begini Ustaz, biar sama-sama enak. Tanah ini akan sepenuhnya jadi milik panti, tetapi ustaz harus mau menikahi putri saya,” tawar Baskara.“Kenapa harus dengan menikah, Pak?”“Tolonglah kami, Ustaz. Kami hanya orang tua yang tahunya cara bikin anak saja tanpa tahu bagaimana mendidiknya dengan benar.” Mira menimpali dan memohon.Sehingga setelah pertimbangan tujuh hari tujuh malam, Azkio pun menerima kesepakatan tersebut. Walau ia harus rela mengubur niatannya untuk memperistri Lily Anisyah, putri kandung dari pendiri panti tersebut. Tumbuh bersama dalam waktu yang lama dengan status kakak angkat, nyatanya membuat rasa cinta tetap bersemi.Azkio tersadar dari pikiran yang sibuk mengingatkan diri terkait asal mula status pernikahannya. Ia lekas hendak membangunkan Zivanka yang tampak tertidur pulas di sofa. Namun, sesaat kemudian mendadak Zivanka terperanjat dengan mata melotot."Ziva, sadar! Ada suamimu." Mira menepuk pundak putrinya.Bukannya sadar, Zivanka malah langsung berdiri. Kedua matanya terpejam, tetapi badannya aktif berjoget dengan gaya milk shake. Azkio seketika merinding. Terlebih Zivanka terus bergerak semakin mendekat."A'udzu billahi minassyaitanirrajim." Azkio melapalkan ta'awud."Argh!" Zivanka berteriak seraya membeliak seperti kepanasan.Azkio sigap mendudukkan istrinya kembali di sofa. Dipegang ubun-ubun serta dibacakan doa-doa untuk merukyah."Ustaz Mantu, kenapa Ziva dibacain doa-doa?" Mira penasaran.Azkio tidak langsung menjawab. Terlebih dahulu dia menyelesaikan bacaannya. Kemudian menghela napas dalam-dalam. Zivanka pun memejamkan mata seolah tertidur pulas."Maaf, Mi. Apa sebelumnya Ziva sudah sering ketempelan seperti ini?""Ketempelan?" Kening Baskara dan Mira mengernyit bersamaan."Iya. Ziva barusan ketempelan kan?"Seketika Baskara ingin tertawa, "mana ada dia ketempelan. Sebelum nempel, tuh demit sudah kewalahan duluan.""Ziva mabuk minuman, Ustaz," jelas Mira."Minuman keras? Astagfirullahaladzim!" Azkio tampak syok.Bayangan bara api neraka memenuhi pandangan mata. Azkio terus beristighfar memohon ampun. Baru sehari saja menjadi suami, ia sudah begitu lalai akan istrinya. Memang perkara keburukan Zivanka, sebelum menikah sudah disampaikan. Akan tetapi, tetap saja terkejut. Tidak mengira bahwa keburukan akan terlihat secepat ini."Makanya Ustaz mantu, tolonglah luruskan putri kami. Kalau nggak bisa benar-benar lurus, ya, jangan terlalu bengkoklah." Baskara meminta Azkio untuk membingbing Zivanka untuk kesekian kali.**Sekarang Azkio sudah berada di hotel lagi. Karena Zivanka masih tertidur pulas seperti orang tak sadarkan diri, terpaksa digendong sampai kamar."Ya, ampun. Berat."Segera dibaringkan ke atas bed. Namun, mendadak tangan Zivanka melingkar di leher Azkio serta mengunci."Hey, kutangkap kau!" seru Zivanka dengan suara teler. Lalu bibirnya monyong-monyong kayak ikan Koi.Azkio berusaha keras melepaskan diri. Sebab, tenaga Zivanka lumayan kuat juga. Ia tidak mungkin rela bibirnya tersentuh oleh bibir yang beberapa saat lalu menenggak alkohol."Bersihkan dulu badanmu!" titah Azkio begitu terlepas."Oh my God! Suamiku tidak mau