Share

08.

Author: Qoi_hami
last update Last Updated: 2022-12-27 11:29:24

Azlan bukanlah orang yang tidak punya perasaan. Egonya yang tinggi terasa direndahkan ketika mengetahui Rani bahkan sudah bersama dengan Ron. Mungkin saja saat ini mereka sedang ah ... shit !!!! Azlan mengumpat dengan keras membayangkan Ron menjamah tubuh gadisnya. Ya, Maharani adalah gadisnya, miliknya yang tidak boleh disentuh oleh siapapun.

"Kau mau kemana, sayang?"

"Aku ada pekerjaan."

"Ini kan hari Minggu, Sayang. Lagi-lagi Angela, istri palsunya itu membuatnya merasa kesal. Kemana-mana harus laporan seperti anak kecil. Belum lagi permintaanya yang terkadang tidak masuk akal. Azlan benar-benar pusing memikirkan nasip pernikahannya yang masih seumur jagung.

"Ya sudah, pergilah!"

Azlan lega akhirnya dibebaskan untuk pergi. Bagaimanapun juga dia butuh tempat untuk bernafas lega tanpa harus dikekang seperti tadi. Azlan bergegas mengeluarkan mobil mewahnya dari garasi. Dia bingung harus mencari dua penghianat itu kemana. Azlan kembali menghubungi Ron. Hingga sepuluh kali panggilan pria itu baru mengangkat telponnya.

Halo, Bos."

"Dimana kalian saat ini?"

"Nona Maharani tidak memperbolehkan saya memberitahu anda,"

'Kurang ajar! Berikan ponselmu pada Rani! CEPATT!!"

Ron pun memberikan ponselnya pada Rani, dia memberikan isyarat untuk menutup mulut saja. Rani tentu saja menggelengkan kepalanya. Dia jelas tidak mau. Dengan begitu dia ingin tahu, apakah Azlan benar-benar tega kepadanya. Dia akan membuat Azlan merasa kecewa dan marah. Lihat saja nanti pria itu akan melampiaskannya pada orang-orang yang ada di sekelilingnya.

"Halo Azlan sayang."

Sapaan Maharani terdengar seperti desahan seorang jalang.

"Di mana kalian saat ini?"

"Di tempat yang seharusnya, Sayang."

"Apa kamu mau ikut bergabung bersama kami?

Aahh ... Ron kau menyakitiku."

Rani sengaja berbicara seperti itu karena Ron mencubitnya. Dia sengaja melakukan itu untuk membuat Azlan kepanasan.

Azlan semakin meradang. Pria itu langsung mematikan panggilannya. Menghubungi anak buahnya untuk melacak nomor ponsel Ron.

Lima belas menit adalah waktu yang begitu lama bagi seorang Azlan. Menunggu adalah hal yang paling dibencinya. Hingga sebuah pesan berisi titik lokasi ponsel milik Ron, membuatnya meradang. Itu adalah Villa merah.

Bak kesetanan, Azlan melajukan mobilnya kencang. Tidak peduli seberapa banyak umpatan yang dia terima dari pengendara lain.

Dia tetap nekat melajukan mobilnya di atas kecepatan rata-rata. Bayangan Ron dan Rani saling bergumul mesra membutakan akal sehatnya. Dia harus sampai di tempat itu sebelum semuanya terlambat.

Rani melirik jam tangannya dan berkata dengan senyum penuh kemenangan.

"Sebentar lagi dia datang."

"Bagaimana kau bisa tahu?"

"Tunggu saja, Ron. Oh, ya kamu harus berpura-pura memelukku."

"Tidak." Ron membuang mukanya. Entah kenapa enggan untuk sekedar berpura-pura. Dia ingin benar-benar bisa memeluk tubuh ramping itu dan menghirup lama wangi tubuh milik Rani.

"Cepat, Ron." Buru-buru Rani mencoba berakting sedemikian rupa dengan Ron.

Baiklah jika itu maumu Rani. Batin Ron.

Ron Ibrahim bukanlah orang yang polos. Tidak seperti Rani yang terlihat kaku bermesraan. Pria itu lebih lihai dan terlihat natural. Pria itu sedemikian rupa memposisikan diri sebagai pemuja Maharani. Walaupun memang pada kenyataannya memang seperti itu. Cukup hanya dia yang tahu.

Ron memeluk tubuh ramping Rani dan menciumi leher jenjang itu dengan bersemangat. Toh Rani tidak memprotes tindakannya. Perlahan namun pasti ciuman itu mendarat di bibir tipis milik Rani. Ron melumatnya lembut. Membuat Rani merasakan sensasi yang berbeda. Tubuhnya seakan dituntun untuk mengikuti naluri. Walaupun awalnya Rani terlihat kaku.

Mata Ron sudah berkabut gairah. Menatap wanita yang dicintainya dengan penuh tatap cinta dan puja. Meminta untuk sedikit lebih banyak waktu untuk mengecap nikmatnya kemesraan. Rani pun tak kalah gilanya. Wanita itu bahkan mengeluarkan desahan saat tangan Ron menelusup di balik pakaiannya.

