Share

Chapter 3

MIB-3

Bibir tipis tersenyum lebar.

"Apa ustaz ngajak bikin anak?"

Peletak!

Azkio menjitak dahinya. Namun, alih-alih meringis kesakitan, justru Zivanka tetap tersenyum. Perlahan matanya terpejam beranjak tidur.

"Ziv, bangun!" Azkio menepuk-nepuk pipinya.

Tidak akan dibiarkan Zivanka malam ini tidur begitu saja. Dia harus disucikan terlebih dahulu dari mabuknya.

"Ustaz, unboxingnya ntar pagi aja, ya, ngantuk."

Azkio tidak menggubris. Dia lekas menyeret Zivanka ke kamar mandi.

"Masuk!" titahnya.

"OMG! Masa di kamar mandi? Di kasur aja, yok!"

Azkio geleng-geleng kepala. Tanpa aba-aba, Zivanka dibawa melesak ke bawah shower. Diguyur sang istri biar kesadarannya terkumpul penuh.

"Ustaz, aku diapain?" Zivanka memekik.

Setelah basah kuyup, keran shower baru dimatikan.

"Kamu harus mandi tobat."

"Ngelakuin aja belum, kok, suruh mandi?"

Zivanka mengira mandi yang dimaksud oleh Azkio adalah mandi junub. Padahal suaminya itu berharap dia segera mandi tobat serta menyesali dosa. Dosa besar karena sudah minum minuman keras.

"Pokoknya sekarang kamu mandi."

"Ok, kalau ustaz maksa." Zivanka secepat kilat membuka blouse yang menjadi atasannya.

"Ya, Allah!" Spontan Azkio menutup mata.

"Nggak usah tutup mata, aku kan istri kamu."

Azkio tetap tutup mata. Asli, tidak mengintip. Jantungnya jadi sering senam zumba tak karuan semenjak menikahi Zivanka yang absurb.

"Dengar, ya! Kamu baca dulu niat mandinya."

Azkio memberi tahu istrinya tata cara mandi tobat. Diawali dengan niat untuk melaksanakan mandi tobat dari segala dosa karena Allah. Zivanka menurut saja mengikuti apa yang diucapkan suami. Setelah itu dia diminta cuci tangan.

"Sudah."

"Nah, dengarkan dulu sampai selesai."

Azkio melanjutkan memberi tahu tata cara mandi tobat berikutnya. Yaitu membasuh kemaluan serta badan. Lalu mengambil wudhu, cuci pergelangan tangan-kaki, membasuh sela-sela rambut, menyiram air ke kepala, membasuh seluruh badan, dan terakhir basuh kaki hingga sela-sela jarinya.

Buset, ribet banget, batin Zivanka.

"Iya-iya, paham." Zivanka bilang iya-iya saja untuk mempersingkat waktu.

Sungguh tidak disangka si ustaz yang disangka pendiam ternyata bawel banget.

"Baiklah, kalau begitu saya tunggu."

Azkio lekas hendak keluar kamar mandi. Namun, karena matanya yang terpejam, begitu balik badan dan jalan langsung nabrak dinding.

Zivanka tertawa gurih sekali, "lagian napa nggak diliat aja, dasar aneh!"

Azkio buru-buru menutup pintu kamar mandi dan menunggu di balkon hotel sambil menenangkan diri.

Karena sudah terlanjur basah, Zivanka asik saja mandi seperti biasa. Bodo amat dengan urutan mandi yang Azkio kasih tahu.

Beberapa menit kemudian Zivanka selesai. Didapati Azkio sedang duduk di sofa. Dengan penampilan mengenakan handuk dililit ke badan membuat istrinya sangat seksi. Pundak mulus putih terbuka. Begitu pun dengan kakinya yang jenjang. Tubuhnya langsing, tetapi padat berisi. Karena memang rajin nge-gym bareng squad.

"Astagfirullahaladzim." Azkio memalingkan wajah.

Sadar kalau suaminya takut tergoda, justru membuat Zivanka kegirangan. Dengan rambut basah yang masih menetes, dia berjalan bak model. Kemudian badannya meliuk-liuk di depan mata Azkio.

"Ziv, cepat keringkan badanmu. Lalu pakai baju!"

Zivanka malah semakin gencar menggoda dan matanya mengerling. Saking lincahnya membuat dia terpeleset. Gara-Gara air yang menetes membuat lantai licin.

"Auw!" jeritnya yang kesakitan. Betapa tidak, bokong sintal itu terjatuh menghantam keras.