mencium. Kutukan apalagi ini? Aku cantik, seksi, tapi nggak laku." Zivanka meracau, tak lama menangis."Ziv, kamu kenapa?" Azkio terkejut melihat tangisan istrinya yang seperti bocah tidak dikasih jajan."Gue pen rasain disosor, gue pen tahu rasanya melayang ke langit ke tujuh, ke delapan, sembilan, sepuluh."Azkio menggigit jari. Bingung cara hadapi orang mabuk. Zivanka sendiri masih meracau dan mengungkapkan segala rasa kesalnya. Dia cerita tentang kutukan yang menyiksa selama ini. Iri kepada teman yang bisa habiskan malam valentine bareng kekasih. Katanya ada yang lebih menyebalkan lagi. Yaitu orang tua yang tiba-tiba menuntut ia agar jadi anak salehah."Dasar ocang!" rutuk Zivanka."Ocang? Apa itu?" Baru pertama kali mendengar kata itu."Ngaco," sahut Zivanka.Dikira 'Ocang' adalah bahasa gaul anak milenial. Tahunya hanya kata yang dibalik. Ada-ada saja keabsuran Zivanka Kalala."Ya, bersyukurlah kalau dituntut jadi salehah," komentar Azkio kemudian."Syukur apanya? Gue tumbuh berkembang sendiri, nggak pernah diurusin. Eh, se-enak jidat diminta salehah."Tak sampai di situ, lalu Zivanka bilang kalau suaminya sangat tampan. Jadi saat Baskara menyuruh untuk menikah, tanpa pikir panjang langsung setuju. Akan tetapi, setelah menikah penyesalan baru datang. Menikah dengan ustaz itu ternyata menyebalkan. Jual mahal dan merendahkan harga dirinya. Sudah begitu, masih ditolak pula."Hati ini sakit. Sakit banget Njir!" Zivanka menangis sampai terisak-isak.Azkio ikut duduk di bed, samping Zivanka yang masih berbaring. Suara tangis membuat ia terenyuh. Perlahan tangannya menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah kuyu. Tampaklah sepasang netra memerah. Menatap sendu seolah minta belas kasih."Ziv, bersediakah kamu melahirkan anak-anak saya?" Azkio balas menatap.***MIB-3Bibir tipis tersenyum lebar."Apa ustaz ngajak bikin anak?"Peletak!Azkio menjitak dahinya. Namun, alih-alih meringis kesakitan, justru Zivanka tetap tersenyum. Perlahan matanya terpejam beranjak tidur."Ziv, bangun!" Azkio menepuk-nepuk pipinya.Tidak akan dibiarkan Zivanka malam ini tidur begitu saja. Dia harus disucikan terlebih dahulu dari mabuknya."Ustaz, unboxingnya ntar pagi aja, ya, ngantuk."Azkio tidak menggubris. Dia lekas menyeret Zivanka ke kamar mandi."Masuk!" titahnya."OMG! Masa di kamar mandi? Di kasur aja, yok!"Azkio geleng-geleng kepala. Tanpa aba-aba, Zivanka dibawa melesak ke bawah shower. Diguyur sang istri biar kesadarannya terkumpul penuh. "Ustaz, aku diapain?" Zivanka memekik.Setelah basah kuyup, keran shower baru dimatikan."Kamu harus mandi tobat.""Ngelakuin aja belum, kok, suruh mandi?"Zivanka mengira mandi yang dimaksud oleh Azkio adalah mandi junub. Padahal suaminya itu berharap dia segera mandi tobat serta menyesali dosa. Dosa besar karena
