Share

Chapter 5 A

MIB-5

Rupanya Zivanka mengganti foto Lily dengan fotonya yang memakai hot pants. Atasannya hanya t-shirt berlengan pendek yang ngepas di badan. Sehingga lekuk tubuhnya terbentuk jelas.

“Astaghfirullah.”

Azkio sepertinya akan terus lebih sering beristighfar mulai saat ini.

Bayangan istrinya yang sempat menggoda kembali terbayang. Aneh memang, ia malah merasa berdosa padahal sudah halal. Mungkin karena belum terbiasa dengan bayangan baru.

“Ziv, ayo bangun!” Azkio menepuk-nepuk pipinya.

Tidak kunjung bangun, ia lebih mengeraskan suara. Tak sampai di situ, lengan Zivanka juga dicubit. Menyerah! Azkio menyerah membangunkan kebo, eh istri.

Takut waktu sholat segera berakhir, Azkio memutuskan sholat duluan. Biarkan saja nanti Zivanka menyusul. Usai sholat, dia tenggelam dalam dzikir dan doa. Lagi-lagi meminta petunjuk kepada Allah Sang Maha pemilik hati. Agar Allah menetapkan satu wanita di hati dan pikiran. Wanita yang tentu saja berhak dan halal atas dirinya.

“Ikhlaskan hati ini, lapangkan hati ini dan beri hamba kemampuan untuk membingbingnya ke jalan-Mu yang lurus. Jadikan ia istri yang shalehah serta menentramkan hati ini. Amiin.”

Jujur, tanpa Allah menggerakkan hatinya, rasanya Azkio kesulitan untuk bisa menerima seorang istri seperti Zivanka.

Usai berdzikir serta mengadukan semuanya hanya kepada Allah, ia melihat jarum jam sudah mulai menunjuk ke angka 6. Azkio gegas membangunkan Zivanka kembali. Kali ini istrinya langsung dibopong ke kamar mandi. Kemudian air sengaja dicipratkan.

“Banjir!” teriak Zivanka yang berhasil bangun.

Ia celingukan, baru sadar ada di kamar mandi. Lalu senyum-senyum sendiri tidak jelas. Mengira suaminya itu akan berbuat sesuatu sesuai prediksi BMKG. Namun, lagi-lagi harapan itu tidak sesuai ekspektasi.

"Malah bengong. Ayo, wudhu!" titah Azkio.

“Iya-iya. Tapi, kamu keluar dulu. Aku nggak nyaman kalau wudhu dilihatin.”

Demi mempercepat waktu, Azkio langsung keluar tanpa curiga kalau sebetulnya Zivanka lupa urutan wudhu. Tidak lama pula, katanya wudhu sudah selesai. Tentu saja diminta segera menunaikan sholat shubuh.

“Kamu jadi imam lagi, ya!”

Saya sudah sholat. Kamu sholat sendiri.

Waduh!

Seketika Zivanka keringat dingin. Bingung sekali untuk memulai.

Azkio sudah curiga, jangan-jangan istrinya itu memang sudah lama tidak pernah sholat. Namun, dia hanya memerhatikan. Mau tahu apa yang akan dilakukan oleh Zivanka.

Dengan ragu dan deg-degan karena takut salah, Zivanka mencoba percaya diri. Untung saja hanya dua rakaat. Jadi tidak terlalu beban baginya.

Dalam sholatnya Zivanka lupa juga apa saja yang harus dibacakan. Dia hanya melapalkan surat alfatihah, doa makan dan sisanya takbir.

Andai saja Azkio tahu, apa bakal ditalak tiga, ya? batin Zivanka.

“Alhamdulillah,” ucap Azkio setelah melihat istrinya selesai sholat meski di jam 6 lewat 2 menit.

Tanpa diminta, sebagai suami langsung mendaratkan kecupan di dahi. Padahal Zivanka mau di area lain.

“Ish,” desisnya.

“Begini saja, setiap kamu selesai melaksanakan sholat, maka saya akan kecup dahimu.” Azkio ingin membuat kesepakatan.

