“Mbak gak bercanda, kan?”
Mendengar itu, Lela jadi merasa tak enak. Tapi, biar bagaimanapun juga, dia memang tidak bisa jadi ibu asi tanpa pernah hamil dan punya anak, kan?
“Ehem…” Pria yang tadi mengenalkan diri sebagai dokter keluarga itu tiba-tiba berdeham dan memecah keheningan.
“Sebenarnya ada caranya. Bagaimanapun, karena Tuan Muda sangat butuh asi akibat alergi susu sapi dan juga karena Tuan Muda sepertinya menyukai Mbak, kami bisa mengusahakan untuk melakukan sesuatu.”
“Maksudnya melakukan apa, saya gak harus hamil dulu kan?” tanya Lela, tak mengerti.
Dokter Greg pun menggeleng, "Tentu saja tidak, Mbak, tenang saja, ami tidak akan melakukan hal sejauh itu. Dengar penjelasan saya dulu."
Lela pun mengangguk patuh, ia was-was dengan apa yang akan disampaikan oleh dokter itu. Posisinya yang lemah akan membuatnya mudah dibujug dan dikendalikan.
Lalu Dokter Greg pun mulai menjelaskan cara apa yang bisa Lela lakukan agar bisa menghasilkan Asi.
Salah satunya melakukan induksi laktasi. Intinya, induksi laktasi adalah proses yang dilakukan agar membuat perempuan yang belum melahirkan memproduksi Asi dengan cara distimulasi dengan memberikan stimulasi hormon terlebih dahulu. Prosedur ini memang tak biasa. Tapi, kekuatan keluarga dari Baby Dam sepertinya membuat itu tak jadi masalah.
Hanya saja, bentuk dan fungsi tubuh Lela akan berubah. Dia harus rela memproduksi Asi bahkan sebelum ia merasakan sebuah pernikahan dan memiliki anak sendiri. Mungkin, ada banyak hal yang tidak bisa ia lakukan dengan mudah ketika hormon itu mempengaruhi tubuhnyasecara fisik.
Dokter Greg menjelaskan bahwa ia berjanji akan terus mengawal prosesnya di bawah perintah Tuan Raniero, jadi Lela bisa terjamin dan tidak akan ada masalah kesehatan. Ia bahkan menjelaskan teknisnya secara rinci dan meminta Lela untuk membaca catatannya.
Setelah beberapa saat Lela diam dan mendengarkan, Sekretaris pun kembali memastikan persetujuan Lela.
“Jadi apakah Mbak bersedia untuk dilakukan induksi laktasi?" tanyanya setelah penjelasan dokter selesai.
Lamunan Lela seketika buyar.
Jelas, ini berat sekali. Dia harus memilih antara dua pilihan berat yang sama-sama beresiko terhadap masa depannya, yakni mengeksploitasi tubuhnya sendiri atau kebutuhan?
“Saya minta maaf. Apakah saya bisa memikirkannya dulu?” ucap Lela pada akhirnya.
Untungnya, semua orang di sana memahaminya. Sekretaris ayah Baby Dam bahkan menyuruh Lela agar diantar pulang oleh sopir mereka.
Namun, Lela dimintai nomor telepon agar mereka bisa menjemput Lela kapan saja jika Tuan Muda mereka membutuhkannya.
Lela yang memang dasarnya memiliki hati yang lembut dan baik, pun menyetujuinya. Bahkan, tanpa mempertanyakan berapa komisi yang akan ia dapatkan.
***
“Jadi, dia menolaknya?”Meski hanya lewat sambungan telepon, suara Tuan Raniero mampu membuat sang asisten menelan ludah kasar. “Maaf, Tuan. Kandidat yang lolos seleksi dan disukai Tuan Muda Damian itu masih belum memutuskannya sebab dia perlu prosedur penyuntikan hormon.”
Tak lama, Dika segera menjelaskan kembali prosedur yang dijelaskan dokter tadi.
Bara Raniero seketika menghela napas. "Sudah hampir 3 bulan, tapi Baby Dam belum meminum Asi sejak lahir karena ibunya pergi,” ucapnya, “Jadi, usahakan agar kandidat itu menerimanya."
"Baik, Tuan.”
"Atau... begini saja, kalau pada akhirnya orang itu tetap menolaknya, kita bisa menggunakan cara instan yang sudah pasti berhasil."