MIB-4Azkio memarkirkan mobilnya di pekarangan rumah kontrakan. Dia begitu tergesa turun dan mengetuk salah satu pintu.“Siapa?” tanya penghuni dalam kontrakan saat Azkio mengetuk pintunya.“Ini Kakak, Dek.”Daun pintu lekas terbuka. Andai tak ingat bukan mahram, tentu Lily sudah menghambur ke pelukan Azkio.“Kak, aku takut.” Lily merengek.“Ada apa, Dek?”“Tadi ada orang yang mau masuk lewat jendela. Untung saja dipasangin tralis. Kalau nggak, aku nggak bisa bayangin.”Lily menuturkan dengan mimik ketakutan. Dia juga cerita kalau orang tersebut terus saja mengetuk-ngetuk pintu. Padahal ini sudah larut malam. Sudah mencoba berteriak, tetapi tak ada yang mendengar. Mungkin tetangga kontrakan sudah terlelap tidur. Sedangkan yang mengontrak tepat di samping kontrakan Lily, orangnya sedang tidak ada. Jadi rumah sebelah kosong.Saking panik, tanpa pikir panjang Lily menelepon sembarang. Kebetulan nomer yang terhubung adalah milik Azkio. Begitulah pengakuannya. Dua bulan terakhir ini, Lily
MIB-5Rupanya Zivanka mengganti foto Lily dengan fotonya yang memakai hot pants. Atasannya hanya t-shirt berlengan pendek yang ngepas di badan. Sehingga lekuk tubuhnya terbentuk jelas.“Astaghfirullah.”Azkio sepertinya akan terus lebih sering beristighfar mulai saat ini.Bayangan istrinya yang sempat menggoda kembali terbayang. Aneh memang, ia malah merasa berdosa padahal sudah halal. Mungkin karena belum terbiasa dengan bayangan baru.“Ziv, ayo bangun!” Azkio menepuk-nepuk pipinya.Tidak kunjung bangun, ia lebih mengeraskan suara. Tak sampai di situ, lengan Zivanka juga dicubit. Menyerah! Azkio menyerah membangunkan kebo, eh istri.Takut waktu sholat segera berakhir, Azkio memutuskan sholat duluan. Biarkan saja nanti Zivanka menyusul. Usai sholat, dia tenggelam dalam dzikir dan doa. Lagi-lagi meminta petunjuk kepada Allah Sang Maha pemilik hati. Agar Allah menetapkan satu wanita di hati dan pikiran. Wanita yang tentu saja berhak dan halal atas dirinya.“Ikhlaskan hati ini, lapangkan
Zivanka membelalak tak percaya.“Bukan.” Azkio kembali menjitak.“Ish,” desis Zivanka. Kali ini jitakan suaminya sedikit keras.Azkio meminta ia agar meninggalkan kebiasaannya selama ini. Seperti ke klub malam, nongkrong tidak jelas, bergaul dengan lawan jenis dan gaya hidup lainnya yang unfaedah. Azkio juga meminta mulai sekarang ia harus benar-benar belajar sholat, ngaji serta berpakian menutup aurat. Untuk saat ini, segitu saja dulu. Takutnya kepala Zivanka meledak tiba-tiba.Busyet, kalau begini aturannya, aku jadi tobat beneran, nih.“Ziv, kamu siap?”“Hmm … siap.” Akhirnya ia jawab siap saja dulu.Nanti kalau misi tuing-tuing sudah tercapai, badung kembali kan bisa. Ditalak juga rasanya tak masalah. Mana mau Zivanka hidup terikat penuh aturan.“Baiklah, sekarang kita berkemas.”“Kok, berkemas?”“Karena kita akan ke panti asuhan.”“Lah, kenapa?”“Ziva, saya belum memiliki
MIB-6"Aduh Umm, aku kebelet pipis." "Ya sudah, cepat ke kamar mandi. Nanti Ummi dan Lily tunggu di mushola, ya!""Baik, Umm."Zivanka merasa lega. Karena akhirnya terbebas dari wudhu yang dia lupa urutannya. Nanti sepertinya harus belajar lagi wudhu dengan benar. Karena mau sampai kapan harus pura-pura melakukannya.Sekarang Zivanka sudah berada di mushola, tepat di depan rumah Fatimah. Mushola khusus sholat perempuan. Sedangkan laki-laki melaksanakannya di masjid dekat aula Panti.Wah, mayan banyak juga ya, pasukan Ummi Fatimah.Zivanka mengedarkan pandangan kepada yang sudah berbaris rapi. Jumlah yang akan sholat berjamaah sekitar 25 orang. Terdiri dari anak-anak usia SD hingga SMA dan ada 3 orang sudah kuliah. "Ziv, sini!" panggil Fatimah.OMG, jangan bilang suruh jadi imam.Seketika Zivanka pucat pasi. Salah besar sudah mau diajak Azkio tinggal di panti. Belum sehari jantungnya sudah terus dag dig dug tak menentu. Semacam sedang diuji nyali saja."Ayo, Kak Ziva. Kita mau mulai,
