Liora duduk di kursi sofa yang sudah menjadi ruang praktik selama pengobatannya. Ia menatap Dr. Elma dengan tenang. Namun, tangannya menggenggam ujung gaun panjangnya, selama Dr. Elma memerhatikan ekspresinya dengan penuh perhatian.
Satu per satu hasil tes disusun di atas meja.
“Secara keseluruhan,” ujar Dr. Elma sambil melirik Adrian yang berdiri di belakang Liora, “kondisinya sangat baik. Liora mengalami kemajuan yang luar biasa. Fakta bahwa dia bisa berbicara lagi setelah sekian lama, itu bukan hanya pencapaian fisik, tapi juga emosional.”
Dan Dr. Hans pun menambahkan, “Secara keseluruhan, Liora sama sekali tidak memiliki kelainan atau keluhan pada mulut dan tenggorokannya. Semuanya baik-baik saja. Bisa dipastikan suara Liora tidak akan hilang lagi.”
Adrian menghela napas lega. Seperti beban besar yang terangkat dari dadanya.
Namun, sebelum mereka pamit pulang, Dr. Elma memanggil Adrian ke depan rumah. Di mana
“Ahhh Adrian!”“Liora…”Adrian memeluk tubuh Liora dengan erat yang berada di atas tubuhnya.Tubuh Liora yang langsing namun sintal, jatuh terkulai memeluk Adrian dengan erat.Adrian tersenyum. Napasnya masih tersengal. Dia mengusap punggung Liora dan mengecup kepalanya. “Kamu suka?” tanyanya, membuat wajah Liora semakin panas setelah permainan mereka.Liora tidak menjawab. Namun napasnya yang berat itu, memberikan kepuasan tersendiri bagi Adrian.“Sepertinya aku akan tidur lebih cepat hari ini karena terlalu lelah,” lirihnya.Liora pun terkekeh pelan. Dia memukul bahu Adrian.Malam itu, hanya ada mereka berdua. Di kamar hotel yang begitu nyaman. Kehangatan itu tidak akan terlupakan.Keesokan harinya, setelah sarapan, mereka pun kembali ke New York.Liora dan Adrian menikmati perjalanan mereka.“Terima kasih untuk semuanya, Liora.”Liora pun tersenyum. “Berjanjilah jadi sosok yang baik, untuk Luca.”Adrian tersenyum dan mengangguk.Setelah kembali melewati perjalanan selama 4 jam, akh
Liora menghela napas di pelukan Adrian. Dia mencoba mengontrol perasaannya. Memilih lebih fokus pada kedaan sekarang. Dia pun menatap Luca yang duduk diam di belakang dengan ekspresi ikut merasa bersalah.“Aku... aku tidak apa-apa,” lirih Liora.Adrian melepas pelukannya. Ia menatap wajah Liora dan memastikan.Liora memaksa tersenyum. “Ayo, kita lanjut.”Mereka pun melanjutkan perjalanan. Sepanjang jalan, Luca mencoba banyak bercerita. Liora pun tidak ingin membuat suasana menjadi canggung. Ia banyak bertanya tentang Luca di asrama dan juga teman-temannya.Sementara Adrian yang tengah menyetir, merasa lega dan bangga pada Liora. Ia yakin, tidak akan merasakan kehangatan seperti ini jika dia tidak menikah dengan Liora.Perjalanan menempuh waktu 4 jam dengan mobil. Harusnya Luca bisa menggunakan pesawat yang hanya membutuhkan waktu 1 jam. Tetapi, ini adalah keputusan mereka. Mereka ingin menikmati waktu bersama yang cukup panjang.Setelah beberapa kali berhenti untuk makan, membeli sesu
Hari-hari berikutnya berjalan begitu manis. Adrian dan Liora tak lagi terlihat seperti dua orang yang terikat oleh sebuah kontrak kaku, melainkan benar-benar seperti sepasang suami istri yang tengah menikmati kehidupan baru.Setiap pagi Adrian mengecup Liora saat pergi bekerja, lalu ia pulang dengan membawa bunga, makanan kesukaan atau hadiah. Entah sejak kapan itu di mulai, tapi Liora pun sudah terbiasa menunggu dan menyambutnya pulang.Di rumah, mereka semakin banyak menghabiskan waktu bersama. Liora mulai sering memasak sarapan sederhana. Hatinya senang saat Adrian memuji masakannya. Mungkin, dia mulai membuka hatinya, menyadari bahwa Adrian bukanlah pria yang sama seperti dulu. Dingin, kaku, dan penuh amarah. Kini, ia penuh perhatian dan sabar. Bahkan sangat manis.Sementara di hati Adrian, ada keyakinan yang terus tumbuh, ‘Dengan kedekatan ini, Liora pasti tidak akan menuntut cerai lagi. Dia akan tetap bersamaku.’ Ia selalu berkata itu setiap hari di dalam hati.Namun, meski suda
