Share

08.

Azlan bukanlah orang yang tidak punya perasaan. Egonya yang tinggi terasa direndahkan ketika mengetahui Rani bahkan sudah bersama dengan Ron. Mungkin saja saat ini mereka sedang ah ... shit !!!! Azlan mengumpat dengan keras membayangkan Ron menjamah tubuh gadisnya. Ya, Maharani adalah gadisnya, miliknya yang tidak boleh disentuh oleh siapapun.

"Kau mau kemana, sayang?"

"Aku ada pekerjaan."

"Ini kan hari Minggu, Sayang. Lagi-lagi Angela, istri palsunya itu membuatnya merasa kesal. Kemana-mana harus laporan seperti anak kecil. Belum lagi permintaanya yang terkadang tidak masuk akal. Azlan benar-benar pusing memikirkan nasip pernikahannya yang masih seumur jagung.

"Ya sudah, pergilah!"

Azlan lega akhirnya dibebaskan untuk pergi. Bagaimanapun juga dia butuh tempat untuk bernafas lega tanpa harus dikekang seperti tadi. Azlan bergegas mengeluarkan mobil mewahnya dari garasi. Dia bingung harus mencari dua penghianat itu kemana. Azlan kembali menghubungi Ron. Hingga sepuluh kali panggilan pria itu baru mengangkat telponnya.

Halo, Bos."

"Dimana kalian saat ini?"

"Nona Maharani tidak memperbolehkan saya memberitahu anda,"

'Kurang ajar! Berikan ponselmu pada Rani! CEPATT!!"

Ron pun memberikan ponselnya pada Rani, dia memberikan isyarat untuk menutup mulut saja. Rani tentu saja menggelengkan kepalanya. Dia jelas tidak mau. Dengan begitu dia ingin tahu, apakah Azlan benar-benar tega kepadanya. Dia akan membuat Azlan merasa kecewa dan marah. Lihat saja nanti pria itu akan melampiaskannya pada orang-orang yang ada di sekelilingnya.

"Halo Azlan sayang."

Sapaan Maharani terdengar seperti desahan seorang jalang.

"Di mana kalian saat ini?"

"Di tempat yang seharusnya, Sayang."

"Apa kamu mau ikut bergabung bersama kami?

Aahh ... Ron kau menyakitiku."

Rani sengaja berbicara seperti itu karena Ron mencubitnya. Dia sengaja melakukan itu untuk membuat Azlan kepanasan.

Azlan semakin meradang. Pria itu langsung mematikan panggilannya. Menghubungi anak buahnya untuk melacak nomor ponsel Ron.

Lima belas menit adalah waktu yang begitu lama bagi seorang Azlan. Menunggu adalah hal yang paling dibencinya. Hingga sebuah pesan berisi titik lokasi ponsel milik Ron, membuatnya meradang. Itu adalah Villa merah.

Bak kesetanan, Azlan melajukan mobilnya kencang. Tidak peduli seberapa banyak umpatan yang dia terima dari pengendara lain.

Dia tetap nekat melajukan mobilnya di atas kecepatan rata-rata. Bayangan Ron dan Rani saling bergumul mesra membutakan akal sehatnya. Dia harus sampai di tempat itu sebelum semuanya terlambat.

Rani melirik jam tangannya dan berkata dengan senyum penuh kemenangan.

"Sebentar lagi dia datang."

"Bagaimana kau bisa tahu?"

"Tunggu saja, Ron. Oh, ya kamu harus berpura-pura memelukku."

"Tidak." Ron membuang mukanya. Entah kenapa enggan untuk sekedar berpura-pura. Dia ingin benar-benar bisa memeluk tubuh ramping itu dan menghirup lama wangi tubuh milik Rani.

"Cepat, Ron." Buru-buru Rani mencoba berakting sedemikian rupa dengan Ron.

Baiklah jika itu maumu Rani. Batin Ron.

