Share

Bab 6

Penulis: Evie Yuzuma
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-22 10:22:09

Sepeda motor yang ditumpangi Ines baru saja berhenti di halaman rumah ketika dari arah jalan terdengar deru mobil yang mendekat. Tampak mobil yang ditumpangi Ibu mertua dan kakak iparnya datang. Ines segera membayar tukang ojek itu agar buru-buru pergi. Dia tak mau jika tukang ojek itu harus menyaksikan keributan.

Mobil itu berhenti di depan garasi yang masih tertutup. Ibu mertua dan dan para kakak iparnya turun. Mereka tampak saling melirik. Ines sudah bersiap untuk menyerang jika sumpah serapah serta makian dia dapatkan. Namun salah dugaan Ines, Retno menghampiri dan memeluknya.

“Maafin Ibu, Nes! Maafin Ibu! Tadi itu, Ibu hanya tak punya pilihan,” bisiknya. Mirna dan Erna pun turut menepuk lembut bahunya yang sedang dalam pelukan Retno. Sementara itu, Gugun dan Erda---suami Mirna dan Erna langsung membuka kunci pintu dan masuk ke dalam.

Ines mematung, padahal dia sudah bersiap membela diri ketika ibu mertua dan para kakak iparnya menyerang. Namun semua dugaannya salah. Mereka malah begitu lembut dan baik memperlakukannya.

“Ayo ke dalam, Bu, Nes! Kita istirahat!” seru Erna seraya melangkah lebih dulu.

“Iya, Nes! Nanti kita bicarakan kalau semua sudah tenang!” tambah Mirna seraya mengikuti langkah Erna menjauh dari Ines yang masih berpelukan dengan Retno---sang ibu.

“Ayo, Ines! Sudah malam gak baik kita berlama-lama di luar! Maafin tadi ibu, ya! Ibu bener-bener gak punya pilihan! Nanti Ibu jelaskan siapa perempuan tadi! Kami berhutang pada keluarga Aniska, Nes!” tukas Ibu seraya menarik lengan Ines.

“Baik, Bu! Aku tunggu penjelasannya! Tapi aku gak mau besok, aku mau … ibu menjelaskannya sekarang!” tukas Ines seraya membuang napas kasar. Dirinya mencoba meredam emosi yang sejak tadi sudah meletup-letup. Namun melihat tatap lembut dari Ibu mertuanya, Ines mencoba menunggu semuanya terbuka. Setelah itu, dia bisa menimbang seperti apa langkah seterusnya yang harus dia lakukan.

“Baik, Ibu akan ceritakan semuanya padamu! Kita masuk dulu, yuk!” tuturnya lembut. Dia menggiring Ines untuk segera masuk. Ines pun mengikuti langkah Ibu mertuanya hingga tiba di ruang tengah, Retno menoleh padanya.

“Kamu tunggu ibu saja di sini, ya! Ibu mau bersih-bersih dan ganti baju dulu, ya!” tukasnya seraya tersenyum lembut. Mau tak mau, Ines mengangguk. Lalu dia memilih duduk di sofa seraya menyandarkan tubuhnya.

Kedua kakak iparnya sudah menaiki tangga sejak tadi dan masuk ke dalam kamarnya masing-masing. Kini Retno pun menuju ke kamarnya yang ada di lantai atas.

Ines duduk di ruang tengah seraya tepekur. Menunggu Retno---ibu mertuanya yang tadi berjanji akan menceritakan semuanya datang kembali. Namun dua puluh menit sudah berlalu, tak ada lagi tanda-tanda kehidupan. Ines menjadi geram, dia berjalan mengikuti uliran tangga dan mendekati kamar ibu mertuanya.Tak sopan sebetulnya, tetapi rasa penasaran dan kesal kembali berlarian.

Ketukan bertalu pada daun pintu, tak lekas membuat pintu itu terbuka. Tak ada lagi sahutan, hingga akhirnya Ines harus mengakhiri malam ini dengan kecewa. Akhirnya dia menuju kamarnya yang terletak di dekat tangga. Hanya dia yang tidur di kamar bawah, sedangkan ibu dan kakak mertuanya semua berada di lantai dua.

Ines membersihkan diri, meskipun kamarnya di bawah tetapi tetap memiliki kamar mandi didalam. Mengguyur tubuhnya dengan air shower yang hangat. Pikirannya yang terlampau fokus sehingga membuatnya tak sadar, ketika dia membuka pintu kamar mandi dengan lilitan handuk di dadanya, Ines terlonjak keget karena Arlan sudah membaringkan tubuh di atas ranjang.

“Astaghfirulloh, Mas!” pekik Ines seraya menutup bagian tubuh atasnya yang terbuka dengan kedua tangannya.

Arlan yang kagetpun menoleh. Seminggu menikah dengan Ines bahkan baru kali ini melihatnya setengah telanjang. Sontak dia menelan saliva ketika melihat tetesan air yang berjatuhan dari rambut basah istrinya masuk ke sela-sela handuk yang membalut tubuhnya.