Mereka lupa bahwa mereka hanya bersandiwara. Mereka juga lupa bahwa tujuan utama mereka adalah membuat Azlan cemburu dan mau menjelaskan kekacauan yang dibuatnya dalam seminggu ini. Kekacauan yang membuat hancur hidup seorang Maharani.

"Apa yang kalian lakukan?"

Rani mendengar bentakan itu. Namun bibirnya tidak dilepaskan oleh Ron. Entah Ron sengaja atau bagaimana, keduanya memang sudah gila.

"Brengsek kau!"

Secepat kilat Azlan menarik Ron dan memukulnya dengan sekuat tenaga. Pria itu berulang kali melayangkan pukulan hingga bibir Ron berdarah.

"Dasar pengkhianat kalian berdua!"

Rani membetulkan pakaiannya yang berantakan dan berjalan dengan tenang ke arah Azlan yang akan melayangkan pukulannya kembali.

"Berhenti Azlan!"

"Tidak akan," jawab Azlan terlihat bengis.

"Jadi seperti ini reaksi seorang Azlan melihat mantan kekasihnya bercumbu dengan orang lain. Lalu bagaimana dengan aku yang calon suamiku bahkan sudah menikmati perempuan lain."

"Dasar wanita murahan!"

Rani tersenyum sinis.

"Aku selalu menjaga kehormatan ku, Tuan Azlan. Bahkan anda sangat tahu tentang hal itu. Lebih murahan mana dengan sahabatku yang tidur denganmu padahal dia tahu sebentar lagi aku akan menikah denganmu?"

"Oya, aku lupa satu hal. Kamu perlu memeriksakan selaput daranya masih perawan atau tidak. Ku dengar dia pernah menggugurkan kandungan saat masih SMA."

Bagai dihantam palu tak kasat mata, dada Azlan begitu sakit. Namun, semua ucapan Rani adalah kebenaran yang coba dia sangkal selama ini

Dia sendiri tidak begitu tahu kehidupan Angela dulunya seperti apa. Dia hanya tahu Angela lebih pantas untuknya dari pada Rani. Kenapa semuanya terlihat begitu sulit saat ini?

"Tinggalkan kami berdua! Kau sudah mengganggu kesenangan dua orang kekasih," kata Rani garang.

"Tidak akan! Pulang sekarang atau aku akan membuatmu mendesah di depan Ron saat ini juga," balas Azlan tak kalah garang.

Azlan menatap Ron dengan bengis. Rani menatap Ron dengan tatapan minta maaf. Sementara Ron menatap keduanya dengan datar. Namun, perlahan pria itu bangkit dan mendekati Rani.

"Rani adalah perempuan bebas! Anda tidak berhak untuk mengambilnya dariku."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   Bab.18

    Siang hari yang ditunggu oleh Rani akhirnya datang juga. Wanita itu telah bersiap dengan memakai setelan blazer yang sangat cocok dengan bentuk tubuhnya. Tentu saja kesan cantik juga smart terpancar begitu jelas. Deswita Maharani, nama yang sangat cocok sekali dengan bentuk tubuh dan penampilan wanita itu.Cantiknya badas. Rani sudah bersiap di ruang tamu. Sesuai dengan pesan yang ditinggalkan oleh Nyonya Besar bahwa Azlan akan menjemputnya sebentar lagi.Iseng-iseng Rani mengirim pesan pada Ron. Menanyakan pada pria itu apakah ikut pertemuan bisnis atau tidak. Ron menjawab iya. Hari ini ada agenda pertemuan dengan klien bisnis Bagaskara, dan para CEO membawa para istrinya untuk saling berkenalan. Rani menyunggingkan senyum penuh kemenangan."Harusnya kamu sadar diri."Rani kaget mendengar suara itu, dirinya langsung menoleh dan mendapati Angela yang sedang berjalan ke arahnya."Aku pikir kamu akan punya selera yang bagus, sayangnya itu hanya ada dalam pikiranku.""Apa maksudmu? aku h

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   Bab.17

    Nafas Angela tampak memburu menandakan bahwa wanita itu sedang emosi. Rani berjalan mendekatinya dengan tenang dan senyum tipis tersemat begitu jelas di bibirnya."Jangan senang dulu, kamu bukanlah tandinganku. Level kita berbeda.""Oya ... di mana perbedaannya?""Aku adalah majikanmu di sini." Angela berkata dengan tegas. Rani tidak serta merta ketakutan, justru wanita itu terbahak pelan."Lalu apa tujuanmu mengikuti ku sampai di sini? Bukankah seorang majikan dengan level tinggi tidak akan mau menginjakkan kaki di tempat seperti ini. Tempat kaum rendahan seperti kami?"Angela membuang muka setelah mendengar pertanyaan dari Rani. Dia sedang memikirkan alasan yang tepat untuk mematahkan anggapan wanita saingannya itu."Oh, biar ku tebak. Kamu sangat penasaran dengan tempat baruku dan ingin mengejekku. Cih ... itu terlalu murahan. Orang kaya membulli orang miskin. Bukankah terdengar sangat konyol?""Jika memang tebakanmu itu benar, kamu bisa apa? Paling-paling bisanya menangis tanpa su

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   16.