"Apa itu, Tuan?" tanya sang sekretaris optimis.
Tuannya selalu memiliki cara untuk bisa mengendalikan orang lain termasuk membuat orang lain tunduk padanya.
"Cari tau semua tentang perempuan itu, termasuk kelemahannya. Seperti kasus Bos Heru, jika orang ini memiliki kelemahan dalam hal finansial, kita akan tampil sebagai pahlawan."
"Bisa dimengerti."
"Saya serahkan semuanya padamu, Dik, pokoknya saya mau dia setuju dengan rencana kita."
"Baik, Tuan."
Sambungan telepon pun terputus.
Bara seketika memijit keningnya.
Sungguh sulit menjadi ayah tunggal.
Selain harus bekerja sebagai dosen dan juga mengurus usaha keluarganya, dia harus memikirkan tumbuh kembang putranya seorang diri.
Seandainya mantan istri Bara yang bekerja sebagai artis itu tak egois dan hanya memikirkan karier, serta bentuk tubuhnya–semua tentu tak akan sesulit ini.
Hanya karena kebaikan Sang Pencipta-lah, Baby Dam dapat tumbuh baik meski tanpa asi dan minum formulasi susu kambing khusus untuknya. Namun, sebagai ayah, Bara tetap ingin meminimalisir efek negatif di kemudian hari. Sayangnya, Baby Dam sangat pilih-pilih orang.
Baru kandidat tadi yang sesuai kriteria putranya itu. Tapi, ternyata wanita itu tak langsung menerimanya..?
Dosen yang juga pengusaha muda terbaik di ibu kota itu menghela nafas panjang.
Ia terus merasa bersalah ketika mengingat bagaimana wajah polos anaknya menatapnya.
Jadi, tak peduli latar belakang atau berapapun uang yang diminta, Bara ingin kandidat itu merawat Damian!
Yuk komen-komen! :D
Lela mengalihkan pembicaraan agar Bara tidak fokus pada itu. "Aku ngantuk dan capek, tidur di kamar yuk! Katanya mau ngecas energi?" Ia langsung berdiri dan merentangkan tangan minta dipeluk. Bara pun tak membahas apa yang ia tanyakan tadi pada istrinya, dan segera menyambut pelukannya. Namun, sebelum itu ia meminta Bi Tati untuk memindahkan Damien ke kamarnya. Apartemen itu ada 1 kamar utama, dua kamar ukuran sedang untuk Baby Alesha juga Damien sendiri-sendiri, dan untuk pembantu satu kamar tapi dua ranjang, ukurannya juga luas. Bara dan Lela masuk kamar dengan bahagia, saking rindunya sampai melupakan anaknya. Untung mereka kaya dan ada yang bisa diperintah, kalau tidak, parah sih. ••• Paginya, Bara dan Lela ke rumah sakit untuk mengunjungi Hendra lagi. Kali ini mereka membawa serta anak-anak, karena ada Bara juga. Namun sebelum mereka masuk, mereka mendengar teriakan Eva. "Mas, padahal tinggal bilang dengan baik-baik kok, kenapa harus pake bahasa yang kasar?!" kesalnya.
