Yang mau dengerin lagunya cari di youtube ya.. Isabella lulaby's.. :))
“Apa kau pernah menjadi penyanyi atau semacamnya?” tanya Zoe. Setelah Wolf membaca pertanyaan yang disodorkannya, Zoe menempelkan sticky note itu pada dashboard yang ada di depannya. Zoe meniru Wolf yang menempelkan sticky note di samping kemudi tadi. Sudah ada dua menempel di sana. “Tidak pernah. Suaraku tidak cocok untuk menjadi penyanyi. Kau sudah mendengarnya bukan? Suaraku terlalu kasar,” kata Wolf. “Memang, tapi aku pikir bukan mustahil untuk menjadi penyanyi. Banyak penyanyi dengan suara serak.” Zoe menyebut kenyataan yang memang terjadi saat ini. “Tidak berlaku untukku. Perlu kerja keras untuk membuat suaraku pantas didengar. Dan untuk apa kerja keras itu? Ada banyak suara indah lain di luar sana yang sudah pantas didengar. Aku lebih suka mendengar itu.” Zoe mengangguk. Intinya Wolf tidak pernah berkeinginan untuk menjadi penyanyi, karena ia lebih suka mendengar suara orang lain. “Kau sudah memiliki suara indah sejak kecil?” tanya Wolf, separuh menebak mengingat Zoe pern
‘Aku berpikir lama sebelum mengunggah ini, karena tahu kalau Iris terkenal dengan kebaikannya. Seandainya aku tidak mengalaminya sendiri, mungkin aku tidak akan percaya juga. Tapi begitulah. Aku bukan penggemar maupun pembenci, aku hanya tahu siapa dia sekarang, dan aku harap kalian semua berpikir panjang sebelum memujanya.’Zoe membaca ketikannya sekali lagi. Setelah memastikan aman dari typo, ia lalu mengunggahnya sekaligus bersama rekaman suara itu.Ia masih memakai fansite yang sama seperti kemarin saat mengirimkan rekaman video Iris, tapi tentu dengan email dan akun yang berbeda. Ia membuat akun baru dan akan menghapus jejak seperti kemarin.Dan seperti kemarin juga, Zoe hanya perlu menunggu tidak sampai 2 menit sebelum threadnya itu mendapat balasan. Fanbase Iris memang selalu ramai.‘OMG! Apalagi ini? Kau bercanda bukan?!’Tentu saja seruan tidak percaya yang pertama datang, tapi itu kemajuan, karena ia tidak lagi dicaci. Dulu yang pertama datang padanya adalah makian karena me
“Kau bercanda? Bagai… Oh, Shit! Kau serius!”Clay tentu saja masih ingat bagaimana Wolf pernah membahas tentang budak dengannya. Clay lalu mengusap wajahnya.“Aku rasa kau gila! Seharusnya kau tidak menerima penawaran itu begitu saja!” Clay kembali mencela.“Kenapa tidak? Dia cukup cantik, dan tubuhnya bagus. Aku menyukai caranya memegang…”“Tidak perlu menceritakan detailnya! Kau pikir aku ingin mendengar?!” bentak Clay. Dengan jijik menatap tangan Wolf yang memperagakan bentuk dengan jelas.“Aku hanya ingin mengatakan agar kau melihatnya lebih dari sekadar tubuh. Dia putus asa. Tidakkah kau menyadarinya? Dia menyerahkan kemerdekaannya, itu taruhan yang amat besar. Ada sesuatu yang diinginkannya, dan apapun itu adalah sangat besar.”Wolf termangu. Ia tidak pernah memikirkan keinginan Zoe sedalam itu. Ia hanya tahu tentang menguntit. Tapi apakah kebiasaan menguntit itu pantas untuk ditukar dengan kemerdekaan? Sepertinya tidak.Penyakit menguntit Zoe mungkin parah ekstrem—karena terbuk
“Kau mendengarkan apa?” Zoe mengulurkan pertanyaan.“Coba kau dengar.”Wolf sedang duduk di ranjang, dan terlihat memakai earphone, kini melepaskan keduanya, meminta Zoe mendengar apa yang didengarnya.Zoe menerima dan memasang earphone itu di kedua telinganya. Tapi ini bukan tujuan Zoe. Ia tadi bertanya karena penasaran. Zoe ingin tahu apa yang terjadi pada Iris. Mengira kalau Wolf mungkin sedang mendengar video permintaan maaf dari Iris, seperti kemarin setelah ia mendapat masalah dengan fotografer itu.Zoe mengira permintaan maaf akan dibuat lebih cepat, dan Wolf sedang mendengarkannya. Tapi ternyata Wolf hanya sedang mendengarkan lagu.“Menurutmu lagu ini lebih cocok untuk mode ceria atau mode gelap?” tanya Wolf, sambil memutar lagu yang ada di ponselnya.Sejak tadi ia memutar lagu itu berulang kali untuk mendapatkan mood cocok dengan liriknya. Lagu itu masih sangat mentah. Hanya berisi musik sederhana—piano, tanpa tambahan apapun, dan vokal yang juga merupakan bagian dari demo.Z