MIB-7Azkio bergedik ngeri saat melihat istrinya begitu bern4fsu menusuk-nusuk sosis dengan garpu. Tenang, tenang! Tidak boleh terlihat kalah depan cewek so’ alim itu, batin Zivanka.“Ekhm," dehamnya.Setelah menghela napas sepanjang jalan kenangan, akhirnya gejolak amarah di dada bisa dikendalikan. Sungguh ini adalah sebuah prestasi luar biasa karena jarang-jarang bisa meredam emosi.“Kak Ziva nggak marah kan?” tanya Lily.“Oh, nggak. Santai saja. Lagian wajar kok, jika kakak antar adiknya. Cuma lain kali harus izin kepada pemilik sahnya.” Akhir kata penuh penekanan.“Maksud, kak Ziva?” Lily berlaga polos.“Kamu nanya? Kamu bertanya-tanya?” Zivanka mengejek.“Kalau begitu, aku ke kamar dulu, ya,” pamit Lily dengan nada lemas.“Ly,” jangan lupa nanti diminum lagi obatnya,” pesan Azkio.“Baik, Kak.” Lily berlalu dengan senyum menyungging.Sebetulnya Lily adalah gadis yang baik
Zivanka masih keliling panti tanpa tujuan. Dia melihat anak laki-laki seumuran SMA sedang duduk di bawah pohon."Dek, lagi pain sendirian di sini?""Eh, kak Ziva. Lagi santai aja, kak.""Kamu nggak ikutan hapalan surat?"Kebetulan pas lewat tadi, Zivanka melihat anak laki-laki sedang pada hapalan surat di masjid."Saya non muslim, Kak.""What?! Kok, bisa ada di sini?""Emang kenapa, Kak? Kan ini panti asuhan, bukan pesantren.""Iya, sih. Tapi ....""Ummi Fatimah itu orang baik. Dia tidak pilih kasih, walau saya bukan muslim. Beliau juga tidak memaksa saya untuk ikut agamanya."Hanya saja anak-anak beragama Islam, Fatimah memang ketat dalam mendidik agamanya. Apalagi mereka semua kan sekolah di Negeri bukan sekolah islam, swasta. Karena keterbatasan biaya. Jadi untuk menjaga mereka dari kontaminasi pergaulan luar yang tidak baik, Fatimah menanamkan pondasi kuat dengan sholat dan mengaji.
MIB-8“Yang pasti doa setelah sholat.” Zivanka mencoba percaya diri.Azkio menggeleng, “bukan. Itu doa sesudah makan.”Seketika Zivanka pengen ngilang gitu saja. Dia merutuki Nia yang sudah mengiriminya doa. Bagaimana bisa sepasang bestie ini sama-sama bloonnya. Hadeuh.Setelah berpikir sedari tadi, akhirnya Azkio memutuskan untuk memanfaatkan misi istrinya. Dia akan mengimingi Zivanka dengan nafkah batin jika patuh dan mau belajar agama. Meski artinya dia juga harus menahan diri untuk tidak dulu menyentuh. Walau bagaimanapun sebagai pria normal keinginan lebih dari melihat itu selalu terlintas. Terlebih sudah dihalalkan.Namun, istri model Zivanka tidak akan benar-benar tunduk kalau keinginan dan rasa penasarannya terwujud dengan mudah. Tipe dia senang akan tantangan dan sesuatu yang baru. Semoga meski awalnya mungkin perubahan bukan karena Allah, setidaknya setelah mengenal diharapkan hidayah benar-benar turun. “Ya ampun, dili