Share

ISTRI BADUNG DITAKLUKKAN USTAZ RUPAWAN
ISTRI BADUNG DITAKLUKKAN USTAZ RUPAWAN
Penulis: Dinara L.A

Chapter 1

MIB-1

“Ustaz, ayo unboxing! Biar tahu istrimu ini masih segelan atau nggak.”

Itu celetukan Zivanka Kalala, wanita absurd di dalam kamar pengantin bersama Azkio Ibadillah. Seorang lelaki popular karena konten-konten religinya di T!kT0k.

Azkio membeliak, kemudian hanya bisa meneguk saliva. Betapa tidak, istrinya begitu aktif mendekat dengan mengenakan baju tipis nan minim. Bagaimanapun ia adalah pria 24 tahun yang normal.

“Maaf, malam ini saya lelah.” Merespon dingin mengalahkan kulkas lima pintu.

“Kalau begitu biar aku pijitin.” Tanpa izin langsung memijat.

“Ekhm, saya tak suka dipijat," tolak Azkio datar.

“Oh.” Mulut membulat, tetapi tangan masih saja bergerak. “Mulai sekarang ustaz harus suka,” lanjutnya.

“Itu kenapa pijatannya semakin naik?” Alis Azkio diangkat sebelah saat menyadari posisi tangan istrinya.

“Ya, siapa tahu pahanya pegel-pegel,” sahut Zivanka cuek dan masih tetap memijat.

Pupus sudah mimpi Azkio untuk mendapatkan istri malu-malu dengan wajah merona. Ini sungguh di luar ekspektasi. Bukan pilihannya pula.

Duh, ini tidak bisa dibiarkan. Malam pertama tidak boleh terjadi secepat ini. Azkio tegang.

Namun, respon tubuh malah menentang akal. Toh, Zivanka sudah sah jadi istrinya. Sudah pasti halal untuk bercocok tanam. Malah melakukannya pun bernilai ibadah. 

Azkio menghela napas panjang dan mengembuskan kasar. Kemudian mencekal pergelangan tangan Zivanka sehingga terhenti dari aktivitas memijatnya.

Posisi Zivanka yang duduk di lantai membuat kepalanya mendongak. Sedangkan Azkio yang duduk di sofa tiba-tiba menjatuhkan kecupan singkat di dahi.

Seketika, Zivanka merasa napas seakan berhenti dipompa paru-paru. Tubuhnya terasa ringan dan melayang ke tingkat kahyangan.

“Hah, ini bukan mimpi?” Entah bertanya kepada siapa.

Kedua tangannya langsung menutupi wajah yang mendadak merah seperti tomat. Detik kemudian jari-jarinya meregang sehingga sepasang mata mengintip wajah suami.

Wajah yang diintip sungguh terkejut dengan tingkahnya, dikira akan bar-bar sampai akhir. Baru dikecup dahi saja ternyata sudah melehoy. Apa lagi kalau di apa-apain. Terbitlah niat jail kepada istri yang so’ agresif ini.

“Istriku, apa kamu mau dikecup lagi?” bisiknya sengaja menggoda.

Istri yang bertingkah nakal beberapa saat tadi langsung bangkit dan berlari, melesak ke kamar mandi. 

Syukurlah, ternyata tidak seliar gaya dan tampilannya. Azkio tersenyum.

Sementara di dalam kamar mandi, Zivanka sedang mengatur tempo detak jantung. Ia menghela, lalu mengembus napas bergantian. Berharap irama di dalam dada bisa memelan. Berharap juga hawa dingin kamar mandi bisa menurunkan suhu panas darah yang mendesir cepat.

“Tenangkan dirimu Zivanka. It’s ok, ini memang yang pertama buat lu. Oleh karena itu, harus tenang, jangan gegabah dan harus berhasil,” ujar Zivanka kepada pantulan diri di cermin wastafel.

Lima belas menit sudah berada di dalam kamar mandi. Tak ada ketukan di pintu yang menyusul. Seharusnya kan si suami bertanya sedang apa di dalam? Dirasa degupan jantung yang menggila sudah bisa dikuasai, ia pun keluar.

“Hah, jadi yang tadi itu cuma jebakan Ironman?” Zivanka menepuk jidat sendiri.

 Didapati Azkio sudah mendengkur halus di pembaringan yang harusnya jadi medan tempur malam ini. Ia mengedarkan pandangan ke setiap sudut kamar hotel yang sudah didekor bunga seromantis mungkin. Namun, kini ruang yang penuh dengan atmosfer cinta terasa begitu kelabu.

Sepasang angsa yang dibentuk dari dua handuk tampak seperti mengejek bagi Zivanka. Angsa saja beradu di atas bed, masa ia yang pengantin baru tidak? Pasalnya selepas akad, saat penghulu meminta suami c*um istri, Azkio bilang, nanti saja di kamar. Ucapannya tersebut sontak membuat yang menghadiri pernikahan tertawa. Mereka menganggap kalau si ustaz sangat pemalu dan faktanya ….