    Pagi ini adalah kepindahan Rani ke kediaman Bagaskara. Entah apa yang telah direncanakan oleh keluarga terpandang itu, tetapi Rani yakin keluarga super kaya itu mempunyai niat yang tidak baik kepadanya. Terlebih Angela. Jadi Rani tidak akan mengandalkan Angela, Rani akan mengandalkan kemampuan dirinya sendiri."Apa semuanya sudah siap?""Ya, jika ada yang ketinggalan aku bisa mengambilnya sendiri," jawab Rani."Oke, kita berangkat sekarang saja. Aku sudah sangat kelaparan. Kamu tega membuatku seperti ini," ucap Azlan kesal.Mendengar keluhan Alan, Rani malah tertawa dengan keras."Sejak menikah dengan Angela, ku pikir otakmu sedikit bergeser ke belakang, Azlan.""Apa maksudmu aku menjadi bodoh?""Ya, itu kamu tahu. Bukankah dulu juga kamu terkadang ke sini meskipun setengah tahun sekali. Kamu juga terbiasa memesan makanan secara online. Entah dimana kamu meninggalkan kepintaran itu, Azlan."Azlan memilih tidak menjawab, pria itu membantu Rani menggeret koper yang lumayan berat. Berdeb

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   15.

    "Apa yang kamu lakukan, Rani? Kamu benar-benar membuatku kesal.""Aku hanya meminjam suamimu sebentar, ya ... cukup satu malam saja.""Apa yang akan kamu lakukan, jalang? Dia suamiku !""Jangan menyebutkan nama panggilanmu sendiri, Angel. Itu sama sekali tidak keren.""Aku meminjamnya untuk tetap berada di sampingku. Besok pagi aku pindah ke kediaman Bagaskara. Sangat tidak bagus jika aku pindahan tanpa dibantu oleh suamiku," lanjut Rani dengan nada setenang mungkin. Dia juga tidak salah menyebutkan bahwa Azlan adalah suaminya, toh mereka memang menikah, meskipun yang hadir di pernikahan saat itu adalah Angela.Di seberang sana, Angela mengepalkan tangannya. Dirinya tidak bisa berbuat apa-apa."Ingat Angel, nama baik keluarga Bagaskara ada di tanganmu dan suamimu. Jika kamu tidak macam-macam, aku juga tidak akan berbuat macam-macam.""Aku pegang ucapanmu."KlikPanggilan pun dimatikan oleh Rani. Dia tidak mau mendengar ocehan tak bermanfaat dari Angela kembali. Pun dia tidak berencana

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   14.

    Perjalanan kedua orang itu terasa hening. Azlan tidak mau memulai pembicaraan pun dengan Rani yang memilih terdiam. Sejujurnya Rani merasa jijik berada di dekat Azlan. Apalagi membayangkan pria itu sudah bertahun-tahun berhubungan dengan Angela. Rasa-rasanya perut Rani seperti diaduk-aduk dan mual. Rani masih ingat betapa Angela sering bercerita tentang ganasnya sang kekasih saat mencumbunya. Hah, andai Rani tidak kuat, mungkin dia sudah ikut icip-icip seperti yang Angela sarankan. Atau malah menjadi gila karena membayangkan kekasihnya mencumbu orang lain."Apa kau sudah makan?" "Sudah, Ron memasakkan untukku."Ada rasa aneh yang menyusup ke dalam hati pria itu. Rasa tidak suka jika wanita di sampingnya di perhatikan oleh orang lain. Padahal biasanya Rani akan terlebih dulu mengajaknya makan. Meskipun dia tetap akan berpura-pura sibuk saat makan bersama wanita itu.Rani menoleh saat tidak ada tanggapan dari pria di sampingnya. Dia merasa aneh karena tidak biasanya si pria memberikan

  • Identitasku Dipakai di Pernikahan Mantanku   13.

    Ron dan Rani menoleh. Betapa terkejutnya mereka melihat tubuh menjulang tinggi di depan pintu. Keduanya asyik mengobrol hingga melupakan pintu yang tadi belum tertutup sempurna. Apalagi mereka juga akan segera pergi."Rani, kemari Sayang!""Pulanglah, istrimu mencarimu!" Rani jengah karena dunianya begitu sempit. Azlan selalu saja muncul di hadapannya."Istriku bernama Deswita Maharani," sahut Azlan dengan suara yang dalam dan penuh penekanan.Rani menghela nafas panjang. Bosan rasanya meladeni Azlan yang mempermainkan perasaannya."Sudahi dramamu, Azlan! Jangan membuatku terlihat bodoh dengan kelakuanmu itu!""Aku tidak bermaksud seperti itu, aku terpaksa melakukannya."Rani tersenyum getir dan menyerahkan tasnya pada Ron. Kemudian dirinya maju mendekati Azlan yang sudah setengah gila itu. "Kamu pulanglah, besok pagi aku mulai bekerja di kediaman Bagaskara. Kita punya banyak waktu untuk bertemu.""Benarkah?""Aku bukan pembual sepertimu, bukan?""Apa kamu sudah menerima pernikahan k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status