“Kamu ngapain mandi malam-malam, sih?” Arlan membuang muka, tetapi tetap saja bayangan tubuh seksi Ines yang kini menarik selimut untuk menutup tubuh bagian atasnya berlarian.

“Kamu pulang, Mas? Bukannya nginep di rumah perempuan simpanan kamu?” Ines menatap sinis pada Arlan. Dia bergegas meraih pakaiannya dari dalam lemari dan hendak melarikan diri kembali ke kamar mandi. Namun tanpa disangka, Arlan menarik selimut yang menutup bagian atas tubuhnya hingga langkahnya terhenti.

“Jaga bicaramu, Nes! Kamu gak tahu siapa dia? Jangan berani-beraninya merendahkan dia?!” Arlan menatap Ines. Kilat matanya bercampur baur antara nafsu dan amarah yang berbaur.

“Mana aku tahu, Mas?! Apa kamu pernah ngasih tahu aku siapa dia?! Enggak ‘kan?!” Ines menepis tangan Arlan yang kini menyampir pada pundaknya dan mundur beberapa langkah.

“Kamu gak perlu tahu apapun tentang dia, tapi sekali lagi kamu bicara merendahkan dia, aku tak akan segan-segan untuk,-”

“Untuk apa, Mas? Bilang? Untuk apa? Kamu mau ceraikan aku? Ayo ceraikan, aku gak takut! Lebih baik aku menjadi janda, dari pada harus berbagi dengan perempuan rendahan seperti dia!” pekik Ines yang sudah menahan kesal sejak tadi. Bicaranya semakin tak terkendali membuat Arlan semakin murka.

“Ines!” Arlan merangsek maju dan mengayunkan telapak tangan hendak menampar Ines, tetapi Ines menepisnya. Rasa kesal dan marahnya sudah berbaur. Sakit hatinya sudah menghujam hingga ke dalam.

Namun sial, handuk yang dipakainya hampir terlepas. Ines terkejut lalu membetulkannya, memaksa sepasang mata Arlan mengikuti gerakan tubuhnya. Berulang kali dia menelan saliva hingga akhirnya dia merangsek dan mengkungkung tubuh sang istri yang sudah hampir tersandar pada tembok.

“Apa kamu marah-marah seperti ini karena kita belum melakukan malam pertama? Apa kamu ingin melakukannya sekarang, Sayang?!” Arlan menyeringai. Otaknya sudah berlarian dengan fantasi liar.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
dasar perempuan kampung yg gampang ditipu. mampuslah kau nes. kau yg memancing arlan nyet
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 49 - End

    Ucapan ijab qabul menggema mengiringi janji suci dua orang yang hari ini resmi diikat oleh pernikahan. Arlan duduk menunduk seraya menyeka keringat yang bermunculan. Bahkan dunianya seakan berhenti berputar. Dirinya tak menyangka ketika pada akhirnya bisa menemukan jalan hijrah dan anugerah cinta. Dia pun masih tak menyangka ketika dirinya dipertemukan dengan seorang yang lembut dan berhati baik, berharap sang mampu melengkapi kurangnya pengetahuan agamanya. Tiga bulan setelah pertemuan di masjid ketika acara hari itu. Arlan mendapatkan tawaran untuk kerja sebagai salah satu staff di pondok pesantren modern. Semua itu atas nama rekomendasi Azizah dan tentunya rekomendasi dari Ikbal---sang ketua DKM. Dia melihat Arlan yang cukup ulet dan gigih selama menjadi marbot masjid. Ikbal cukup dekat dengan Arlan dan seringkali dimintai pendapat olehnya. Melihat kesungguhan Arlan untuk hijrah, akhirnya dia pun yakin jika semua keburukan Arlan telah menguap bersama status sosialnya.Arlan sempat

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 48

    Airlangga memekik haru ketika benda pipih bergaris merah itu ditunjukkan Ines padanya. Dia langsung membopong tubuh Ines dan menghujani wajah sang istri dengan kecupan. Bahagia tak terkira ketika akhirnya dirinya akan segera menjadi seorang ayah. “Terima kasih, Ya Allah … terima kasih, Sayang!” “Kak, ih … nanti aku jatuh gimana?” Ines mengalungkan lengannya pada leher Airlangga. “Aku bahagia, Dik! Aku ingin merayakan semua kebahagiaan ini dengan semua karyawan perusahaan! Hmmm baiknya bikin acara apa, ya?” Airlangga menurunkan Ines perlahan dan menudukannya di atas sofa. “Ya, bagi-bagi voucher belanja mungkin, Kak. Kan gak ribet juga,” tukas Ines. “Ide bagus! Oke, nanti kita minta Rendra urus semua!” Airlangga begitu berbahagia. Diusapnya pipi Ines dengan lembut. “Kita ke dokter sekarang, ya! Biar kamu dapat asupan vitamin yang bagus! Habis itu kita ke tampat Papi dan Mami. Terus kita kabarin Ibu.”Airlangga berbicara dengan mata berbinar. Ines mengangguk dan turut mengiyakan. K