“Argh!” Zivanka merasa kesal.

 Tiba-tiba terdengar nada dari ponsel yang tergeletak di atas meja. Satu notifikasi pesan masuk dan langsung dibuka. Setelah sekilas membaca, ia langsung mengambil satu setel pakaian. Gaun tipis merah tanpa lengan pun ditanggalkan begitu saja.

 Astaghfirullahaladzim, ucap Azkio dalam hati setelah sempat membuka sedikit kelopak mata.

 Kalimat istighfar itu diulang sampai tiga kali. Rupanya ia hanya pura-pura tertidur untuk menghindari kalau-kalau istri nakal lagi.

 Sedangkan Zivanka yang tertipu dengan santai berganti pakaian. Sekarang ia mengenakan jeans ripped dan blouse lengan pendek. Lalu diselempangkan sebuah tas kecil sebelum akhirnya pergi.

 Azkio mengembus napas berat. Ada rasa lega bisa menghindari malam pertama yang belum diinginkan. Ia berprinsip, selama belum bisa menerima sepenuh hati, maka tak akan melakukan hubungan suami-istri. Menjaga jika sesuatu yang buruk terjadi, Zivanka pun tak akan dirugikan dengan terampasnya mahkota. Meski sebenarnya hal itu termasuk nafkah batin yang harus ditunaikan. Akan tetapi, harus menahan diri karena pernikahan ini bukanlah pernikahan biasa.

 Zivanka sendiri langsung menuju salah satu club malam ibu kota. Di mana teman-teman sesat sedang party setiap malam minggu. Setiba di tempat yang identik dengan kehidupan malam nan bebas, ia langsung join table bersama squad-nya.

 “Woy, nggak salah?!” seru Mala, teman yang tak menyangka kalau Zivanka datang.

 “Wih, lu setia kawan banget.” Juno yang masih temannya terlihat sangat senang.

 “Gue kangen sama lu-lu pada,” sahut Zivanka.

 “Alah, palingan lu gagal unboxing,” terka Nia, temannya juga.

 “Kok, lu tahu?” Zivanka mengernyitkan dahi.

 “Muka bete lu tuh keliatan banget. Napa? Apa si ustaz nggak sudi sentuh lu?” terka Nia, lagi-lagi mengena.

 “Udah ah, jangan bahas si ustaz!” Zivanka memutar bola mata malas.

 “Eh, lu udah lakuin semua saran gue belum?” tanya Mala.

 “Udah. Gue malah dah seperti lontong. Tapi tetap aja endingnya membagongkan.” 

 “Lagian ngapain, sih, lu pake nganut aliran pacaran setelah kawin?” Pertanyaan ini sudah Juno layangkan beberapa kali.

 “Ah lu, kek, yang nggak tahu aja. Kalo ngelanggar si Ziva bisa kena kutukan.” Mala menimpali.

 “Ziv, sebenarnya lu takut dikutuk apa? Sampai nggak berani langgar,” tanya Juno sangat serius.

 Ia benar-benar tak habis pikir dengan Zivanka. Secara gaya dan pergaulannya bebas, ternyata masih segelan. Bahkan anti pacaran pula. Catat ya! Bukan karena taat atau religius, melainkan karena takut dikutuk. Sekali lagi takut dikutuk.

 “Wah, bahaya Njir kalo ampe si Ziva langgar. Kutukannya nggak elite banget,” ceplos Nia.

 “Hooh, kesian banget si Ziva kalau ampe kejadian,” imbuh Mala.

 “Tunggu dulu! Jangan bilang kalian berdua sudah tahu apa kutukannya." Juno menyelidik dengan mata memicing.

 “Ups!” Mala merapatkan bibir sambil melirik Nia.

 “Ish,” desis Zivanka kesal karena kedua bestinya malah keceplosan.

 “Oh, jadi selama ini cuma gue yang nggak dikasih tahu? Kalean anggap gue apa, hah?” todong Juno yang kemudian menenggak wiski campur es batu.

 “Santuy, Jun! Bukan gitu maksudnya,” elak Nia.

 “Serah, lu!” Juno kelihatan banget kesalnya.

 “Duh, gimana nih? Kita kasih tahu aja apa gimana?” bisik Mala sambil menyikut lengan Zivanka.

 “Ya,” sahut Zivanka singkat tanda persetujuan.

 “Ok,” tanggap Mala, “sini deh, biar gue kasih tahu lu. Tapi janji jangan sampe ngakak. Ntar kualat! Ini kutukan dari leluhur si Ziva, awas lu!” lanjut Mala memperingati.

 “Ya elah, iya-iya. Napa juga harus ngakak. Buruan apa?” Juno tak sabar.

 Mala pun menjentikkan jari sebagai kode agar Juno semakin mendekat. Lalu ia segera membisikkan sesuatu tepat di kupingnya.

 “Serius lu?” tanya Juno memastikan dengan mata melebar.

 “Serius Dodol!” 

 Detik itu juga Juno langsung ngakak.

"Hahaha."

 ***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status