“Tidak. Aku hanya bertanya.”Wolf bahkan tidak memandang ke arah dada Becca, dan hanya mengambil dokumen yang diletakkannya di meja.Wolf memang sedang tidak tertarik dengan dada wanita lain. Ia hanya menginginkan satu itu. Tapi tidak yakin apakah perbuatan itu termasuk membuat Zoe nyaman atau tidak. Karena itu Wolf berharap Zoe yang akan menggodanya. Tapi sepertinya hal itu tidak mungkin kalau melihat sikapnya kemarin.Dan Wolf tadi bertanya karena penasaran. Ia ingin tahu sudah berapa lama ia melewatkan waktu tanpa tidur dengan siapapun—selain Zoe.Ia menguji apakah dirinya cukup setia—seperti yang dikatakan Clay. Seingat Wolf, ia hanya tidur dengan satu—atau tiga wanita. semenjak menikah dengan Zoe. Itu pun karena mabuk. Ia menghadiri undangan pesta dari temannya, dan mabuk. Selalu begitu.Tidak terlalu ingat bagaimana, tapi kurang lebih Wolf akan mencium siapa saja yang ada di dekatnya saat sudah mabuk. Tapi saat sadar, ia benar-benar hanya tidur dengan Zoe.“Aku masih setia rupan
“Tidakkah kau bosan terus memesan hal yang sama saat di coffee shop? Banyak hal lain yang bisa kau pesan, jangan hanya Americano,” Kata Sara, sambil meminta Zoe untuk berdiri.Ini saatnya mereka untuk pergi ke cafe lagi—seperti biasa. Sara hanya melakukan pengecekan fisik untuk melihat apakah Zoe sakit, setelah itu mengajaknya keluar.Pengecekan fisik itu mungkin tidak berhubungan dengan penyakit mental, tapi kata Sara ia lebih suka menghadapi pasien yang memang fisiknya dalam keadaan sehat walafiat. Jadi ia selalu melakukan pengecekan fisik—paling tidak mengukur temperatur tubuh dan detak jantung setiap kali Zoe datang."Aku menyukai Americano.” Zoe mengulurkan jawabannya.Sara meremas jawaban Zoe dan melemparnya ke tempat sampah yang ada di samping meja, sambil memutar bola matanya.“Apa enaknya minuman pahit itu?” Sara tidak bisa mengerti kenapa Zoe menyukainya.Dan sama, Zoe juga tidak mengerti bagaimana Sara bisa memberi tubuhnya asupan gula sebanyak itu hampir setiap hari. dan t
Air mata Zoe turun deras. Ia terus meraba mulut dan lehernya, seakan ingin memastikan kalau suara itu berasal darinya.“Agh…Aghh!” Zoe mencoba lagi. Tapi kembali tidak ada kata yang keluar.“AGHH!” Zoe menjerit, tapi kembali bukan kata yang keluar. Dan tentu jeritan itu berubah menjadi raungan tangis setelahnya. Ia tidak bisa mengatakan apapun lagi. “Zoe… Zoe… aku mohon tenang dulu. Bernapas… tenang. Jangan menangis…”Sara menghampiri dan memeluk Zoe. Tapi Zoe terus menangis dan merintih sebagai usahanya untuk bicara.Kekecewaan itu berlipat ganda. Zoe tadinya tidak berharap, tapi ia sudah mendengarnya tadi. Zoe ingin kembali bicara, tapi suara yang tadi seolah bukan miliknya.“Ya… ya… Aku tahu. Sakit bukan… Tidak masalah, kita akan melakukannya lagi nanti.”Sara terus membujuk lembut, tapi matanya melotot galak pada Wolf yang bergerak mendekati Zoe.Sara mengusir Wolf dengan lirikan mata mengarah ke pintu, juga tunjukan jari tanpa kata. Sara tidak mungkin mengizinkan Wolf mendekati
Suara Sara yang berseru sekeras mungkin. Wolf sampai bisa mendengarnya dengan amat jelas, meski tidak menempelkan ponsel di telinganya.“Ha? Siapa?” Wolf duduk dengan lebih baik dan mendengarkan.“ZOE! Dia tidak ada! Saat aku bangun dia sudah tidak ada!”Wolf membuka mata dan berdiri—terkejut, tapi kembali menyesal karena kepalanya belum membaik. Ia nyaris saja terjungkal.“Apa maksudmu? Memang dia ada di mana?” tanya Wolf.“Kemarin dia menginap di tempatku! Aku membawanya pulang karena tidak juga berhenti menangis. Ia menangis sampai tertidur, tapi pagi ini sudah tidak ada. Aku ingin membangunkannya, tapi dia sudah tidak ada!” Suara Sara benar-benar panik.“Aku akan mencarinya,” kata Wolf. Ia tidak tahu bagaimana, tapi ia berjanji untuk membuat Sara berhenti bicara. Teriakannya membuat kepala Wolf semakin sakit.“TAPI JANGAN MEMBUATNYA MENANGIS LAGI! Gara-gara kebodohanmu…”“Aku membuatnya bicara!" Wolf membela diri. Ia tahu Sara marah karena apa.“Itu bukan bicara! Kau mendorongnya