Liora menatap Adrian di cermin. Mata mereka bertemu. Adrian tersenyum. Tak ada ekspresi memaksa di wajahnya, melainkan kenyamanan dan ketenangan.“Ah, maaf. Kamu pasti lelah hari ini sudah seharian jalan-jalan. Aku terlalu banyak menuntut. Terima kasih untuk hari ini.” Adrian mengecup puncak kepala Liora. Ia pun berjalan ke kamar mandi.Liora meneguk ludahnya. Kelembutan pria itu benar-benar tidak pernah dia duga. Bagaimana ia bersikap pada anak remaja yang selama ini dibencinya, membuatnya terlihat sebenarnya dia memang bukan orang jahat.Tak lama kemudian, Adrian keluar dari kamar mandi. Dia sudah mengganti pakaiannya. Kini ia menggunakan piyama yang nyaman.Liora pun beranjak. Ia menghilang ke kamar mandi, untuk mencuci wajahnya. Setelah selesai, ia juga mengganti pakaiannya dengan dress tidur berbahan satin.Saat Liora keluar dari kamar mandi, matanya kembali bertemu dengan Adrian yang duduk di kepala tempat tidur.“Ah, kamu sudah ganti baju. Padahal aku tidak keberatan untuk meng
Hari itu menjadi salah satu hari yang menyentuh bagi Liora.Adrian dan Luca juga merasakan sesuatu yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Kebersamaan yang begitu hangat.Mereka berjalan menyusuri pusat kota, hingga mengelilingi mall paling mewah.Luca sempat mematung menatap toko mainan besar.“Luca? Ada apa?” tanya Liora, yang melihatnya tertinggal di belakang.Luca tersenyum. Dia menggeleng.Adrian melihat Luca dan melirik arah pandangnya. “Kamu ingin membeli mainan?” tanyanya terkekeh pelan.“Bukan, Om. Aku sudah besar. Aku tidak butuh mainan seperti anak-anak lagi. Tapi, aku hanya tidak pernah merasakan yang dirasakan oleh anak itu. Membeli mobil-mobilan dengan ayahnya,” ucap Luca.Adrian dan Liora saling menatap.Untuk pertama kalinya, Adrian merangkul bahu anak remaja itu seakan teman sebayanya. “Kamu ini bicara apa, Luca? Untuk apa membeli mobil mainan seperti itu. Nanti, kalau kamu sudah besar dan sudah lolos izin mengemudi, Om akan membawamu langsung ke showroom mobil d
Adrian merasakan sesuatu yang tidak pernah dia rasakan. Selama ini dia selalu berusaha melindungi keluarganya. Dia selalu menjadi tameng. Tapi, kali ini dia merasa justru seperti sedang dilindungi. Dia merasa tenang. Tanpa beban. Walau hanya seketika.Liora melepasnya.Adrian mengusap wajahnya. Ia mengatur napas dan kelu di hatinya. Ia memaksa bibirnya untuk tersenyum. “Terima kasih, Liora. Itu sangat berarti untukku. Aku… aku tidak pernah merasa setenang ini,” ucapnya jujur.Liora terdiam. Masih menatapnya. Ia tahu, pasti selama ini yang Adrian lalui juga tidak mudah.“Ah maaf,” ucap Adrian pula mengusap matanya dengan mengangkat bahunya.“Aku mandi dulu. Lalu kita sarapan. Setelah itu aku bersiap-siap menjemput Luca. Dia sangat senang sewaktu aku mengatakan akan menjemputnya dan mempertemukannya denganmu," jelasnya.“Kalau begitu, bersiaplah, sebelum aku berubah pikiran,” ucap Liora dengan sedikit senyum seakan ingin menghibur perasaan Adrian.“Jangan jangan!” ucap Adrian cepat. Dia