Ron Ibrahim bukanlah orang yang polos. Tidak seperti Rani yang terlihat kaku bermesraan. Pria itu lebih lihai dan terlihat natural. Pria itu sedemikian rupa memposisikan diri sebagai pemuja Maharani. Walaupun memang pada kenyataannya memang seperti itu. Cukup hanya dia yang tahu.

Ron memeluk tubuh ramping Rani dan menciumi leher jenjang itu dengan bersemangat. Toh Rani tidak memprotes tindakannya. Perlahan namun pasti ciuman itu mendarat di bibir tipis milik Rani. Ron melumatnya lembut. Membuat Rani merasakan sensasi yang berbeda. Tubuhnya seakan dituntun untuk mengikuti naluri. Walaupun awalnya Rani terlihat kaku.

Mata Ron sudah berkabut gairah. Menatap wanita yang dicintainya dengan penuh tatap cinta dan puja. Meminta untuk sedikit lebih banyak waktu untuk mengecap nikmatnya kemesraan. Rani pun tak kalah gilanya. Wanita itu bahkan mengeluarkan desahan saat tangan Ron menelusup di balik pakaiannya.

Mereka lupa bahwa mereka hanya bersandiwara. Mereka juga lupa bahwa tujuan utama mereka adalah membuat Azlan cemburu dan mau menjelaskan kekacauan yang dibuatnya dalam seminggu ini. Kekacauan yang membuat hancur hidup seorang Maharani.

"Apa yang kalian lakukan?"

Rani mendengar bentakan itu. Namun bibirnya tidak dilepaskan oleh Ron. Entah Ron sengaja atau bagaimana, keduanya memang sudah gila.

"Brengsek kau!"

Secepat kilat Azlan menarik Ron dan memukulnya dengan sekuat tenaga. Pria itu berulang kali melayangkan pukulan hingga bibir Ron berdarah.

"Dasar pengkhianat kalian berdua!"

Rani membetulkan pakaiannya yang berantakan dan berjalan dengan tenang ke arah Azlan yang akan melayangkan pukulannya kembali.

"Berhenti Azlan!"

"Tidak akan," jawab Azlan terlihat bengis.

"Jadi seperti ini reaksi seorang Azlan melihat mantan kekasihnya bercumbu dengan orang lain. Lalu bagaimana dengan aku yang calon suamiku bahkan sudah menikmati perempuan lain."

"Dasar wanita murahan!"

Rani tersenyum sinis.

"Aku selalu menjaga kehormatan ku, Tuan Azlan. Bahkan anda sangat tahu tentang hal itu. Lebih murahan mana dengan sahabatku yang tidur denganmu padahal dia tahu sebentar lagi aku akan menikah denganmu?"

"Oya, aku lupa satu hal. Kamu perlu memeriksakan selaput daranya masih perawan atau tidak. Ku dengar dia pernah menggugurkan kandungan saat masih SMA."

Bagai dihantam palu tak kasat mata, dada Azlan begitu sakit. Namun, semua ucapan Rani adalah kebenaran yang coba dia sangkal selama ini

Dia sendiri tidak begitu tahu kehidupan Angela dulunya seperti apa. Dia hanya tahu Angela lebih pantas untuknya dari pada Rani. Kenapa semuanya terlihat begitu sulit saat ini?

"Tinggalkan kami berdua! Kau sudah mengganggu kesenangan dua orang kekasih," kata Rani garang.

"Tidak akan! Pulang sekarang atau aku akan membuatmu mendesah di depan Ron saat ini juga," balas Azlan tak kalah garang.

Azlan menatap Ron dengan bengis. Rani menatap Ron dengan tatapan minta maaf. Sementara Ron menatap keduanya dengan datar. Namun, perlahan pria itu bangkit dan mendekati Rani.

"Rani adalah perempuan bebas! Anda tidak berhak untuk mengambilnya dariku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status