Sudah dua pekan Lela di Bandung, tiba-tiba Bara menelpon di jam kerjanya. Biasnaya ia akan mengambil waktu istirahat untuk telpon. "Kenapa sih?" tanya Lela pada suaminya di video call. Namun sepertinya Bara sedang di Mansion, terlihat backgrounnya kamar Damien. "Nih, Damien nangis pingin ketemu Mama katanya," ujar Bara. Kamera pun disorot ke Damien yang sedang menangis, ia terlihat sangat sedih. Lela jadi ketularan sedih dan langsung menghela napas. "Ya Allah Sayangku, kenapa nangis?" tanyanya lembut. "Pingin ikuuuuut," jawab Damien dengan isak tangisnya. Sementata itu Baby Alesha menyembul di balik hijab Lela, ia baru selesai menyusu dan melihat ke arah kamera. "Nih, diliatin Dedek Alesha. Masa Abang gak malu?" ujar Lela. Damien pun mengusap air matanya, ia memang anak yang cukup gengsian. Apalagi sejak Alesha lahir, Damien berperan menjadi kakak jagoan yang selalu melindungi adiknya. Bahkan setiap teman-teman Bara atau Lela datang menbawa anak-anak mereka, Damien
Lela tersenyum masuk ruangan rawat inap Hendra bersama suaminya. Bahkan sedari tadi, Bara terus merangkulnya sampai susah masuk di pintu masuk karena Bara yang besar. "Assalamualaikum, Papi, Mama!" sapa Lela pada mertuanya. Eva pun tersenyum dan langsung berdiri. Lihatlah, ia anggun sekali seperti Ratu Inggris yang penuh etiket. Pakaiannya juga sangat sopan meski tidak berhijab, ia sangat rapih dan berkelas. "Waalaikumsalam, Sayang." "Gimana kabarnya, Papi sekarang?" tanya Bara. "Loh katanya Bara mau balik ke Jakarta?" tanya Eva setelah menyalami dan memeluk Lela. "Iya, ini abis dari sini langsung balik ke Jakarta." Eva mengangguk-angguk, "Papi kamu udah mulai membaik, tinggal pemulihan. Tapi Mama mau Papi kamu dirawat dulu sampai bisa jalan," ujarnya. "Takut banget kalo ada apa-apa nanti, masalahnya kan Nyonya Yun... eh Mami lagi sakit juga, abis tenggelam di kolam waktu di Bali." Lela terkejut, "Loh terus gimana sekarang?" "Udah baik katanya. Dia kayaknya mau
Hendra terkena stroke dan dirawat di rumah sakit di Bandung. Maka, dalam keadaan itu Bara datang mengunjungi ayahnya dan melihat ayahnya tidak bisa bicara dengan baik. Sayangnya, Bara tidak bisa menjaga ayahnya karena harus bekerja. Kakak-kakaknya juga tak bisa datang karena sudah sibuk dengan pekerjaan dan keluarga mereka di luar negeri. Melihat situasi itu, Lela minta izin pada Bara untuk ikut merawat Ayah mertuanya dan tinggal di sekitar rumah sakit. Awalnya Bara tidak mengizinkannya karena ia khawatir pada Lela yang masih harus bersama dengan Baby Alesha. Akan tetapi, Lela berhasil meyakinkan suaminya dan meyakinkannya bahwa itu adalah baktinya yang harus ia sampaikan kepada mertuanya. Ia berkata pada Bara. "Mas, selama ini aku nggak 100% nyalahin sikap Papi sama aku. Sikapnya itu sangat wajar, karena dia hanyalah orang tua. Umumnya orang tua ya selalu ingin yang terbaik untuk anaknya dan aku mungkin gak masuk pada kriteria dia waktu itu. Wajar buat dia untuk berkomentar
Hal yang Lela khawatirkan adalah fakta bahwa ayahnya sudah keluar dari penjara saat ia pulang ke Jakarta. "Kenapa, Sayang?" tanya Bara lembut. "Aku pingin kamu lakuin satu hal." "Apa itu?" tanya Bara khawatir dengan sorot mata istrinya yang penuh ketakutan. "Itu..." Lela berat mengatakannya. "Lindungi Ibu dan adik-adikku. Tolong ya..." Bara berpikir sejenak, "Itu pasti, tapi kenapa?" "Bapakku udah keluar dari penjara, setidaknya tepat kita sampai di Jakarta." Bara terkejut, itu benar. Ayah mertuanya yang kriminal itu harusnya akan keluar dalam hitungan hari. "Aku akan kirim orang untuk melindungi mereka, kamu jangan khawatir. Kalo bisa, aku akan pindahkan mereka. Oke?" "Atau... Biarin ibu dan adik-adik tinggal sebentar di mansion, sebelum kita pindahkan mereka ke tempat lain." Bara pun merasa itu ide yang bagus. "Boleh. Akan aku urus semuanya." "Makasih, Mas." "Apapun buat kamu, Sayang." Lela pun lega mendengarnya, bagaimanapun ayahnya belum tentu jera sete
Bara selesai menggarap urusan di Jepang lebih cepat dari biasanya, ia sudah menyerahkan kasus yang ia alami kemarin pada teman-temannya yang lain. Tentu saja itu dengan bayaran yang sepadan. Namun sebelum Bara dan timnya benar-benar menangkap Dinda, Dinda sendiri sudah menyerah duluan. Mudah untuk ditebak sih, karena Dinda memang tidak punya backing yang kuat. Ia melakukan drama itu dengan model nekat, tanpa berpikir panjang. Dan yang lebih parahnya lagi, muncul berita bahwa Dinda keguguran gara-gara stress. Blenda sendiri yang memberitahu Bara dan teman-temannya. Itu karena Dinda pergi ke kliniknya dan diurus di sana, tempat yang dulu juga tempat kerja Dinda. Di situlah Dinda seolah menerima karmanya lebih cepat dari yang orang kira. Pada akhirnya, Dinda harus menerima semua bantuan yang dilakukan oleh Blenda padanya. Padahal Blenda hanya brrsikap profesional sebagai seorang dokter. Sementara netizen yang heboh pun langsung kecewa, karena ternyata dramanya tidak seru.