"Astagfirullahaladzim." Azkio memekik.

Handuk yang melilit tubuh polos itu terlepas. Dengan cepat ia menyambar selimut dari atas bed dan dilemparkan ke istrinya.

"Sakit." Zivanka meraung.

Azkio tidak menggubris. Kemudian dia beranjak dari sofa.

"Sekembalinya saya dari luar, kamu harus sudah memakai baju tidur yang sopan."

"Punya suami gitu amat. Kirain mau ditolongin. Dielus-elus, kek, yang sakitnya. Ini malah keluar kamar. Payah!" Zivanka mendumbel sendirian.

Sesuai perintah, kali ini Zivanka memilih mengenakan piyama satin lengan panjang. Setelah lima menit, batang hidung suaminya belum juga terlihat lagi.

Tiba-tiba ponselnya berdering di atas meja. Segera diangkat begitu tahu kalau yang menelepon Nia.

"Ziv, lu selamat sampai tujuan dan tidak kurang satu apapun kan?" todong Nia saat telepon tersambung.

"Ya, kecuali otak gue."

"Ya, dari dulu otak lu, emang kurang se-ons."

"Ocang, lu! Maksudnya otak gue ngelag gitu sama si ustaz."

"Oya, suamimu tahu nggak lu, mabok?" Nia terdengar panik.

Zivanka pun menceritakan utuh tanpa dikurangi timbangan kisah memalukannya. Selama nyimak, Nia terus menertawakan.

"Ah, lu. Gue lagi berduka. Pantat gue sakit, pen dielus si ustaz nggak kesampean. Gini amat nasib jadi istrinya."

"Eh, Ziv. Setelah gue telaah secara seksama. Keknya metode yang diajarkan si Mala salah."

"Salah gimana?"

Nia mengklaim kalau Zivanka terus-terusan bersikeras menggoda, justru Azkio akan semakin menjauh. Yang ada bisa jadi illfeell nanti. Makanya, Nia menyarankan agar teman gesreknya ini berubah haluan. Namanya juga ustaz, pasti sukanya yang kalem, lembut dan poin penting penurut. Tolong garis bawahi, penurut!

"Dijamin nggak bakal lama lagi, minimal lu digrepelah sama si ustaz."

"Kalau udah digrepe, gue pasti di ... tuing-tuing." Zivanka sudah tak sabar.

"Apaan tuing-tuing?"

"Pokoknya tuing-tuing yang bikin bunting," jelas Zivanka dengan semangat juang 45.

"Jiyah, tuing-tuing." Nia menirukan ucapan Zivanka sambil ngakak.

Tengah asik ngakak bareng besti, eh, tiba-tiba Azkio sudah muncul saja di depan mata. Entah kapan masuknya. Zivanka langsung tergagap dan mematikan sambungan.

"Ekhm, lagi teleponan sama siapa?" tanya Azkio datar.

"Sama tuing-tuing. Eh, sama Nia." Zivanka meralat cepat.

Melihat istrinya sudah rapi, Azkio tak mempermasalahkan dengan siapa pun dia teleponan.

"Tadi sudah wudhu, kan?"

"Wudhu? Oh iya, sudah." Zivanka berbohong tanpa beban.

"Sekarang kamu sholat tobat, ya!"

"Astaga, apa lagi?" Zivanka ngegas, tetapi ingat kepada misi yang dibahas bersama Nia tadi.

Misi demi tuing-tuing, jadi dia harus patuh tanpa perlawanan, "baiklah," lanjutnya bertutur manis.

Paham kalau istrinya pasti tidak tahu tata cara sholat tobat, Azkio menawarkan diri untuk sholat tobat bersama. Akan tetapi, terlebih dahulu Azkio mengajak Zivanka untuk tunaikan sholat isya berjamaah.

"Pakai mukenanya!"

Untung saja mahar dari Azkio itu ada seperangkat alat sholatnya. Jadi sekarang mukena itu bisa dipakai. Pasalnya Zivanka tidak tahu apakah dia memiliki mukena atau tidak. Terakhir kali melaksanakan sholat pun dia sudah lupa.

Meski merasa kaku dengan gerakan sholat, Zivanka tetap berusaha mengikuti gerakan Azkio. Empat rakaat terasa begitu lama jika dibandingkan ngedance di klub malam sampai pagi. Saking apa? Saking beratnya setan yang bertengger di punggung ketika lakukan sujud.

Tetiba di akhir salam, Zivanka merasa Ada desiran darah yang menghangatkan. Namun, kedua mata juga ikut menghangat. Tak terasa Ada kristal bening yang lolos tanpa permisi dari sudut mata.