“Deal!” sahutnya cepat.

“Tapi … kamu harus belajar sholat yang benar.”

“Tadi benar, kok. Shubuh dua rakaat, kan?”

“Iya, rakaatnya benar. Tapi sujudnya tadi tiga kali.”

“Oh, gitu ya? Sorry, aku salah hitung berarti. Tapi nggak apa-apa, kan? Pahalanya jadi nambah tuh, jadi tiga juga.”

“Astaghfirullah.” Azkio menggelengkan kepala.

Tak habis pikir dengan pola pikir istrinya.

Ya Allah, kuatkan hambamu.

“Napa istighfar terus? Katanya istighfar itu mohon ampun, ya? Nggak sangka, ternyata ustaz banyak dosa.”

Iya, saya memang banyak dosa sehingga dapat istri model kamu. Tentu saja hanya diucapkan dalam hati.

“Oya, maaf soal ….”

“Semalam pergi tanpa pamit. Nemuin si Liliput, kan?" Zivanka mencebik.

"Maaf, semalam memang urgent. Oya, foto Lily di dompet dikemanain?" tanya Azkio tidak peka.

Tuhan, aku barusan ditanya, kan? Bukan ditusuk. Tapi, kok, berasa sakit banget.

“Nggak ada.”

“Iya, dikemanain?”

“Dipake buat nakut-nakutin singa," jawabnya asal.

Azkio baru tersadar, tak seharusnya dia mengungkit foto Lily.

“Hmm, semua fotomu seksi.”

“Emang aku seksi, bahenol. Baru nyadar?”

"Bukan. Maksudnya, kamu di semua foto apakah berpenampilan terbuka begitu?"

Zivanka terdiam. Kalau bilang iya, takutnya si ustaz tambah memandang buruk dirinya. Kata Nia juga ustaz itu tidak suka sama yang bajunya terbuka.

Aduh, bisa gagal nih, misi tuing-tuing.

Azkio tidak bertanya lagi. Dia mengajak Zivanka duduk di sofa karena ada hal yang ingin dibahas serius. Berharap pernikahan yang tidak diinginkan ini bisa dimulai dari nol. Saling mengenal lebih jauh. Saling memperbaiki diri. Terutama diri Zivanka yang tampak konslet sana-sini.

"Ziv, apakah kamu ingin pernikahan ini untuk pertama dan terakhir?"

"Hmm, gimana ya?" Zivanaka bingung. Ia tidak yakin dengan perasaannya.

Saat ini yang ada dalam pikiran hanya ingin hidup bersama Azkio. Bisa berpacaran dan bisa melakukan hubungan suami-istri tentunya. Seperti yang selama ini ingin ia lakukan karena penasaran. Namun, terkendala takut kutukan.

Sedangkan bagi Azkio, saat memutuskan untuk menikahi Zivanka. Suka tidak suka, dia wajib menyukai istrinya. Wajib bertanggungjawab serta jalankan amanah. Sebab, sejatinya perniakhan adalah ibadah.

“Saya mau pernikahan ini yang pertama dan terakhir,” jelas Azkio.

Seketika wajah Zivanka merona. Menganggap Azkio sudah jatuh cinta kepadanya.

“Mudah kan mencintaiku? Zivanka Kalala dilawan,” ujarnya sangat percaya diri.

Azkio menjitak pelan pucuk kepala istrinya,

“saya belum cinta, Ziv.”

“Lah, tadi bilangnya ….”

“Iya. Karena sudah menikah, jadi saya harus menjaga ikatan ini. Tugas kamu, buat saya jatuh hati.”

“Caranya?”

“Bersikaplah layaknya seorang wanita muslimah.”

“Duh, apalagi ini?” Zivanka mudah sekali frustasi.

“Kamu harus meninggalkan duniamu!”

“Astaga! Kamu suruh aku metong?”

*****

Komen (1)
goodnovel comment avatar
انا
Maa Syaa Allah bagus banget crpen nya kak...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status