Awalnya Bara dan teman-temannya memang ingin diam saja, ketika Dinda membuat drama di media sosial dan viral. Namun, itu berubah ketika Dena memberitahu mereka kalau sebenarnya Dinda juga menyewa buzzer untuk terus membuat opini bahwa semua kejadian itu mengarah pada Greg, yang terzolimi oleh Bara dan Lela.Sementara itu, fans garis keras dari Greg mulai mengopinikan dan mendukung pernyataan-pernyataan yang mengarah pada Bara dan Lela itu. Bahkan sampai ada yang memberikan statement bahwa Bara adalah mafia yang melatarbelakangi semua terjadinya kasus lain yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Bara. Hal itu juga menjadi semakin parah dan mempengaruhi bisnis Bara. Sehingga Hendra ikut nimbrung dengan mengomeli anaknya karena kasus ini, membuat bisnis mereka menurun.Maka Bara pun tidak bisa berdiam diri. Ia kemudian memberikan keterangan di media sosialnya beruba video yang sangat tegas pada siapapun yang membuat konten drama itu. "Selamat Pagi, semuanya! Saya sedang berada d
"Aku udah bilang sama Blenda, tapi aku gak nyngka kalo sejauh itu pemikiran dia." "Gimana?" tanya Lela. Bara menghela napas, "Dia malah dukung aku buat cerita ke yang lain." Lela terkejut, "Hah, serius?!" Bara mengangguk, lalu berkata kalau ia akan melakukan janji temu dengan teman-temannya. Ia tak ingin kesalahpahaman ini terus berlanjut, bahkan memperngaruhi bisnisnya. Ia pun membuat janji dengan teman-temannya karena perbedaan tempat dan banyak yang harus mereka kerjakan jadi sulit untuk menemukan waktu yang tepat. Alhasil, mereka memutuskan untuk video call. Namun mereka juga sudah dibriefing oleh Bara untuk tidak merecord semua yang mereka bicarakan hari itu. Bara percaya pada teman-temannya bahwa mereka bukan tipe teman-teman yang suka Cepu, apalagi ini tentang Greg yang menjadi alasan mereka video call malam ini. "Jadi, gue cuma mau bilang. Gue harap kalian jaga rahasia kita. Kemarin kalian nyalahin gue tentang Greg, tapi gak ada yang bener-bener tahu apa yang seb
"Hallo, Nda." "Hallo, Bar. Kenapa?" "Gue mau minta pendapat lo, tentang temen-temen gue sama Greg. Masalahnya, gue sekarang jadi dimusuhin sama circle gue gegara kasus suami lo. Gimana nih?" "Mau lo apa?" tanya Blenda santai. "Ya gue mau cerita ke mereka." "Cerita aja," jawab Blenda santai. "Loh?" "Iya, cerita aja biar lo gak disalahin sama mereka." "Lo gak papa?" tanya Bara memastikan. "Ya nggak papa, emang gue kenapa? Gue kan sengaja bioin dia sengsara sekalian karena udah mengkhianati kepercayaan gue. Gue udah bilang sama lu kan, kalau gua juga pengen dia ngerasain hancur, sehancur-hancurnya. Terus apa masalahnya?" "Gue kira lu gak terima kalo gue cerita ke mereka." "Serius, gue gak masalah." "Gue justru terbantu dengan itu. Lo cerita ke mereka, sehingga temen-temen lo pada berpihak ke lo. Setelah itu Greg bener-bener ditinggal sama semua teman-temannya, terus enggak ada tempat bersandar, endingnya? Dia bakal balik ke gue, mohon-mohon dan itu tujuan gue." B