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 47

    Arlan duduk termenung, kalimat demi kalimat yang almarhum ayahnya sampaikan kembali terngiang. Entah kenapa baru kali ini dia menyadari begitu banyak petuah sang ayah yang sudah dia tinggalkan. “Jadilah pelindung untuk dua kakakmu, Jadilah pelindung untuk Ibumu, Bapak rasa umur Bapak sudah tak lama. Jadilah anak sholeh yang doanya bisa menerangi alam kubur Bapak.” Semua kalimat itu seolah ada tanggung jawab yang dilimpahkan. Almarhum ayahnya mempercayakan Ibu dan kedua orang kakaknya padanya. Namun pada kenyataannya, justru berbanding terbalik. Arlan tak mampu mengendalikan mereka, justru dirinya yang dikendalikan Retno dan Mirna. Kesibukan mempersiapkan acara tabligh akbar, akhirnya kembali mengalihkan perhatiannya. Dengan kakinya yang masih terpincang dan dibantu gerak oleh tongkat yang menyangga ketiaknya. Arlan membantu sebisanya. Menata kursi, memasang taplak meja, lalu menyajikan air mineral untuk para anggota DKM yang sebagian besarnya anak muda. Menjelang siang, nasi kotak

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 46

    Dering bell yang terdengar membuat Narendra bergegas keluar dari rumah. Dia baru saja selesai membuat sarapan untuknya. Dua tangkup roti bakar dan segelas kopi hitam sudah tersaji di meja. “Pagi Pak Rendra!” Senyum manis Fika menyapanya. Perempuan itu juga tampak sudah rapi. “Pagi, Bu Fika! Ada apa, ya? Kalau mau ngasih kopi, maaf banget, saya sudah buat.” Narendra menautkan alis menatap Fika yang membawa cangkir di tangannya. Fika tersenyum seraya menggeleng kepala. Satu tangan menutup bibirnya, tingkahnya berbeda sekali dengan Fika yang begitu tegas ketika menindak karyawan yang melanggar peraturan. Fika di luar jam kantor, lebih tampak manja dan nekat kalau Narendra bilang. “Bukan mau ngasih kok, Pak Rendra! Saya mau minta air panas. Maklum rumah baru, Pak. Saya kira sudah lengkap kemarin tuh. Eh nyatanya gak ada kompor juga buat manasin air, dispenser ada, sih, tapi mati.” Fika terkekeh dan menunduk. “Oh, mari masuk! Banyak kok kalau sekadar air panas, sih!” Narendra menggese

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 45

    “Andai kebahagiaanku adalah Mas Arlan, Pah? Bagaimana?” lirih Aniska seraya menutup wajahnya dan membiarkan tangis lepas meluahkan beban yang terasa berat di pundaknya.“Tidak! Papa tidak akan mengijinkanmu memelihara pengkhianat itu di rumah ini! Andai dia hanya cacat dan tak bisa kerja, tetapi hatinya setia … Papa masih bisa pertimbangkan. Namun masa depan seperti apa yang kamu harapkan dari seorang lelaki pengkhianat, cacat dan pengangguran?! Gak ada, Nis! Gak ada!” Hafid berucap dengan tegas dan lantang. Aniska menunduk. Hatinya membenarkan apa yang sudah menjadi keputusan ayahnya. Dia pun sadar, semua yang dikatakan ayahnya adalah benar. Bahkan sakit hatinya masih terasa ketika mendengar pengakuan perempuan yang mengaku tengah mengandung anak dari suaminya. Hafid langsung meminta pengacaranya bergerak cepat untuk menggugat cerai Arlan yang masih terbaring tak berdaya. Hafid merasa ditusuk dari belakang oleh orang yang teramat sangat disayanginya itu. Bahkan setiap kesalahan kec

  • ISTRI YANG DISIA-SIAKAN   Bab 44

    Di tengah keraguan hatinya. Narendra melajukan mobilnya bukan menuju ke arah rumah, melainkan menuju ke kediaman Abi Firdaus dan Umi Zubaidah. Dia hendak bertanya beberapa hal terkait Azizah. Bagaimanapun dia telah memintanya langsung pada kedua orang tuanya. Apa jadinya jika tiba-tiba dia memilih FIka tanpa mengetahui seperti apa kondisi sebenarnya perempuan yang awalnya diharap bisa menjadi istrinya itu.Mobil yang dikendarai Narendra akhirnya tiba di kediaman Umi dan Abi. Dirinya disambut baik dan dipersilakan seperti biasa. Tak banyak basa-basi yang terjadi. Narendra mengungkapkan pertanyaan seputar penolakan Azizah padanya.“Apakah dia sudah memiliki calon lain yang u sesuai keinginannya, Umi, Abi?” tanya Narendra.“Setahu Umi sih belum, Pak Rendra. Dia masih butuh waktu untuk menyembuhkan trauma. Namun Iza tak mau terikat dengan siapapun saat ini dan entah sampai kapanpun dia tak memberikan kepastian pada Umi,” tukasnya. “Apakah saya boleh tahu seperti apa kriteria calon suami

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status