Tuhan, perasaan apa ini? Bahkan aku Lupa Tuhanku yang mana, yang seperti apa. Tapi tetap saja saat aku sujud tadi, berasa Engkau menyapa. Kemana saja selama ini kamu, Ziva?

"Ziv," panggilan Azkio menariknya dari lamunan.

"Eh, iya." Zivanka tergagap.

"Sekarang kita sholat tobat, ya!"

Zivanka mengangguk. Azkio meminta istrinya mengikuti dan melakukannya dengan sungguh-sungguh.

"Oya, baca doanya jangan terlalu cepat, ya! Susah ngikutinnya."

Azkio mengangguk sambil tersenyum manis sekali. Membuat seketika dunia Zivanka teralihkan. Ia baru tahu kalau rupanya si suami memiliki senyum yang bisa buat gunung es sekalipun meleleh.

"Ushalli sunnatan taubati rak'ataini lillahi ta'ala." Azkio melapalkan niat.

Walau belepotan dengan pelapalan bahasa Arab, Zivanka setia menirukan. Betapa indahnya melihat sepasang suami-istri ketika melaksanakan shalat bersama.

Usai sholat tobat, Azkio berdzikir dan membacakan doa untuk memohon ampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukan. Khususnya atas dosa khamar yang diminum Zivanka.

"Amiin." Zivanka mengaminkan penuh semangat berharap Tuhan mengabulkan doa Azkio yang memohonkan ampunan atas dirinya.

Selesai berdoa, Azkio mengulurkan punggung tangannya. Dalam hal ini Zivanka cepat tanggap. Dia menciumnya segera dengan takzim. Hatinya berbunga karena scene berikutnya sudah ketebak.

"Ekhm." Azkio berdeham, lalu mendekatkan wajahnya.

"Tunggu!" tahan Zivanka saat Azkio akan mendaratkan kecupan.

"Kenapa?" Azkio mengerutkan kening.

"Mau cium jidat kan?" terkanya dan Azkio mengangguk, "nggak ah. Aku mau dicium di sini!" lanjut Zivanka menunjuk bibir.

Belum sempat bibir pengantin baru itu bertaut, malah dikejutkan oleh dering ponsel Azkio. Sehingga wajah Zivanka berubah memberenggut.

Begitu nama 'dek Lily' terlihat menari di layar, Azkio sejenak menatapnya saja. Kemudian ragu-ragu dia mengangkat.

"Hallo, assalamualaikum." Azkio mengucapkan salam terlebih dulu.

"Kak, tolong!' Lily Anisyah di seberang sana terdengar sangat ketakutan.

"Dek, kamu kenapa?" Azkio ikut panik.

"Kak, cepat ke sini. Aku takut." Bahkan Lily terdengar menangis.

"Hallo, Dek. Ly, Lily!"

Hal yang membuat Azkio lebih panik, sambungan tiba-tiba terputus dan nomer Lily tidak bisa dihubungi lagi.

Tanpa buang waktu, dia langsung bergegas menuju tempat si penelepon berada. Bahkan ia lupa tak sempat pamit.

"Ustaz, tunggu!" teriak Zivanka di ambang pintu.

Tadinya mau memberi tahu kalau dompet Azkio ketinggalan di atas meja. Namun, suaminya sudah keburu masuk ke dalam lift.

"Buru-buru amat. Emangnya Lily siapa, sih?" Zivanka bicara sendiri.

Dia menutup kembali pintu kamar. Melepas mukena dan duduk santai. Akan tetapi, masih kepikiran dengan Azkio. Kenapa pergi sampai lupa pamit? Dompet yang masih tergeletak di atas meja mencuri perhatian.

"Buka nggak, ya? Buka-nggak, buka-nggak." Zivanka menentukan pilihan dengan jumlah kancing piyama, "buka!" serunya kemudian.

Lekas dia buka dan jantungnya langsung menghentak tidak baik-baik saja. Betapa tidak? Foto seorang wanita berhijab nangkring di dalam dompet Azkio. Begitu fotonya dibalik, tertulislah sebuah nama.

"Guys, apa ini yang namanya sakit tak berdarah?"

***

Komentar pembaca adalah semangat untuk author šŸ„°

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Jusnah Tohar
suka cerita nya ......
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Si Lily ngapain pake telpon Azkio segala... mengganggu penganten baru aja
goodnovel comment avatar
zahra
baru baca ceritanya udah suka,,
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status